Mengenai bencana di Guangfu kali ini, saya selalu berkata bahwa saya telah melihat kebajikan manusia yang sangat nyata. Buddha berkata bahwa sifat hakiki manusia ialah bajik. Sungguh, sifat manusia sangatlah bajik.
Informasi tentang bencana di Guangfu kali ini tersebar dengan cepat lewat media massa. Saya melihat kaum muda di Taiwan segera berhimpun untuk membantu. Semuanya sangat agung dan sungguh-sungguh. Sungguh, semua orang terlihat agung dan bertindak dengan penuh tata krama. Ini membuat saya melihat harapan dan keindahan Taiwan.
Dalam bencana di Guangfu kali ini, kita benar-benar melihat “pemulihan” sesuai namanya, Guangfu. Segala sesuatu berjalan tanpa gangguan dan konflik. Semua orang bekerja sama dengan tertib untuk membersihkan daerah bencana. Ini sungguh tidak mudah. Ada pula sekelompok relawan lansia yang membantu membersihkan sepatu bot kaum muda yang penuh dengan lumpur. Mereka menyiapkan penyemprot air berkekuatan tinggi dan berbagai peralatan lainnya. Kita bisa merasakan kasih sayang mereka.
Kaum lansia menyayangi kaum muda, kaum muda juga membangkitkan kebajikan dan cinta kasih. Begitu mendengar tentang bencana di suatu tempat, mereka segera mengambil cuti dan mengesampingkan pekerjaan untuk sementara. Mereka datang ke Guangfu untuk membantu para korban bencana alam ini. Singkat kata, keindahan dan kebajikan ini berasal dari cinta kasih yang tulus. Inilah kebenaran, kebajikan, dan keindahan.
Kebenaran, kebajikan, dan keindahan ini bukanlah hasil latihan ataupun sesuatu yang dibuat-buat, melainkan tulus dari lubuk hati. Makanan dan minuman juga tidak pernah kurang. Baik air dingin maupun panas, semuanya ada. Berhubung khawatir orang-orang kepanasan, kita juga menyediakan es batu. Saya sangat tersentuh mendengarnya.
Sungguh, rasa kekeluargaan sangat terasa. Inilah keindahan sifat hakiki manusia. Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Bukankah ini hakikat kebuddhaan? Dengan adanya hakikat kebuddhaan, di mana pun bencana terjadi, kita akan segera bergerak untuk menapaki Jalan Bodhisatwa karena tidak tega melihat semua makhluk menderita. Dengan cinta kasih berkesadaran, kita bersumbangsih. Jangan hanya berkata, “Saya memiliki cinta kasih.”
Buddha berkata bahwa setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Jika seseorang hanya berkata bahwa dirinya memiliki cinta kasih tanpa melakukan tindakan nyata, apakah itu bisa disebut memiliki cinta kasih? Jadi, semua orang bergerak untuk membantu. Ada orang yang bersumbangsih dengan tenaga, ada pula yang memberi penghiburan dan perhatian dengan penuh cinta kasih dan rasa syukur. Semua itu bisa diungkapkan lewat berbagai aksi kecil.
Dengan kemajuan teknologi sekarang, saya bisa melihat perbuatan semua orang. Meski berada di Griya Jing Si, saya bisa mendengar dan melihat semuanya sehingga memiliki kesan yang sangat mendalam. Kata-kata sebanyak apa pun tidak bisa mengungkapkan rasa syukur saya yang tulus. Selain itu, saya juga dipenuhi sukacita dalam Dharma, bukan sekadar sukacita.
Menghadapi bencana sebesar ini, bagaimana bisa saya merasa sukacita? Ini karena saya melihat hakikat kebuddhaan setiap orang. Semua orang telah menunjukkan Dharma, yakni setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Saya telah melihat Dharma dan ingin menyampaikan sukacita Dharma saya. Jadi, saya sangat bersyukur dan tersentuh.
Praktik Dharma berlandaskan ketulusan telah menciptakan energi berkah dan energi positif. Semoga energi berkah ini dapat menghalau bencana. Saya berharap semua orang dapat lebih bekerja keras. Jangan hanya bersumbangsih saat bencana terjadi. Contohnya, para relawan kita. Apakah arti relawan?
Relawan adalah orang yang bertekad untuk bersumbangsih di tengah masyarakat dengan semangat misi. Mereka bersumbangsih bukan karena terpaksa, melainkan karena tekad dan ikrar yang tulus dari lubuk hati mereka. Dengan kesatuan tekad, mereka menapaki jalan yang sama dengan kekuatan ikrar. Inilah relawan yang mengerahkan kekuatan ikrar dengan kesatuan tekad. Karena itulah, saya menyebut mereka “relawan”.
Kita bertekad dan bersedia bersumbangsih. Selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga bersyukur diberi kesempatan untuk menghibur orang-orang dengan cinta kasih yang tulus, seperti dengan menepuk-nepuk punggung atau merangkul mereka dengan lembut. Saat ada yang menangis, kita juga membiarkan mereka menangis meski sampai membasahi pundak kita.
Setelah relawan kita pulang serta berganti pakaian dan mencucinya, bagian pundak ini sering kali harus dicuci berulang kali karena terasa lengket. Itu karena lendir dari hidung dan air liur, semuanya menempel di sana. Para relawan kita tidak takut basah ataupun kotor. Kita bersedia menjadi sandaran orang-orang dan tempat mereka menuangkan kepiluan dan penderitaan mereka. Inilah cinta kasih yang tulus para relawan kita.
Melihat penderitaan dan membangkitkan sifat hakiki yang murni
Orang-orang dari segala penjuru berusaha semaksimal mungkin untuk membantu
Bertindak sesuai tata krama dan menjadi sandaran bagi orang-orang
Keindahan dan kebajikan tertulus menghalau bencana