Melihat begitu banyak bencana kerap terjadi di berbagai negara, saya sangat khawatir. Kita bisa melihat bahwa seluruh dunia telah terkena dampak dari perubahan iklim. Inilah energi yang terus saya bahas. Energi ini berkaitan dengan iklim, alam, dan kekuatan karma buruk dalam batin orang-orang. Karma buruk kolektif semua makhluk sangatlah menakutkan. Bagaimana kita mentransformasi karma buruk? Saya sering berpikir bahwa lautan penderitaan sangat luas dan tidak bertepi.
Lebih dari 2.500 tahun yang lalu, Buddha telah tercerahkan. Tentu saja, Buddha telah tercerahkan sejak kehidupan-kehidupan sebelumnya. Beliau mengemban tanggung jawab atas Dunia Saha ini. Karena itulah, di Dunia Saha ini, Beliau membimbing orang-orang dari kehidupan ke kehidupan. Beliau membimbing orang-orang di tempat yang penuh penderitaan. Namun, selain penderitaan, juga ada kebahagiaan. Ada yang menderita, ada yang bahagia; ada yang miskin, ada yang kaya; ada yang berpikiran buruk, ada yang berpikiran baik.
Seseorang berpikiran buruk karena batinnya diselimuti kegelapan sehingga dia mungkin merusak bumi atau melukai orang-orang dengan kejam. Inilah akibat dari membangkitkan pikiran buruk dan kegelapan batin. Karena itu pulalah, orang-orang menciptakan karma buruk kolektif. Jika pernah menciptakan karma buruk, baik melukai orang lain maupun yang lainnya, saat waktunya tiba, semua itu akan berbuah.

Buddha terus-menerus menyerukan kebenaran di masa lalu. Setelah mencapai kebuddhaan, Beliau menunjukkan bagaimana diri-Nya mencapai nirvana demi mengajarkan ketidakkekalan kepada umat manusia. Beliau menyampaikan bahwa meski telah menjadi Buddha, waktu seperti ini tetap akan tiba. Pada zaman itu, hidup 80 tahun sudah panjang umur. Jadi, setelah mencapai pencerahan, Buddha membabarkan Dharma selama 49 tahun dan terus menyerukan kebenaran. Namun, ada berapa banyak orang yang tersadarkan? Sangat sulit untuk menyadarkan orang-orang.
Kita bagai terombang-ambing di lautan yang luas. Namun, Buddha mengatakan bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan dan setiap orang dapat menjadi Buddha. Kita harus percaya bahwa diri sendiri juga bisa menjadi Buddha. Akan tetapi, saya terus memberi tahu orang-orang bahwa kita tidak mungkin mencapai kebuddhaan tanpa menapaki Jalan Bodhisatwa. Jadi, untuk mencapai kebuddhaan, kita harus mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Tanpa bersumbangsih, mana ada jalan yang bisa ditempuh?

Di dunia ini, Bodhisatwa terdapat di mana-mana. Hanya saja, roda Dharma di dalam hati mereka belum benar-benar diputar. Untuk memutarnya, kita harus memasukkan Dharma ke dalam hati mereka. Untuk memutar roda Dharma ini, para insan Tzu Chi harus bertindak secara nyata. Setiap orang melakukan apa yang mereka katakan.
Setelah mendengar ceramah saya dan menyerap Dharma ke dalam hati, setiap orang hendaknya berbagi dengan orang-orang dan mengimbau mereka untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Mendengar saya berkata demikian, setiap orang berseru bahwa mereka adalah Bodhisatwa yang mendengar suara penderitaan dan memberi pertolongan. Welas asih membangkitkan ikrar orang-orang. Mendengar suara penderitaan orang-orang, kita bertekad untuk menyebarkan Dharma dan mempraktikkannya secara nyata. Apakah ini sulit? Tidak.

Sebelum mencapai kebuddhaan, kita harus terlebih dahulu menjalin jodoh baik. Kita harus menghimpun banyak orang yang memiliki kesatuan hati untuk membuka Jalan Bodhisatwa dan membimbing orang-orang menapakinya. Ke mana kita membuka jalan, ke sana pulalah Bodhisatwa pergi. Untuk membuka jalan, kita harus berjalan di depan dan terus membuka jalan. Meski jalan telah terbuka di belakang kita, kita harus terus membuka jalan ke depan. Ada orang yang membuka jalan dan ada orang yang membentangkan jalan. Dengan demikian, jalan di belakang kita akan mulus. Jadi, saya sangat bersyukur atas jalinan kasih sayang tak berujung dan cinta kasih tak terbatas orang-orang.
Setiap hari, saya bersyukur kepada para Bodhisatwa dunia yang memiliki jalinan kasih sayang tak berujung dan cinta kasih tak terbatas.