“Saya sangat bersyukur kepada istri saya yang membimbing saya bergabung dengan Tzu Chi. Dengan bijaksana, dia mengajak saya untuk bergabung. Jika tidak, saya mungkin akan menghalanginya. Saat mengikuti kegiatan daur ulang, dia selalu keluar rumah sebelum matahari terbit. Awalnya, dia pulang sekitar pukul 12 siang. Kemudian, dalam waktu setengah tahun, dia perlahan-lahan pulang makin malam. Adakalanya, dia bersumbangsih hingga pukul 6 atau 7, bahkan pukul 8 malam pun belum pulang ke rumah. Selama setengah tahun itu, sayalah yang memasak. Saya melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jadi, istri saya sangat bijaksana,” kata Liu Ming-jiao relawan Tzu Chi.
“Kami berdua bersama-sama dilantik menjadi relawan. Saya sangat bersyukur bisa dilantik menjadi relawan. Pada hari pelantikan itu, istri saya ‘mendonasikan’ saya kepada Tzu Chi. Jika aktivitas Tzu Chi yang saya lakukan berkurang, dia akan mengingatkan saya. Saya sangat bersyukur setelah dilantik menjadi relawan Tzu Chi, saya tidak pernah berhenti bersumbangsih sebagai relawan rumah sakit,” pungkas Liu Ming-jiao.
Saya sering berkata bahwa dalam hidup ini, kita harus terus belajar. Sebagai makhluk awam, kita harus meneladan Buddha. Umat Buddha adalah orang yang meneladan Buddha. Namun, mustahil untuk mencapai kebuddhaan dalam satu langkah. Kita hendaknya bersungguh-sungguh belajar di tengah masyarakat.
“Yang membimbing saya ialah Kakak Ci Bi. Saya bergabung saat berusia 34 tahun dan telah bersumbangsih selama 32 tahun. Saat itu, saya mengikutinya melakukan survei kasus, lalu bersumbangsih sebagai relawan rumah sakit. Di rumah sakit, saya melihat penderitaan akibat lahir, tua, sakit, dan mati. Hingga kini, pemandangan saat itu masih terbayang dalam benak saya,” kata Lin Xin-xuan relawan Tzu Chi.
“Saya sungguh sangat bersyukur kepada Master yang telah mendirikan Tzu Chi sehingga kami dapat melihat penderitaan di dunia. Jika tidak, saat itu saya telah tersesat. Saya tenggelam dalam dunia bisnis dan harus sering bersosialisasi dengan orang-orang. Jadi, saya sangat bersyukur. Berkat Tzu Chi, saya bisa beralih dari kesesatan ke kesadaran dan menggenggam setiap waktu yang ada,” pungkas Lin Xin-xuan.
“Saya sangat bersyukur kepada Master. Dapat bergabung dengan Tzu Chi, tidak pergi bersenang-senang juga tidak masalah. Di dunia Tzu Chi, saya melihat banyak hal, seperti kebahagiaan dari kelahiran, ketidakberdayaan dari penuaan, penderitaan dari penyakit, dan kepiluan dari kematian. Inilah yang saya lihat selama puluhan tahun menjadi relawan rumah sakit,” kata Li Jie-zi relawan Tzu Chi.
Kita telah melihat banyak hal di dunia ini. Contohnya, Relawan Ke. Dahulu, dia juga pernah tersesat. Namun, dia berani membagikan pengalamannya.
“Master, saya pernah memukul istri saya. Saya bersyukur kepada Master yang telah ‘mendaur ulang’ saya. Saya masih ingat bahwa saya pertama kali berkunjung dengan naik Kereta Tzu Chi pada peringatan ulang tahun rumah sakit kita yang ke-7. Kali ini, saya sangat beruntung dapat kembali pada peringatan ulang tahun yang ke-38. Jadi, saya telah mengikuti langkah Master selama 30 tahun lebih dengan masuk dari pintu pelestarian lingkungan,” kata Ke Guo-shou relawan Tzu Chi.
Dia menunjukkan kesalahannya di masa lalu pada semua orang. Saat orang-orang berhimpun, dia selalu maju untuk berbagi bahwa dahulu dia pernah ringan tangan terhadap istrinya. Dia juga berbagi bagaimana dia memperbaiki diri selama lebih dari 30 tahun ini.
Para relawan kita selalu berbagi kisah dengan berani dan apa yang mereka lakukan selalu membuat orang kagum. Kita hendaknya berbagi dengan orang-orang tentang kesesatan kita di masa lalu. Jadi, kita membagikan kebenaran tentang kebaikan dan keburukan. Dengan membagikan kesesatan kita di masa lalu dengan orang-orang, ini disebut menyebarkan Dharma.
Kita berbagi dengan orang-orang tentang bagaimana kita tersesat dahulu. Kita harus memiliki keberanian, baru bisa menapaki Jalan Bodhisatwa. Dengan menapaki Jalan Bodhisatwa, kita bisa melihat hakikat sejati kita. Setelah melihat hakikat sejati, kita bisa kembali pada hakikat yang murni. Jika tidak menapaki Jalan Bodhisatwa, kita tidak akan bisa tercerahkan dan melihat hakikat sejati kita. Di Tzu Chi, kita telah melihat keindahan kondisi batin kita.
Dalam Sutra, terdapat kisah tentang anak yang diliputi ketidaktahuan. Ada seorang tetua yang memiliki sebuah rumah besar yang sangat mewah. Namun, rumah tersebut telah lama rusak. Suatu ketika, rumah itu terbakar dan anak tetua tersebut masih terus bermain api di dalam rumah itu. Buddha berulang kali datang ke dunia yang bagaikan rumah yang terbakar dan dipenuhi Lima Kekeruhan ini.
Buddha datang ke dunia ini demi melenyapkan Lima Kekeruhan. Karena itulah, Buddha terjun ke tengah masyarakat dan berusaha untuk menyucikan hati manusia. Penggalan Sutra ini sudah pernah saya bahas sebelumnya. Intinya, kita harus mendengar Dharma.
Saya mendengar Dharma setiap hari dari kalian yang bersumbangsih sebagai Bodhisatwa dunia. Kalian telah berhimpun untuk melakukan banyak hal. Saya merasa sangat beruntung dapat melihat sumbangsih para Bodhisatwa dunia. Kita juga memiliki Qingxiushi. Selain murid-murid monastik, juga ada sekelompok Qingxiushi yang bertekad untuk melatih diri.
Namun, demi semua makhluk yang tak terhitung, mereka tak hanya melatih diri di Griya Jing Si, tetapi juga terjun ke tengah masyarakat yang penuh kekeruhan dan kegelapan batin. Mereka juga mewakili saya untuk membimbing para Bodhisatwa dunia kita. Bayangkanlah, bagaimana bisa saya tidak bersyukur?
Dari lubuk hati saya, saya merasa bahwa kehidupan saya sangat bernilai. Apakah murid-murid saya ini akan senantiasa mengikuti saya dari kehidupan ke kehidupan? Apakah di kehidupan mendatang, mereka akan menjadi guru saya? Bagaimanapun, kita harus mempertahankan jalinan jodoh dan tekad untuk bersumbangsih bagi dunia.
Tekad pelatihan kita tidak boleh mundur. Sungguh, saya menaruh harapan besar pada kalian. Di masa mendatang, dunia yang penuh Lima Kekeruhan ini akan makin membutuhkan Bodhisatwa dunia yang memiliki jiwa dan raga yang murni. Kalian harus menyerap ajaran saya ke dalam hati.
Di kehidupan sekarang, kalian memiliki keluarga masing-masing. Namun, kalian sangat beruntung karena keluarga kalian juga merupakan ladang pelatihan. Saya berharap di kehidupan berikutnya, kalian semua dapat bertekad untuk membimbing makhluk yang tak terhitung di ladang pelatihan yang luas.
Lihatlah betapa banyak murid yang saya miliki di seluruh dunia. Murid-murid saya tersebar di berbagai negara dan semuanya menapaki Jalan Bodhisatwa. Jadi, mari kita membangkitkan tekad. Saya yang berada di dunia yang penuh kekeruhan ini juga terus melatih diri di tengah masyarakat. Kini, saya sangat berharap jiwa kebijaksanaan saya dapat diteruskan seiring berkurangnya usia kehidupan saya.
Kita harus membangkitkan tekad dan ikrar agung untuk menapaki Jalan Bodhisatwa dengan teguh di kehidupan sekarang serta menginspirasi orang yang tak terhingga di masa mendatang karena dunia yang penuh Lima Kekeruhan ini sungguh sangat membutuhkan kita semua. Semoga kita dapat menciptakan lebih banyak ladang pelatihan yang murni agar orang-orang dapat menapaki Jalan Bodhisatwa untuk membawa manfaat bagi dunia.
Meneladan Buddha dan terjun ke tengah masyarakat untuk melenyapkan delusi
Bertobat dan membimbing yang berjodoh
Menginspirasi orang yang tak terhingga dengan tekad pelatihan yang tak tergoyahkan
Membawa manfaat dan menyucikan dunia