“Pada 30 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 5 Agustus 1995, di Johannesburg, Afrika Selatan diadakan pertemuan Tzu Ching. Pada hari itulah saya bergabung dengan Tzu Ching. Di Afrika Selatan, saya mengikuti para paman dan bibi Tzu Chi membagikan bantuan di kawasan kumuh dan melihat secara langsung orang yang tinggal di TPA. Saya menyadari berkah setelah melihat penderitaan dan menanam sebutir benih Bodhi di dalam hati,” kata Jian Yu-xian, Alumnus Tzu Ching.
“Tahun 1996, saya pertama kali kembali ke kampung halaman batin dan berbagi di hadapan Master dalam pertemuan pagi relawan. Saat itu, Master berpesan pada saya untuk mengasihi diri sendiri dan orang lain. Hingga kini, saya selalu mengingatnya. Saat menyelaraskan autobiografi Bibi Pan Liao Ye, saya melihat satu kalimat yang sangat sesuai dengan pemikiran saya. Kalimat itu berbunyi, ‘Dengan akar keyakinan mendalam, barulah kita bisa menjadi murid Master dari kehidupan ke kehidupan’,” lanjut Jian Yu-xian.
“Agar memiliki akar keyakinan yang mendalam, saya mengikuti ceramah Master secara daring setiap hari. Bersama alumni Tzu Ching lainnya, saya mengadakan kegiatan bedah buku. Kegiatan bedah buku ini telah berlangsung lima tahun. Setiap minggu, kami mempelajari Sutra Teratai secara daring,” pungkas Jian Yu-xian.
Saudara sekalian, Asosiasi Tzu Ching telah dibentuk lebih dari 30 tahun. Saya juga melihat seiring waktu, ada sebagian orang yang telah berusia paruh baya, bahkan memasuki usia lanjut. Kita harus memiliki persiapan mental dan sangat waspada agar hati dan pikiran kita tidak tersesat ataupun pikun.
Kita harus senantiasa meneguhkan tekad kita, kembali pada Puncak Burung Nasar di dalam hati kita, dan menciptakan berkah bagi dunia dengan kebijaksanaan. Jika bisa senantiasa meneguhkan tekad, tidak akan muncul delusi dan pikiran bercabang. Dengan demikian, arah hidup kita akan lurus setiap hari.
Di dalam hati kita terdapat sebuah jalan menuju Puncak Burung Nasar. Hendaklah kita terus maju selangkah demi selangkah menuju Puncak Burung Nasar. Selain terus melangkah menuju Puncak Burung Nasar, kita juga harus mendengar Dharma. Dharma bukan hanya harus didengar, juga harus disebarkan.
Dharma mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan, bagaimana menjadi orang yang benar, bagaimana menjaga keharmonisan dalam interaksi dengan kerabat dan tetangga, bagaimana menyucikan hati, serta bagaimana memperpanjang jalinan kasih sayang dan memperluas cinta kasih. Demi mengembangkan Empat Misi Tzu Chi, saya telah bersiteguh menapaki jalan ini selama puluhan tahun.
Saya terus melangkah dengan mantap dengan kedua kaki yang selalu mendukung saya. Pada dasarnya, saya adalah orang yang pendiam. Namun, saya terus mengkhawatirkan kondisi dunia ini. Di dunia yang penuh kekeruhan ini, saya harus terus menyebarkan Dharma. Semua ini saya lakukan dengan tulus.
Saya terjun ke tengah masyarakat dengan hati yang tulus. Saya selalu menggenggam waktu dan tidak menyia-nyiakan satu detik pun. Saya sering berkata bahwa kita tidak punya cukup waktu. Masih berapa banyak waktu yang saya miliki?
Saya tidak tahu berapa banyak waktu yang saya miliki, tetapi saya akan memanfaatkan waktu yang ada untuk memberikan ceramah pada kalian. Saya juga berharap kalian dapat menggenggam waktu untuk berbagi tentang Tzu Chi dengan orang yang ditemui.
“Saat kuliah, saya bergabung menjadi anggota Tzu Ching dan mendapat banyak perhatian dari paman dan bibi Tzu Chi. Karena itu, saya berharap dapat membalas cinta kasih mereka dan dapat menjadi pasukan semut Master yang menjaga misi Tzu Chi. Jadi, saya berikrar untuk mendedikasikan diri dalam badan misi Tzu Chi,” kata Xiao Jing-wen, Alumnus Tzu Ching.
“Setahun setelah lulus kuliah, saya bergabung di bagian keuangan Kantor Cabang Tzu Chi Pingtung. Tanpa disadari, 15 tahun telah berlalu. Setelah pulang kerja, saya mengikuti kegiatan komunitas dan mendampingi anggota Tzu Ching di komunitas saya,” lanjut Xiao Jing-wen.
“Pada hari libur, saya juga mengajak anak saya mengikuti kegiatan komunitas agar mereka bertumbuh dalam lingkungan Tzu Chi yang penuh kebajikan dan cinta kasih sejak dini serta dapat membina cinta kasih dan welas asih untuk menolong sesama,” pungkas Xiao Jing-wen.
“Saya tumbuh besar dalam lingkungan Tzu Chi. Tzu Chi adalah rumah saya. Saat masih duduk di bangku SMP, saya pernah bertanya pada ayah saya, ‘Ayah, apakah kita punya warisan keluarga?’ Ayah saya lalu memberi tahu saya ajaran Master, yaitu ‘lakukan saja hal yang benar’ serta ‘belajar lewat bersumbangsih dan memperoleh kesadaran darinya’,” kata Lin Wei-chen, Alumnus Tzu Ching.
“Belasan tahun ini, anak saya lahir satu per satu. Kini, saya telah menjadi ayah dari tiga anak. Saya dan istri saya juga akan membimbing anak-anak kami untuk mengikuti langkah orang tua kami dalam mengikuti langkah Master. Baik masa lalu, masa kini, maupun masa mendatang, saya selalu ada dan akan selalu ada,” pungkas Lin Wei-chen.
Hari ini, saya mendengar bahwa harapan saya telah terwujud. Benih yang dahulu ditabur di dalam hati anggota Tzu Ching telah membuahkan hasil. Kalian juga mewariskan semangat Tzu Chi dalam keluarga. Saya telah mendengar pewarisan semangat Tzu Chi hingga tiga generasi. Cinta kasih Tzu Chi terus meluas.
Pada era sekarang, berbakti ialah yang paling utama. Meski harus pergi ke tempat yang jauh untuk mengembangkan karier, janganlah kalian melupakan orang tua di kampung halaman. Jika tidak bisa tinggal bersama orang tua kalian, kalian hendaknya menyatukan seluruh warga komunitas agar semua orang bisa seperti satu keluarga.
Kita harus menginspirasi lebih banyak orang. Tzu Chi ada di dalam hati kalian dan kalian masih terus membentangkan Jalan Tzu Chi. Jalan Tzu Chi sudah lama dibentangkan, tetapi kita harus terus membentangkannya ke seluruh dunia. Bentangkanlah Jalan Tzu Chi hingga menyatu dengan setiap jalan di seluruh dunia.
Di dalam hati setiap orang terdapat kekuatan yang tak terhingga. Dengan mengerahkan kekuatan ini sedikit saja, kita dapat meraih pencapaian, bagaikan butiran padi yang memenuhi lumbung. Ajaran Tzu Chi harus diwariskan dari generasi ke generasi. Jangan membiarkannya terputus. Terlebih, benih-benih Tzu Ching telah bertumbuh menjadi pohon kecil, pohon besar, serta berbunga dan berbuah.
Sebutir benih kacang tanah juga bisa menghasilkan banyak kacang tanah. Begitu pula dengan sebutir benih padi. Petani yang menggarap sawahnya dengan tekun akan memperoleh hasil panen yang berlimpah. Jadi, janganlah kita meremehkan benih yang kecil.
Saudara sekalian, kini kalian semua adalah Bodhisatwa, yakni anggota Tzu Cheng dan komite. Dahulu, kalian adalah anggota Tzu Ching. Semoga generasi-generasi penerus kalian juga terinspirasi, bagai benih kacang tanah atau padi yang bertumbuh dan menghasilkan benih berlipat ganda.
Banyak alumni Tzu Ching yang kini telah menjadi anggota Tzu Cheng atau komite. Saya berharap kalian dapat mewariskan cinta kasih Bodhisatwa dalam keluarga kalian. Jadikanlah ajaran Buddha sebagai warisan keluarga. Ciptakanlah berkah bagi keluarga masing-masing dengan menciptakan berkah bagi dunia. Semoga setiap insan Tzu Chi dapat menginspirasi dan menyatukan keluarga masing-masing untuk menjalankan Tzu Chi. Inilah harapan terbesar saya terhadap kalian sekarang.
“Kami akan sungguh-sungguh menjaga keluarga untuk menjadi sandaran komunitas. Kami akan sungguh-sungguh mewariskan semangat Tzu Ching, yakni bersumbangsih dengan ikrar dan tekad yang teguh.”
Meneguhkan tekad untuk memperluas cinta kasih
Bersumbangsih di tengah masyarakat dengan tulus dan teguh
Berbuat baik dan berbakti di Jalan Tzu Chi
Mewariskan berkah dan keluhuran dalam keluarga dengan cinta kasih Bodhisatwa