Bodhisatwa sekalian, saya sangat menghormati kalian semua, para calon dokter masa depan. Semuanya tumbuh untuk memikul tanggung jawab. Sejak manusia kecil hingga dewasa, orang tua berharap pada pertumbuhannya sebagai anak dan guru berharap pada pencapaiannya sebagai siswa.
Harapan masyarakat ialah anak-anak muda bisa menjadi pilar bangsa. Harapan terbesar kita di Tzu Chi ialah melihat orang-orang baik melayani dunia. Mendirikan sekolah adalah salah satu dari Empat Misi Tzu Chi yang membuat saya tulus mengkhawatirkannya. Saya membangunnya dengan tulus, tetapi juga penuh kekhawatiran. Ketulusan saya berasal dari kesadaran bahwa penderitaan terbesar di dunia ialah sakit penyakit.
Menjadi seorang dokter berarti harus memahami penderitaan makhluk yang sakit dan ikut merasakan sakitnya pasien. Inilah yang disebut dengan cinta kasih dan welas asih, yaitu memiliki cinta kasih agung tanpa syarat dan welas asih yang merasa sepenanggungan. Kita harus memiliki perasaan ini terhadap semua orang. Meski tidak memiliki hubungan keluarga, kita memiliki tujuan yang sama.
Mengapa saya melibatkan diri dalam institusi pendidikan, padahal tidak ada hubungan sama sekali dengan diri saya? Ini berkaitan dengan tekad saya. Sejak muda, saya selalu mengagumi jubah putih dokter. Calon dokter sekalian, kalian harus tahu bahwa kehidupan sangat berharga. Kelak, kalianlah yang bisa menyelamatkan dan melindungi kehidupan serta membawa kedamaian.
Saya sering berkata bahwa saya sangat menghormati para dokter. Saya memandang kalian sebagai Buddha hidup. Ketika ada makhluk yang menderita, penderitaan mereka dapat diobati dengan ajaran Buddha. Sesungguhnya, ajaran Buddha adalah metode untuk mengobati batin, tetapi tidak bisa menyembuhkan tubuh.
Tulang yang bergeser tidak bisa kembali hanya dengan kata-kata, tetapi dokter tahu di mana titik yang dapat ditekan atau ditangani sehingga pasien dapat terbebas dari rasa sakit. Oleh karena itu, pasien sangat bergantung pada dokter. Dokter sangatlah berharga karena memiliki kemampuan untuk menyelamatkan manusia sehingga layak dihormati semua orang. Saya berharap kalian semua menjadi dokter yang dihormati dan menjadi dokter yang baik, bukan sekadar dokter yang terkenal.
Kalian harus menjadi dokter yang membantu orang lain dengan sungguh-sungguh. Yang dibutuhkan dunia ialah dokter yang baik, bukan yang terkenal. Menjadi seorang dokter yang baik adalah kemampuan sejati. Jadi, jika ingin menjadi dokter yang baik, kalian harus belajar dengan tekun untuk mencari keterampilan medis dari luar. Ini semua harus mengandalkan ketekunan diri sendiri.
Saya sering berkata tentang “belajar” dan “sadar”. Kedua aksara Tionghoa ini mengandung aksara “anak” dan “melihat”. Melihat pasien berarti benar-benar memperhatikan apa penyakit yang ada dalam tubuhnya. Saat stetoskop tergantung di leher, telinga harus mendengarkan suara organ dalam pasien dengan cermat. Hendaknya kalian bersungguh hati. Ketika para bhiksuni mengalungkan stetoskop di leher kalian, saya juga memberikan sedikit tenaga dalam pikiran.
Dahulu, saat saya yang mengalungkan stetoskop, saya akan secara sengaja memberi sedikit tenaga agar para calon dokter merasakan adanya tekanan. Inilah bentuk doa dari saya. Saya berharap dokter yang lahir bukanlah dokter yang sembarangan, melainkan dokter yang penuh tanggung jawab.
Setiap kali saya mengalungkan stetoskop bagi para calon dokter, saya selalu berharap semuanya menjadi dokter yang mampu memikul tanggung jawab. Meski hari ini saya tidak bisa melakukannya dengan tangan saya sendiri, saya tetap datang untuk berbicara kepada kalian. Walau suara saya sulit keluar, kalian seharusnya masih bisa mendengar dengan jelas. Apakah kalian mendengar dengan jelas? (Ya.)
Saya harap kalian benar-benar mendengar dengan jelas. Saat berbicara kepada kalian saat ini, suara saya lebih sulit keluar dibanding ketika mengalungkan stetoskop untuk angkatan sebelumnya. Jadi, saya menggunakan kekuatan suara saya ini untuk menambal kurangnya kekuatan saya untuk mengalungkan stetoskop pada kalian. Ingatlah kesungguhan hati saya ini.
Saya membangun rumah sakit dan sekolah dengan harapan dapat membina dokter-dokter yang baik. Oleh karena itu, saya juga sangat berterima kasih kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan para guru. Semuanya adalah pengajar dan dokter teladan. Saya berharap kalian dapat meneladan semangat para guru.
Waktu berlalu begitu cepat. Hendaknya kalian menggenggam waktu untuk belajar dengan tekun. Selain itu, kalian juga harus memiliki rasa syukur untuk berterima kasih kepada orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan kalian. Hendaknya kalian membalas budi orang tua dengan cara sungguh-sungguh menuntaskan pendidikan. Kalian juga harus membalas budi para guru.
Singkat kata, para orang tua dan guru selalu memberikan yang terbaik bagi kalian dengan tulus tanpa pamrih. Jikapun ada harapan terhadap kalian, semuanya pasti sama, yaitu berharap kelak kalian, baik dalam masyarakat maupun profesi, dapat sungguh-sungguh membantu orang-orang yang membutuhkan. Harapan kami semua ialah kalian bisa menjadi pribadi yang diharapkan dan menjadi harapan bagi orang lain.
Membangun tekad menjadi dokter yang baik untuk meringankan penderitaan semua makhluk
Membina insan berbakat dengan keterampilan dan moralitas yang selaras
Menumbuhkan rasa syukur dan mengubahnya menjadi misi kehidupan
Menyadari hakikat, menapaki Jalan Bodhisatwa, dan membangkitkan cinta kasih berkesadaran