Para staf dan relawan kita sama-sama disebut sebagai “insan Tzu Chi”. Semua orang memiliki semangat yang sama. Dalam melakukan segala hal, kalian selalu teringat akan saya. Hati kalian merefleksikan hati saya dan kalian melakukan semua yang ingin saya lakukan. Jadi, kita selalu merefleksikan satu sama lain.
Kalian telah menggantikan saya untuk menjangkau tanah kelahiran Buddha. Kalian telah menjadi mata saya untuk melihat kondisi setempat sehingga saya seakan-akan benar-benar berada di sana. Bersungguh-sungguhlah memberikan penghiburan, melakukan survei, dan mendokumentasikan penderitaan ataupun aksi penuh cinta kasih dan kebajikan di sana. Jika bisa mendokumentasikan dan mencatatnya, kalian bisa menunjukkannya pada saya saat kembali.
“Kali ini, kami kebetulan berkunjung pada musim panas dan suhu udara setempat sangat tinggi. Suhu udara musim panas bisa mencapai 40-an derajat Celsius dan terasa seperti 50-an derajat Celsius. Lihatlah keran air ini. Saat Kantor Tzu Chi Lumbini baru didirikan, air yang keluar dari keran itu begitu keruh. Meski para relawan akhirnya beralih meminum air tanah, tetapi yang paling kuat pun jatuh sakit,” kata Chen Rou-mei, Staf produksi Kantor Kesatuan Hati.
“Di sudut sebuah kabinet di ruang makan relawan, kita bisa melihat suplemen yang dikonsumsi para relawan. Dengan suplemen ini, mereka mengingatkan diri sendiri untuk menjaga kesehatan masing-masing karena mereka benar-benar ingin tetap berada di sana,” ujar Chen Rou-mei.
Setiap kali teringat akan kalian, saya selalu merasa sangat bersyukur karena saya tahu bahwa kondisi di sana sangat sulit dan cuaca setempat sangat panas. Selain itu, kondisi lingkungan juga kurang baik dan terdapat banyak serangga. Kalian juga mengalami kendala bahasa dan tinggal di tempat yang seadanya. Saya tahu bahwa kalian mengalami banyak kesulitan di sana.
Saya sangat bersyukur kepada para Bodhisatwa dari Malaysia yang berinisiatif untuk pergi ke sana secara bergilir. Saya sangat tersentuh dan bersyukur, terlebih kepada Dokter Chen yang telah memercayakan rumah sakit kepada partnernya dan mengajak istrinya pergi bersamanya.
“Menghadapi begitu banyak kesulitan, apakah tekad mereka tidak pernah mundur? Wakil ketua Tzu Chi Malaysia, Dokter Chen Ji-min, berkata bahwa beliau pernah mengantar relawan yang hendak pulang ke Singapura dan Malaysia ke bandara. Melihat mereka dari belakang, dalam hati beliau berpikir, ‘Mengapa yang pulang bukan saya?” kata Chen Rou-mei, Staf produksi Kantor Kesatuan Hati.
“Namun, beliau berkata bahwa dirinya selalu ingat Master pernah meletakkan tangan di depan dada sendiri dan berkata, ‘Apakah di kehidupan sekarang, saya berkesempatan untuk melihat Tzu Chi berkembang di Nepal?’ Dokter Chen berkata bahwa saat mendengar kata-kata ini, beliau tahu apa yang harus beliau lakukan,” pungkas Chen Rou-mei.
“Ada warga setempat yang bertanya pada saya, ‘Berapa lama Anda akan tinggal di Lumbini?’ Saya menjawab, ‘Karena ikrar Master, saya berkata pada anak saya bahwa saya memilih untuk berada di Lumbini hingga akhir hayat.’ Istri saya berlutut di hadapan Master dan berkata, ‘Master, saya akan mengikuti langkahnya’,” kata Chen Ji-min, Wakil ketua Tzu Chi Malaysia.
Mereka berusaha untuk mewujudkan harapan saya. Mereka sangat bekerja keras. Dalam setiap gelombang, ada 20 hingga 30 relawan yang pergi ke sana. Bisa dilihat bahwa para relawan kita bersumbangsih dengan tulus dan aktif di sana. Mereka semula hidup nyaman, tetapi bersedia bertekad untuk menjangkau tempat yang penuh kesulitan itu.
Saya juga berharap jika menerima kabar atau laporan dari mereka, badan misi budaya humanis kita dapat bersungguh hati menyiarkannya. Dari lubuk hati saya, saya berharap Da Ai TV dapat menyucikan hati manusia, mewujudkan masyarakat yang harmonis, dan mewariskan ajaran Buddha.
Saat ini, saya sangat bersyukur kepada para relawan dari Malaysia dan Singapura yang telah mendedikasikan diri di sana. Saya juga sangat bersyukur atas laporan yang kita terima. Semua itu bagaikan permata. Kita harus terus mengumpulkannya. Inilah yang saya harapkan. Kebetulan, jalinan jodoh ini matang di era sekarang. Ini adalah jalinan jodoh istimewa.
Pada masa Buddha atau 50-an tahun yang lalu, menjalankan misi budaya humanis tidak semudah sekarang. Sejak 40 hingga 50 tahun lalu, Tzu Chi mulai memiliki medianya sendiri. Saat kita mulai menerbitkan Buletin Tzu Chi, saya sendiri harus menulis banyak artikel. Saya selalu menulis dengan kertas kalender. Setiap hari, kertas kalender yang disobek saya tulis dengan pensil, lalu pulpen, dan yang terakhir dengan mopit. Setiap lembar kertas saya manfaatkan untuk menulis sebanyak tiga kali.
Saat itu, kita masih menggunakan nama Badan Amal Ke Nan Tzu Chi dan kondisi kita benar-benar sangat sulit. Seiring perjalanan ini, kini saya bisa melihat begitu banyak orang yang memiliki kesatuan hati, tekad, dan ikrar dengan saya. Kalian melakukan apa yang ingin saya lakukan dan menyebarkan ajaran saya. Kalian sungguh telah menjangkau tempat-tempat yang ingin saya jangkau. Jadi, kalian semua mewakili saya dan sangat dekat di hati saya. Saya sangat tersentuh.
Sungguh, kini sangat sulit bagi saya untuk mengeluarkan suara. Saya harus menguras banyak energi. Awalnya, saya mengira kondisi saya akan membaik dalam waktu singkat. Namun, sepertinya sangat sulit untuk pulih kembali. Karena itu, hari ini saya ingin kembali mengimbau kalian untuk menyebarkan ajaran saya. Jika kalian peduli dan mengasihi saya, bangkitkanlah tekad untuk menggantikan saya menjangkau orang-orang, berbagi ajaran saya dengan mereka, dan bersumbangsih bagi mereka.
Selain itu, kalian juga harus mencatat apa yang telah kalian lakukan sebelumnya untuk meninggalkan sejarah bagi dunia. Semua ini demi Tzu Chi. Dengan mempertahankan Tzu Chi di dunia hingga selamanya, berarti kita berjuang demi ajaran Buddha dan semua makhluk. Tzu Chi adalah sebuah organisasi Buddhis. Semua orang tahu akan hal ini. Sebagai organisasi Buddhis, Tzu Chi telah menjalankan misi amal hingga ke berbagai negara.
Terlebih, kita dapat membawa manfaat bagi tanah kelahiran Buddha. Misi di tanah kelahiran Buddha ini merupakan misi yang sangat penting karena berkaitan dengan jiwa kebijaksanaan. Saya sering mengulas pewarisan jiwa kebijaksanaan. Setiap hari, kita memanfaatkan tubuh kita untuk mewariskan jiwa kebijaksanaan. Dengan tubuh ini, kita mewariskan jiwa kebijaksanaan dari ajaran Buddha. Yang mengagumkan ialah kita memiliki sekelompok staf media massa.
Saya yakin bahwa para staf muda di badan misi budaya humanis kita juga sangat mengasihi saya. Kalian juga harus berikrar untuk menggantikan saya bersumbangsih, menjangkau berbagai tempat, dan melihat berbagai hal. Selain melakukan wawancara, kalian juga harus mengerahkan cinta kasih untuk menghibur dan memotivasi orang-orang. Ini juga sangat penting.
Jadi, saya ingin bersyukur kepada kalian semua sekaligus mengingatkan kalian untuk melakukan apa yang ingin saya lakukan dan menyebarkan ajaran saya. Saya bisa melihat di tanah kelahiran Buddha, para relawan kita merangkul warga setempat. Saya sungguh sangat bersyukur. Di depan layar, saya mengungkapkan rasa syukur. Sungguh, saya bersyukur setiap waktu.
Teguh menjalankan ikrar dengan hati Buddha dan tekad Guru
Berupaya untuk melindungi Dharma dan berani memikul tanggung jawab
Mendokumentasikan keindahan dan kebajikan serta mewariskan jiwa kebijaksanaan
Berbuat baik bersama dan menyebarkan Dharma untuk membawa manfaat bagi semua makhluk