Thailand Utara sangatlah jauh dari Taiwan. Namun, dengan hati yang tulus dan penuh cinta kasih, kita mendirikan sekolah di Thailand Utara. Tentu saja, terdapat jalinan jodoh dan kisah di baliknya. Intinya, berkat matangnya jalinan jodoh, kita bisa menjangkau Thailand Utara.

Selama bertahun-tahun ini, kita bisa melihat bahwa sekolah yang kita dirikan di Thailand Utara sungguh dijalankan dengan baik. Ini berkat ketulusan banyak orang. Karena itu, saya sangat bersyukur atas kesungguhan para guru.

Saya pun sering berkata bahwa saya juga bersyukur atas ketekunan murid-murid. Dengan kesungguhan dan ketulusan, barulah para guru bisa mengajar dengan baik. Dengan ketekunan, barulah murid-murid bisa belajar dengan baik. Jadi, para guru yang mengajar dan murid-murid yang belajar memiliki arah tujuan yang sama.

Para guru merupakan orang dewasa yang memiliki pengalaman di tengah masyarakat. Anak-anak yang masih kecil memiliki hati yang sangat murni dan polos. Para guru kita menggunakan pengalaman hidup mereka untuk mengajari anak-anak yang polos secara bertahap. Anak-anak diajari dari hal yang paling mendasar. Sejak duduk di bangku SD, murid-murid belajar tentang manusia dan dunia ini.

Kita harus mengajarkan tata krama pada anak-anak. Orang yang memiliki tata krama akan selaras dengan prinsip kebenaran. Manusia sering kali diliputi ketidaktahuan. Ajaran Buddha sering mengulas tentang kegelapan batin. Anak-anak bukanlah diliputi kegelapan batin, melainkan ketidaktahuan. Pengetahuan mereka masih terbatas sehingga mereka diliputi ketidaktahuan. Setelah lulus dari sekolah dasar dan memasuki sekolah menengah atau perguruan tinggi, berarti mereka telah mendapat pendidikan.

Setelah merampungkan pendidikan di berbagai tingkat, mereka bisa disebut kaum berpendidikan. Namun, ladang batin mereka mungkin belum dirapikan. Prinsipnya sama seperti bercocok tanam. Guru bagaikan petani yang hendak menggarap ladang. Guru harus terlebih dahulu merapikan ladang, baru bisa menabur benih. Untuk merapikan ladang, guru harus terlebih dahulu mencabut rumput liar. Saat mencabut rumput liar, kita harus mencabutnya hingga ke akarnya dengan teliti. Contohnya, rumput teki.

Saat mencabut sebatang rumput teki, kita akan melihat umbi-umbi yang dihubungkan oleh akarnya. Itu bukanlah benih dari rumput tersebut. Saat kita mencabut sebatang rumput, kita akan melihat akarnya yang halus menghubungkan sebutir demi sebutir umbi. Karena itu, kita harus menelusuri akarnya untuk menemukan semua umbinya hingga tak ada yang tersisa. Jadi, kita harus mencabut rumput hingga ke akarnya.

Dalam mendidik anak-anak, kita harus memiliki ketulusan, kesabaran, dan cinta kasih. Kita harus mengajari anak-anak tentang benar dan salah sesuai kapasitas masing-masing. Tentu saja, pendidikan diberikan secara bertahap. Untuk pembelajaran anak-anak, kita harus menciptakan lingkungan yang baik untuk mereka. Bagi anak-anak yang belum memiliki tata krama, kita harus mengajarkan tata krama pada mereka.

Tata krama adalah prinsip kebenaran. Tidak bertata krama berarti tidak selaras dengan kebenaran. Jadi, tata krama harus dipelajari dengan sungguh-sungguh. Saat itu, saya berkata bahwa tata krama harus dipertahankan hingga selamanya. Tata krama adalah prinsip kebenaran yang kasatmata. Kita harus mendidik anak-anak untuk memiliki tata krama. Inilah pendidikan. Saya berharap pendidikan kita juga dapat memandang penting hal ini. Singkat kata, pendidikan membawa harapan bagi kehidupan dan dunia ini.

Hidup di dunia ini, kita perlu mengembangkan nilai kehidupan. Jika tidak, apa bedanya kita dengan makhluk hidup lain? Mengenai nilai kehidupan, apa yang kita pelajari menentukan apa yang akan kita lakukan kelak. Karena itu, kita harus sungguh-sungguh dalam belajar dan melakukan segala sesuatu. Selain itu, kita juga harus tulus dalam interaksi antarmanusia. Kita harus memiliki hati yang tulus.

Sejak kecil, kita belajar dengan sungguh-sungguh. Hingga tiba waktunya untuk memilih profesi, kita juga harus sungguh-sungguh. Setelah menuntaskan pendidikan dan akan terjun ke dunia kerja, kita juga harus tulus. Dalam interaksi antarmanusia, kita harus tulus. Setelah menguasai suatu keterampilan, kita harus hidup di tengah masyarakat dengan kesungguhan dan ketulusan. Demikianlah kehidupan yang bernilai. Karena itulah, saya sering berkata bahwa kita harus menginventarisasi nilai kehidupan.

Di dunia ini, banyak hal yang tidak habis kita pelajari. Ada pula banyak hal yang tak habis saya lakukan. Intinya, kita harus bisa berkontribusi bagi dunia dengan melakukan hal yang bermakna sehingga memiliki kehidupan yang bernilai. Jangan menyia-nyiakan kehidupan kita. Jangan pula mengecewakan orang tua yang membesarkan kita dan guru-guru yang mendidik kita. Jadi, sepanjang hidup kita, kita sungguh harus menunaikan kewajiban kita.

Saya bersyukur kepada para guru setempat yang mengajar dengan segenap hati dan tenaga, juga bersyukur kepada murid-murid yang belajar dengan tekun. Setelah lulus, mereka berkontribusi bagi masyarakat di berbagai bidang dan profesi. Mereka bersumbangsih dengan tulus. Jadi, kasih sayang kita terhadap mereka juga membuahkan hasil. Saat setiap orang bertindak dengan tulus, seluruh dunia akan harmonis dan damai.

Membangkitkan akar kebajikan dan membangun harapan
Menggarap ladang batin dan memberikan pendidikan secara bertahap
Membina murid-murid yang rendah hati, ramah, sopan, dan memahami kebenaran
Mengairi dengan cinta kasih yang tulus untuk menumbuhkan tunas baru