Bodhisatwa sekalian, saya sangat tersentuh dan bersyukur. Sepanjang perjalanan ini, kita merasa bahagia karena telah bekerja keras. Para Bodhisatwa kita tak hanya berinteraksi dengan para korban bencana, tetapi juga membantu membersihkan rumah mereka serta memberikan penghiburan. Saya sangat bersyukur. Saya sering memberi tahu kalian untuk menggantikan saya bersyukur kepada orang-orang dengan hati yang tulus.

Wilayah Taiwan tidaklah luas, tetapi masih ada banyak daerah dan orang yang belum kita jangkau. Mereka tengah menanti untuk bergabung dengan Tzu Chi. Karena itulah, saya sering berkata bahwa kita harus terus-menerus menggalang Bodhisatwa dunia. Ini bukan demi menggalang donasi, melainkan demi menjangkau lebih banyak orang dan menaburkan benih kebajikan di dalam hati mereka. Dengan menjangkau orang-orang dan menaburkan benih kebajikan di dalam ladang batin mereka, ini termasuk membalas budi Bodhisatwa.

Ada banyak relawan yang telah lanjut usia. Mengenai hal ini, perasaan saya campur aduk. Saya juga merasakan penuaan. Sungguh, penuaan membuat saya sulit untuk melakukan banyak hal. Namun, saya selalu berpikir bahwa saya masih bisa mendengar banyak kisah dari banyak orang dan masih banyak hal yang bisa saya sampaikan. Tadi, saya mendengar Jing Yuan berbagi tentang sejarah Tzu Chi. Setiap langkah kita telah membentuk sejarah Tzu Chi.

“Menjelang peresmian sekolah tinggi kedokteran kita, pada tanggal 7 Oktober 1994, Topan Seth mendarat sehingga kampus mengalami kerusakan. Yang terparah ialah kerusakan jalan setapak di antara sekolah tinggi kedokteran dan Aula Jing Si. Jalan itu sulit untuk diakses. Pada tanggal 9 Oktober, anggota Tzu Cheng kembali untuk membentangkan jalan setapak ini. Dahulu, jalan itu dibentangkan dengan batu-batu granit yang sangat besar dan berat,” kata Hong Jing Yuan Kepala Divisi Penyuntingan Sejarah.

“Saat melewati jalan itu dari sekolah tinggi kedokteran, Master bertanya pada mereka, ‘Apakah kalian pernah mengangkat batu?’ Mereka menjawab, ‘Tidak pernah. Tangan kami melepuh karenanya.’ Master bertanya, ‘Apakah terasa sakit?’ Mereka berkata, ‘Kami merasa bahagia.’ Mereka yang biasanya memegang pulpen dan membaca buku bersedia mengangkat batu untuk membentangkan jalan. Inilah asal mula Jalan Tzu Cheng ini,” pungkas Hong Jing Yuan.

Saya berharap jalan setapak di Aula Jing Si itu bukan terbuat dari semen ataupun aspal. Saya menginginkan jalan yang ramah lingkungan. Yang lebih penting, saat berjalan, kita harus bersungguh hati. Melangkahlah dengan lembut agar tidak menyakiti bumi. Saya berharap setiap orang dapat melangkah dengan lembut. Tentu saja, ini hanya mendeskripsikan cara berjalan. Yang terpenting, kita harus menapaki Jalan Bodhisatwa.

Menapaki Jalan Bodhisatwa pasti akan menghadapi berbagai rintangan. Kita harus bersungguh hati melakukan praktik nyata agar dapat menunjukkan praktik Bodhisatwa pada orang-orang. Demikianlah dunia ini. Jika kita tidak berhati-hati dalam melangkah, jarak yang dekat pun bisa mengandung bahaya. Jalan ini sangatlah pendek. Untuk perjalanan singkat yang hanya memakan sedikit waktu ini, kita hendaknya lebih bersungguh hati. Karena itulah, saya ingin jalan ini dibentangkan dengan batu-batu.

Mengenang masa lalu dan mendengar apa yang Jing Yuan bagikan, inilah yang ingin saya katakan. Kini, kita hendaknya terus mengenang dan berbagi tentang masa lalu. Ini semua adalah sejarah. Bahkan, membentangkan jalan pun adalah sejarah. Jadi, kita harus menghormati para Bodhisatwa dunia kita, menghargai waktu, dan mengenang masa lalu. Tanpa waktu dan ruang, tidak akan ada Jalan Bodhisatwa di dunia. Karena itu, kita harus bersungguh hati dalam hal ini.

Dahulu, kita bersusah payah membangun misi pendidikan dan telah menempuh perjalanan yang sangat sulit.

“Awalnya, kita telah mendapat izin untuk mendirikan sekolah tinggi kedokteran. Namun, pada bulan Juni 1990, Departemen Kesehatan beranggapan bahwa hingga tahun 2000, ketersediaan dokter akan melebihi kebutuhan sehingga menolak pendirian sekolah tinggi kedokteran kita. Master merasa bahwa perhitungan Departemen Kesehatan tidak masuk akal karena tidak mempertimbangkan bahwa dokter juga akan menua. Ditambah lagi, tidak semua mahasiswa yang lulus akan mendedikasikan diri di Taiwan,” kata Hong Jing Yuan Kepala Divisi Penyuntingan Sejarah.

“Master berkata bahwa masyarakat kita membutuhkan pelayanan medis yang mencakup seluruh Taiwan. Jadi, demi berbagai wilayah terpencil di seluruh Taiwan, kita harus membina dokter yang baik. Ini adalah hal yang harus dilakukan dengan teguh dan tidak boleh diganggu gugat. Kementerian Pendidikan pun turun tangan untuk berkoordinasi dengan Departemen Kesehatan sehingga kita dapat menerima 50 mahasiswa. Akhirnya, pada tanggal 4 Juli 1990, kita diizinkan untuk mendirikan sekolah tinggi kedokteran,” pungkas Hong Jing Yuan.

Saya berharap setiap orang dapat mempelajari sejarah Tzu Chi dan berbagi kesan dengan orang-orang. Ini disebut menyaksikan sejarah. Jadi, saat ini, apa yang kita saksikan sangatlah berharga. Saya berharap Bodhisatwa sekalian dapat memiliki tekad, ikrar, dan kekuatan. Kalian bisa menyaksikan masa lalu lewat rekaman video dan mendengar kisah yang saya bagikan. Saya berharap kalian juga bisa melakukan hal yang sama.

Bodhisatwa sekalian, kita sungguh harus memiliki rasa syukur, rasa hormat, dan cinta kasih. Kita menghormati sejarah dan bersyukur kepada orang-orang yang telah menapaki jalan. Ini berkat adanya rasa syukur dan cinta kasih yang tulus. Saat itu, kita mungkin belum bersumbangsih. Namun, terhadap mereka yang telah menapaki jalan, kita hendaknya membangkitkan rasa syukur. Di dunia ini, manusialah yang bersumbangsih, membentangkan jalan, dan menapaki jalan. Intinya, kitalah saksi terbaik untuk semua ini.

Bodhisatwa sekalian, kalian harus lebih bersungguh hati. Dunia Tzu Chi sangatlah indah. Saya berharap anggota keluarga insan Tzu Chi, para tetangga, dan orang-orang di komunitas dapat berhimpun untuk mendengar tentang Tzu Chi. Tanpa pembabaran Dharma dan Bodhisatwa yang bersumbangsih di dunia, ajaran kebajikan akan terus mengalami kemunduran hingga titik akhirnya.

Saat ini, kita berharap dapat mempertahankan Dharma sejati di dunia. Bagaimana meneladan Buddha, mendengar Dharma, dan mempraktikkan Dharma? Kita bisa melihat bagaimana orang lain melakukan semua ini. Singkat kata, kita harus menyebarluaskan Dharma. Bagaimana cara kita melakukannya? Saat ini, akses transportasi sangat memadai. Kita harus menggenggam kesempatan untuk menyebarkan Dharma.

Buddha menggunakan berbagai kisah untuk membabarkan Dharma. Kini, kita juga bisa membagikan kisah Tzu Chi. Kita tidak harus membagikan kisah masa lalu. Kita bisa membagikan kisah-kisah masa kini yang sangat menyentuh. Orang yang menderita sangat banyak, orang yang bertekad juga tidak sedikit. Kita cukup menyediakan kesempatan bagi orang-orang untuk berhimpun dan menginspirasi lebih banyak orang. Karena itulah, saya berkata bahwa kita harus menggalang lebih banyak Bodhisatwa dunia.

Terjun ke tengah masyarakat untuk menolong orang yang menderita
Menabur benih kebajikan dan menggarap ladang batin
Membagikan sukacita Dharma dan menyaksikan cinta kasih
Menyatukan warga komunitas dan membimbing yang berjodoh