“Begitu lulus, saya langsung bekerja di bagian IGD RS Tzu Chi Taipei. Hingga kini, saya telah menjalani pekerjaan ini selama 16 tahun. Pola kerja di IGD ini mengubah kepribadian saya, seperti berbicara harus cepat dan lugas karena mengejar efisiensi. Pasien terus berdatangan dan tidak habis untuk ditangani,” kata Chen Yi-chi, Wakil kepala perawat IGD RS Tzu Chi Taipei.
“Tahun ini, saya merawat sepasang kakak beradik dari Jianshi, Hsinchu. Sesungguhnya, kakak laki-laki yang merawat adiknya. Namun, saat bekerja, dia ditabrak kendaraan hingga mengalami keterbatasan gerak dan tidak mampu bekerja dengan baik. Sementara itu, sang adik, karena kecanduan alkohol dan mengidap penyakit, kerap keluar masuk rumah sakit,” lanjut Chen Yi-chi.
Chen Yi-chi melanjutkan “Saat dirujuk ke IGD, seorang relawan menyampaikan kepada saya bahwa luka pasien ini sangat besar, dalam, dan mengeluarkan bau yang menyengat serta meminta saya untuk menanganinya. Seandainya mengikuti kebiasaan saya, saya mungkin akan menanganinya dengan cepat dan langsung beralih ke pasien berikutnya.”
“Namun, saat itu, saya teringat pada mural Buddha merawat orang sakit yang ada di IGD. Saya pun berkata kepada rekan-rekan bahwa saya perlu memberikan perawatan yang lebih saksama kepada pasien ini dan memerlukan waktu lebih lama sehingga pasien lain mungkin perlu mereka tangani terlebih dahulu,” ucap Chen Yi-chi.
“Tubuh pasien ini dipenuhi luka. Saat saya mengganti perbannya, dia terus merasa kesakitan hingga tubuhnya gemetar. Saya pun mengganti perbannya dengan sangat lembut. Meski dia tidak lama berada di IGD, kami merasa senang karena perawat di ruang rawat inap turut membantu melanjutkan perawatannya hingga wajahnya yang semula cekung perlahan menjadi lebih berisi. Dia seolah mendapatkan kehidupan yang baru. Setelah kepala rumah sakit mengetahui hal ini, beliau segera menindaklanjuti dengan aktif dengan mengajak pekerja sosial untuk terlibat mencarikan tempat perawatan yang layak,” kata Chen Yi-chi.
“Sesungguhnya, dalam pementasan kali ini, lirik lagu dan makna yang disampaikan sangat menyentuh hati saya. Dari sanalah, saya makin memahami semangat dari mural yang saya lihat, yaitu ketika orang-orang menjauh karena rasa takut, Buddha justru mendekat untuk merawat. Sebagai tenaga medis di IGD, kami pun harus melanjutkan welas asih itu. Jadi, menyelami Sutra bukan sekadar memahami teks Sutra, melainkan benar-benar terjun ke tengah pasien,” pungkas Chen Yi-chi.
“Saya merasa sangat tersentuh. Dalam dunia medis, profesionalisme kami ialah menyelamatkan nyawa. Hal yang saya saksikan di rumah sakit ini adalah setiap orang bekerja dengan hati yang tidak tega dan tidak pernah menyerah. Semuanya berusaha sekuat tenaga memperlakukan setiap pasien seperti anggota keluarga sendiri. Ini bukan hanya sekadar ungkapan, melainkan benar-benar memandang pasien sebagai keluarga,” kata Chao You-chen, Kepala RS Tzu Chi Taipei.
“Di setiap sudut bangsal, setiap departemen, dan setiap ruang praktik, semua orang menjalankan hal yang sama. Ini hanyalah misi kesehatan. Misi amal Tzu Chi bukan hanya dijalankan di Taiwan, melainkan di seluruh dunia. Selama Tzu Chi bisa melihat, mendengar, dan menjangkau suatu tempat, cinta kasih Master akan tersebar ke sana,” pungkas Chao You-chen.
Saya melihat bahwa semua yang hadir di sini dapat berbagi perjalanan batin masing-masing. Seperti ketua badan misi kesehatan Tzu Chi, Dokter Lin, dan Dokter Yan Yun yang mendirikan klinik Tzu Chi di Los Angeles.
Semua orang tahu bahwa Tzu Chi adalah sebuah organisasi amal. Ketika praktik 50 sen mulai tersebar di pasar-pasar, kita mampu membantu banyak orang. Bagi warga yang kurang mampu, kita membantu mereka agar memiliki beras. Untuk keluarga yang memiliki banyak anak, kita membagikan lebih banyak beras. Konsep ini pun mulai berkembang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bidang medis.
Awalnya, kita mengadakan baksos kesehatan di Griya Jing Si. Kemudian, saya mendirikan klinik gratis di Hualien. Di sana, para dokter datang sesuai jadwal dengan memberikan pelayanan 2 kali dalam seminggu. Singkat kata, dari awal berdirinya Tzu Chi hingga sekarang, yang kita lakukan tetaplah sama, yaitu menjalankan Empat Misi Tzu Chi. Pada masa itu, kita juga mendukung pendidikan anak-anak.
Menjelang Tahun Baru Imlek, kita akan mengunjungi tiap rumah untuk mengukur badan anak-anak dan orang dewasa. Dahulu, Tahun Baru Imlek sangatlah penting dan semua orang harus mengenakan pakaian baru. Jadi, saat itu, kami harus mengukur badan setiap orang, baik anak-anak, orang dewasa, maupun lansia, agar mereka bisa merayakan Tahun Baru Imlek dengan sukacita. Saat itu memang sangat melelahkan, tetapi kita bisa membuat orang dewasa dan anak-anak semuanya bergembira.
Saat perayaan Tahun Baru Imlek, perjamuan makan bersama sangat meriah, dari hampir 100 meja hingga akhirnya menjadi 100 hingga 200 meja. Rasanya seperti satu keluarga besar. Itulah awal mula Tzu Chi. Meski penuh keterbatasan, kita menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Tidak seperti sekarang, saya harus mengkhawatirkan banyak hal di seluruh dunia. Bahkan, di Taiwan pun ada banyak hal yang harus dikhawatirkan. Singkat kata, hidup ini sangatlah bernilai.
Belakangan ini, saya meminta setiap insan Tzu Chi untuk menginventarisasi kehidupan. Saya berkata kepada mereka, “Hendaknya kalian menginventarisasi kehidupan dan menyerahkan catatan perjalanan hidup kalian pada saya, mulai dari keluarga Anda, bagaimana Anda bertumbuh dewasa, dan bagaimana perjuangan kalian setelah dewasa. Semuanya harus dicatat.” Saya sangat berharap Tzu Chi dapat menuliskan kitab sejarah bagi dunia. Jadi, saat ini, semuanya tengah menulisnya. Apakah kalian mendengarnya?
Dokter dan perawat pun harus menulis dan mengevaluasi nilai kehidupan kalian. Saya berharap Tzu Chi dapat mencatat sejarah bagi Taiwan. Saya berkata kepada insan Tzu Chi di seluruh dunia bahwa mereka harus menginventarisasi kehidupan. Terlahir di dunia ini, apa kebaikan yang telah kita lakukan? Tidak peduli itu kebaikan besar maupun kecil, catatlah semua perjalanan hidup kalian agar kita bisa mewujudkan kitab sejarah Tzu Chi.
Dalam perjalanan kali ini dari Taipei hingga Taichung, saya selalu menyampaikan hal ini kepada semuanya. Banyak hal yang patut disyukuri. Lewat tetes demi tetes kebajikan inilah, Tzu Chi bisa menginspirasi semua orang. Kini, Tzu Chi di Taiwan telah berjalan selama 60 tahun dan telah memperoleh banyak pencapaian. Saya merasa bahwa inilah nilai kehidupan.
Melihat bagaimana staf medis di RS Tzu Chi bekerja dengan sepenuh hati, saya merasa sangat bersyukur. Saya telah melihat kalian sejak kalian latihan. Saat latihan, jika Ci Yue memberi arahan dengan suara keras, saya langsung berkata, “Tidak perlu menuntut terlalu detail. Ini sudah sangat bagus.” Di dalam hati, saya merasa tidak sampai hati karena kalian harus mengulanginya berkali-kali. Dari proses itu, saya melihat semangat untuk menunjukkan kebenaran, kebajikan, dan keindahan.
Tentu saja, insan Tzu Chi seluruh dunia telah melihat kesatuan para staf medis Tzu Chi. Jika semuanya bisa berpartisipasi dalam pementasan adaptasi Sutra setahun sekali saya yakin ini dapat mempererat hubungan kalian. Dalam keseharian, kalian semua sangat sibuk. Antardepartemen pun belum tentu saling mengenal. Semua orang mungkin tahu kepala dan wakil kepala rumah sakit.
Namun, untuk mengenal semua dokter, bukanlah hal yang mudah. Dalam kesempatan ini, bahkan departemen teknik dan pemeliharaan pun turut berpartisipasi sehingga semua dapat berkumpul bersama. Inilah yang disebut dengan Tzu Chi. Tzu Chi memiliki cinta kasih yang setara. Dari sini, saya melihat keindahan dari kesetaraan.
Mengemban misi kehidupan untuk membantu yang membutuhkan
Menginventarisasi kehidupan dan mencatat sejarah
Menghimpun tetes demi tetes kebajikan dan mewujudkan kebenaran, kebajikan, dan keindahan
Menyatukan hati dan menghimpun cinta kasih yang setara