Sungguh sulit untuk menciptakan dunia yang ideal. Banyak negara mengalami bencana alam dan bencana akibat ulah manusia. Saya sungguh tidak sampai hati. Kapan dunia akan damai? Kapan kita akan melihat manusia hidup dengan harmonis dan sukacita? Hendaklah kita semua memendam rasa syukur. Dengan hati yang penuh syukur, barulah kita bisa memiliki hati yang lapang, pikiran murni, dan hidup bersama dengan sukacita dan ketenangan. Hendaklah kita memiliki hati lapang dan pikiran murni. Dunia seperti inilah yang kita harapkan. Bisakah kita menciptakan dunia seperti itu? Sepertinya sangat sulit.
Dunia yang damai dan bebas dari bencana adalah dunia yang ideal bagi manusia. Sesungguhnya, dunia seperti ini sulit untuk diwujudkan. Namun, apakah kesulitan membuat kita menyerah dan tidak melakukannya? Ketika memiliki cita-cita, kita juga harus memiliki kepercayaan diri. Dengan demikian, kita pasti dapat mencapai cita-cita tersebut.
Menghadapi begitu banyak bencana di dunia, bisakah kita mengatasi energi kekeruhan yang membawa bencana? Selama kita semua bertekad untuk bersumbangsih, bukankah kita dapat melenyapkannya? Saya berharap kita dapat menciptakan dunia yang ideal dengan empat musim yang berganti secara teratur sehingga kita dapat merasakan kehangatan musim semi dan akan ada tanah hijau dan air jernih di mana-mana.
Perubahan empat musim dalam dua belas bulan, akan membawa harapan bagi semua orang. Sebagai manusia, adakalanya kita merasa bahagia, adakalanya penuh dengan kerisauan, kesedihan, pertemuan, dan perpisahan. Begitulah hidup. Dengan adanya pergantian musim di dunia, kita akan terinspirasi untuk menjalani kehidupan yang indah. Kita akan menemukan cara untuk mengatasi kesulitan, menghadapi segala sesuatu dengan berani, dan berkumpul dengan sukacita. Beginilah hati dan pikiran kita dapat dipengaruhi oleh empat musim. Hendaklah kita melatih diri dan membangkitkan cinta kasih semua orang. Kehidupan ini tidak kekal.
Bodhisatwa sekalian, kita hidup mengikuti hukum alam. Ketika kita melihat orang-orang yang menderita, kehidupan kita selanjutnya mungkin akan sama seperti yang kita lihat, yaitu terlahir di tempat yang sangat panas, kekeringan, dan penuh dengan kemiskinan. Ini mungkin saja. Belakangan ini, saya selalu memikirkan hal ini. Saya selalu berharap bahwa saya dapat berbicara lebih banyak selagi masih memiliki kesempatan.
Saya sering berbicara tentang relawan Tzu Chi di Sint Maarten. Setelah menerima beras, mereka menggunakannya dengan bijaksana dan menghargainya. Saat memulai pembagian, relawan juga berbagi tentang ajaran kebenaran. Berkat jalinan jodoh, relawan tidak hanya membagikan roti, tetapi juga beras.
Saat memberikan secangkir beras pertama, relawan sambil berkata kepada penerima bantuan untuk bertutur kata yang baik. Relawan kita memberi tahu kepada mereka bahwa pelatihan diri dimulai dari tutur kata yang baik. Dengan tutur kata yang baik, kita dapat membimbing orang lain untuk berbuat kebajikan.
Untuk melakukan perbuatan baik, kita harus berpikiran baik. Hanya dengan memiliki hati dan pikiran baik, barulah kita dapat mengulurkan kedua tangan dan mengerahkan kekuatan kita untuk membantu orang lain. Dengan tiga cangkir beras, kita menyampaikan tiga hal kepada penerima bantuan, yaitu bertutur kata yang baik, melakukan perbuatan baik, dan memiliki pikiran yang baik.
Setiap cangkir beras mengandung Dharma. Ketika seseorang mempraktikkan tiga ajaran ini, ia pasti akan menjadi orang yang penuh dengan kebajikan dalam pikiran dan perbuatan. Berbuat baik itu tidak sulit. Bersumbangsih demi dunia yang damai dan bebas bencana tidaklah sulit. Mengubah kehidupan tidaklah sulit.