Lokasi di dalam video ini adalah desa sang gadis gembala. Para umat Buddha pasti tidak asing dengan kisah Buddha dan sang gadis gembala ini. Suatu kali, seorang gadis gembala melihat seorang petapa yang kelaparan dan kekurangan gizi hingga hampir jatuh pingsan. Akhirnya, gadis gembala memerah susu kambing dan mempersembahkannya kepada petapa tersebut untuk memulihkan staminanya. Petapa itu pun terus bertapa dan kondisi batinnya sangat hening. Tiba-tiba, beliau mencapai suatu tataran.

Tataran ini sangat sederhana. Saat pandangan matanya bertemu dengan salah satu bintang di tengah langit malam, seketika itulah beliau mencapai pencerahan dan memahami kebenaran tentang alam semesta. Kini beliau memahami segala hal. Karena itu, setelah mencapai pencerahan, beliau bertekad untuk menyadarkan makhluk lain. Beliau berharap setelah mencapai pencerahan sempurna, beliau juga dapat menyadarkan semua makhluk.

Lahir, tua, sakit, dan mati terus menimbulkan belenggu noda dan kegelapan batin yang menutupi kesadaran hakiki setiap orang. Ya, sesungguhnya setiap orang memilikinya. Namun, noda batin, kegelapan batin, keegoisan, ketamakan, dan nafsu keinginan yang berlapis-lapis telah menyelimuti sifat hakiki setiap orang yang murni dan tanpa noda.

Buddha telah melenyapkan berlapis-lapis kegelapan dan noda batin. Beliau melenyapkan semua noda dan kegelapan batin sehingga hatinya bagai sebuah cermin yang bulat dan jernih. Kebijaksanaan-Nya bagaikan cermin yang bulat dan jernih. Cermin ini sangat jernih dan tidak ada noda setitik pun. Cermin yang sangat jernih ini dapat menyinari dunia dan merefleksikan segala sesuatu.

Saat seseorang memahami semua kebenaran alam semesta, maka dia disebut mencapai pencerahan. Buddha telah mencapai kebijaksanaan yang bagaikan cermin yang bulat dan jernih. Sesungguhnya, cermin yang bulat dan jernih ini tidak hanya ada dalam diri Buddha, melainkan ada dalam diri setiap manusia. Apakah hati saya sudah layaknya cermin tersebut? Jawaban saya adalah, belum. Benar, saya juga memiliki cermin tersebut. Hanya saja, cermin saya masih berdebu.

Cermin saya masih dipenuhi debu dan noda. Saya belum berhasil membersihkannya. Saya masih terus berusaha agar cermin batin saya dapat terlepas dari noda. Saya harus menggenggam jalinan jodoh untuk membersihkan cermin ini. Bagaimanakah caranya? Saya harus terus menyebarkan ajaran Buddha.

Untuk menyebarkan Dharma, saya harus membersihkan cermin saya dahulu. Sebelum saya menyebarkan Dharma, seperti saat berjalan kemari, saya perlu membersihkan cermin batin saya dahulu hingga akhirnya dapat memahami kebijaksanaan Buddha dari teks yang saya baca.

Para sesepuh zaman dahulu meninggalkan pemahaman mereka terhadap ajaran Buddha dalam bentuk tulisan. Kini, saya menyelami pemahaman para sesepuh zaman dahulu dan menyerapnya satu per satu ke dalam hati. Kini, selain memanfaatkan tulisan peninggalan para sesepuh zaman dahulu untuk memotivasi diri sendiri, saya juga harus menerapkan Dharma di zaman sekarang.

Lihatlah kondisi dunia kita sekarang ini. Kegelapan batin manusia yang berlapis-lapis telah menimbulkan penderitaan. Manusia diliputi nafsu keinginan dan selalu memperebutkan segala sesuatu. Ketamakan yang tak berujung ini akan menimbulkan makin banyak pikiran buruk yang membuat antarmanusia saling membunuh dan mencelakai. Karena itu, kita harus berintrospeksi diri dan tersadarkan. Kita harus berdoa dengan tulus.

Saat setiap orang membina cinta kasih, barulah dunia dapat terhindar dari bencana. Dengan adanya cinta kasih dalam diri setiap orang, barulah kita dapat mewujudkan dunia yang harmonis.

Saya sudah melihat para insan Tzu Chi mengadakan upacara pemandian rupang Buddha di berbagai tempat. Kebijaksanaan kita berasal dari ajaran Buddha. Ajaran Buddha mencakup seluruh alam semesta. Segala sesuatu di dunia ini mengalami empat fase perubahan. Semua materi mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur. Semua makhluk hidup juga mengalami empat fase perubahan. Intinya, kita mengenal empat fase tiga fenomena.

Tubuh kita mengalami lahir, tua, sakit, dan mati. Bumi, gunung, dan sungai juga mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur. Segala sesuatu di alam semesta ini tidak luput dari hukum alam. Intinya, kita harus memikirkannya dengan saksama. Setelah memahami hal ini, kita harus menaati aturan dan hukum alam. Pepatah mengatakan, “Yang menaati hukum alam akan bertahan, yang melawan hukum alam akan mati.” Inilah prinsip kebenaran yang harus kita jalankan dengan bersungguh hati.

Memahami hati Buddha dan membangkitkan hakikat sejati
Melenyapkan kegelapan batin dan mencapai pencerahan
Menerangi dunia dengan kebijaksanaan yang bagaikan cermin yang bulat dan jernih
Menyerap esensi Dharma dan membangkitkan ketulusan