“Hari ini adalah hari pelatihan Tzu Chi. Hari ini, relawan dari Yilan, Hualien, dan Taitung yang hadir di sini berjumlah 629 orang,” kata Wu Hong-tai, relawan Tzu Chi.

Apakah Anda juga pergi ke Tainan?

“Ya, tetapi saya hanya pergi selama 2 atau 3 hari untuk memberikan penghiburan. Tim reparasi kita juga pergi ke sana,” jawab Wu Hong-tai.

Berapa orang?

“Tim dari Yilan berjumlah 12 orang. Saat tim dari Taiwan Utara membutuhkan, kami juga memberikan dukungan. Kami juga bekerja sama dengan tim dari Griya Jing Si dan tim dari Kaohsiung. Jadi, meski jumlah orang dari tim Yilan tidak banyak, tetapi kami cukup bermanfaat. Kami mengerahkan segenap hati dan tenaga untuk membantu. Melihat kesulitan para korban bencana dan kerja keras para relawan di Tainan, kami berusaha semaksimal mungkin untuk membantu,” pungkas Wu Hong-tai.

Sebagai umat Buddha, ajaran yang kita terima membuat kita dapat menyelaraskan pikiran sehingga dapat senantiasa membangkitkan niat baik. Dengan niat baik, setiap langkah kita akan berada di Jalan Bodhisatwa. Selain itu, pemikiran dan kebijaksanaan kita juga akan sama seperti para Buddha dan Bodhisatwa.

Setiap orang memiliki hakikat kebuddhaan. Saya sering menyampaikan hal ini pada kalian. Buddha juga secara terus terang mengatakan bahwa hati, Buddha, dan semua makhluk pada hakikatnya tiada perbedaan. Hati Buddha dan semua makhluk tidaklah berbeda. Berhubung hati semua makhluk dan Buddha tidak berbeda, kita hendaknya mempelajari ajaran kebajikan-Nya.

Dalam kehidupan ini, terdapat beragam noda batin dan penderitaan. Karena itulah, dunia ini membutuhkan Bodhisatwa. Bodhisatwa harus memiliki kebijaksanaan, niat baik, dan kerelaan untuk bersumbangsih secara nyata, baru bisa benar-benar menjangkau semua makhluk dan mentransformasi kondisi batin mereka. Inilah yang disebut membimbing semua makhluk. Dalam menapaki jalan kebajikan, ada banyak hal yang tidak habis untuk dilakukan dan ada sebagian yang harus segera dilakukan.

Contohnya, Tainan. Kalian telah pergi ke sana. Untuk apa kalian pergi ke Tainan? Kalian bukan pergi untuk berwisata, melainkan untuk bersumbangsih dan membantu memperbaiki rumah yang rusak. Guncangan gempa bumi selama beberapa detik telah membuat bumi merekah, dinding retak, bahkan ada bangunan yang runtuh. Orang-orang di daerah bencana tidak mengenal kalian. Mereka juga tidak meminta bantuan kepada kalian ataupun Tzu Chi. Namun, kita berinisiatif untuk menjangkau mereka.

Para relawan Tzu Chi berseragam biru putih bermunculan dari bumi bagaikan Bodhisatwa. Dalam Sutra sering dideskripsikan tentang Bodhisatwa yang bermunculan dari bumi atau turun dari langit. Saat Buddha membabarkan Dharma pada lebih dari 2.000 tahun lalu, para Bodhisatwa bermunculan dari bumi demi dapat segera mendengar ajaran Buddha. Kalian tidak memiliki hubungan apa pun dengan para korban bencana. Berhubung memiliki hati Buddha dan Bodhisatwa, kalian pun datang untuk membantu tanpa diminta. Inilah yang disebut guru tak diundang.

Orang-orang tidak meminta bantuan pada kita, tetapi kita berinisiatif untuk bersumbangsih. Selama berhari-hari di daerah bencana, kalian bangun pagi dan pulang larut malam. Di mana pun terdapat bencana dan penderitaan, Bodhisatwa akan segera muncul di sana. Inilah ajaran Buddha dan kita menjalankannya sekarang. Kita mempraktikkan ajaran Buddha. Jadi, sebagaimana Buddha mengajarkan dahulu, demikian pulalah kita menjalankannya sekarang.

Para relawan kita dari Yilan, Taipei, dan Taichung pergi ke daerah bencana di Tainan untuk membantu korban bencana tanpa pamrih. Seusai bersumbangsih, kita pun pulang tanpa meminta para korban bencana untuk menanggung biaya transportasi kita. Kita pergi dan pulang dengan biaya sendiri. Sesungguhnya, apakah yang kita peroleh? Apa yang kita peroleh? (Sukacita dalam Dharma.)

Sukacita dalam Dharma. Inilah praktik Bodhisatwa. Kita bersumbangsih tanpa pamrih dan memperoleh sukacita dalam Dharma. Saat ada makhluk yang menderita, kita selalu segera muncul untuk bersumbangsih. Selain merangkul mereka untuk memberi penghiburan, kita juga segera memperbaiki rumah mereka. Kita membongkar bagian yang hampir runtuh dan menggantinya dengan yang baru dan kokoh.

Gempa bumi ini juga membawa berkah bagi para korban bencana. Sebelumnya, mereka mungkin tidak menemukan tukang untuk memperbaiki rumah mereka. Kini, ada sekelompok insan Tzu Chi yang tidak mengenal mereka, tetapi bersedia membantu mereka melakukan semua ini. Perbuatan para insan Tzu Chi sungguh mengharukan. Lihatlah, mereka memasang keramik dengan begitu indah dan rapi. Bagaimana bisa orang-orang tidak tersentuh? Singkat kata, saya sangat bersyukur kepada relawan kita yang telah menciptakan tanah suci Bodhisatwa di dunia.

Saat bertemu, para relawan kita selalu beranjali dan bersyukur satu sama lain. Berhubung sama-sama bersedia bersumbangsih, tentu semua orang bersyukur satu sama lain. Selain bersumbangsih tanpa pamrih, kita juga bersyukur kepada mereka yang memberi kita kesempatan untuk bersumbangsih. Bersumbangsih membuat kita dipenuhi rasa sukacita dan rasa syukur yang tulus. Jika setiap orang bisa demikian, tanah suci Bodhisatwa akan tercipta di dunia. Kini, kita tengah menciptakan tanah suci di dunia dengan menyucikan hati satu sama lain. Intinya, saya sangat bersyukur.

Selama hampir 60 tahun ini, Tzu Chi telah mengakumulasi tetes demi tetes cinta kasih. Jadi, kita harus bersungguh hati. Waktu terus bergulir. Waktu kita sangatlah singkat. Kita hendaknya menggenggam jalinan jodoh untuk bersumbangsih. Kita dapat bersumbangsih karena terus mengakumulasi kekuatan cinta kasih. Siapa yang menabur benih, dialah yang akan menuai hasilnya. Usia kehidupan manusia sangatlah singkat. Karena itu, kita harus menggenggam jalinan jodoh.

Tekun dan bersemangat menapaki Jalan Bodhisatwa dengan niat baik
Membimbing semua makhluk dengan hati Buddha
Insan Tzu Chi bermunculan untuk bersumbangsih bagai guru tak diundang
Bersumbangsih tanpa pamrih dan memperoleh sukacita dalam Dharma