“Pada tahun 1969, Griya Jing Si diresmikan. Sejak itu, Master mulai mengadakan retret tujuh hari. Tentu saja, Master selalu memimpin retret secara langsung. Saat itu, berhubung pesertanya tidak banyak, hal yang harus dilakukan tidak banyak dan Master dapat berfokus mengajari semua orang aturan dalam ajaran Buddha. Biasanya, seusai retret tujuh hari, orang-orang akan menyatakan berguru kepada Master. Namun, tahun itu, Master tidak mengizinkan hal ini. Mengapa? Karena ada orang yang tidak menaati aturan meski Master telah menghabiskan banyak waktu untuk mengajari mereka,” kata Hong Jing Yuan Kepala Divisi Penyuntingan Sejarah.
“Orang-orang yang menaati aturan merasa bahwa itu tidak berkaitan dengan mereka dan bertanya mengapa mereka juga harus dihukum. Master berkata, ‘Ini karena kalian tidak memperhatikan segelintir orang yang tidak menaati aturan itu. Karena kalian tidak memperhatikan mereka, mereka pun melanggar aturan dan merusak keharmonisan kelompok. Kalian hendaknya saling membimbing’,” lanjut kata Hong Jing Yuan.
“Jadi, tahun itu, Master tidak mengizinkan mereka untuk menyatakan berguru. Karena itu, anggota komite di Taipei, Jing Hong, berkata, ‘Master sangat ketat, sama seperti namanya.’ Master berkata, ‘Pikirkanlah, jika tidak ketat, bagaimana bisa saya membimbing kalian? Saya harus ketat karena keindahan kelompok terletak pada keindahan masing-masing individu’,” pungkas kata Hong Jing Yuan.
Pada masa-masa mengadakan retret tujuh hari, saya sungguh sangat ketat. Saat itu, saya masih muda dan energik serta memiliki kekuatan tekad dan ikrar. Saya berharap sepanjang hidup saya, saya dapat bersungguh-sungguh berjuang demi ajaran Buddha. Selain itu, saya juga harus berjuang demi semua makhluk. Saat itu, saya memiliki banyak waktu untuk berjuang demi ajaran Buddha. Setelah mulai berjuang demi semua makhluk, waktu saya pun terus berkurang.
Dalam berjuang demi ajaran Buddha, saya sangat ketat terhadap diri sendiri karena hanya dengan demikian, barulah saya bisa membimbing orang untuk menaati aturan. Jadi, saya sendiri harus menjadi teladan. Waktu telah merenggut banyak hal dari saya. Waktu saya terus dibagi-bagi hingga kini tidak bisa dibagi lagi. Seiring berlalunya waktu, usia kehidupan saya terus berkurang dan stamina saya terus menurun. Fungsi tubuh saya juga terus menurun seiring berlalunya waktu. Namun, yang membuat saya terhibur ialah waktu saya tidak berlalu sia-sia.
Dahulu, Griya Jing Si hanya seluas 126 meter persegi. Selain mengadakan retret tujuh hari, kita juga melakukan pradaksina. Setiap langkah kita harus diiringi Dharma. Melakukan pradaksina di ruang yang kecil ini tidaklah mudah. Mengenang masa lalu, banyak hal yang patut disyukuri. Saat itu, kita hanya memiliki belasan anggota komite. Mereka tidak hanya menaati aturan dan mempraktikkan Dharma, tetapi juga membimbing orang-orang yang bergabung setelah mereka untuk melakukan hal yang sama.
“Retret tujuh hari dihentikan pada tahun 1989 karena misi Tzu Chi berkembang dengan pesat. Bagaimanapun kita memperluas bangunan Griya Jing Si, itu tidak akan bisa mengimbangi kecepatan peningkatan jumlah insan Tzu Chi. Ditambah dengan kesibukan misi Tzu Chi, retret tujuh hari ini pun dihentikan,” kata Hong Jing Yuan Kepala Divisi Penyuntingan Sejarah.
“Master berkata bahwa kita hendaknya bisa melatih diri di setiap tempat dan dalam segala kondisi. Untuk melatih diri, insan Tzu Chi tidak harus duduk di alas duduk ataupun mengikuti retret tujuh hari di dalam ladang pelatihan. Asalkan Buddha senantiasa ada dalam hati kita, kita dapat melatih diri kapan pun. Karena itulah, Master berkata, ‘Saat kalian pergi untuk mengumpulkan donasi, Buddha selalu ada dalam hati kalian sehingga setiap langkah kalian selaras dengan hati Buddha. Inilah ladang pelatihan yang sesungguhnya,” pungkas Hong Jing Yuan.
Kalian mempraktikkan Dharma di dunia, membuka ladang pelatihan, dan membentangkan Jalan Bodhisatwa yang panjang. Hingga kini, kalian masih terus membentangkan Jalan Bodhisatwa yang tidak berujung ini. Jalan Bodhisatwa sungguh telah dipraktikkan di dunia.
Lebih dari 50 tahun yang lalu, toko kain Jing Yi, relawan kita, turut mendukung para bhiksuni di Griya Jing Si memenuhi kebutuhan hidup. Kita mengumpulkan kain perca dari tokonya untuk membuat sepatu bayi guna memenuhi kebutuhan hidup kita. Kita juga membongkar dan mendaur ulang kantong semen.
Saat itu, kantong semen terdiri atas empat lapis. Lapisan terdalam harus dilap kembali dan lapisan terluar harus digunting, lalu dijual ke toko perangkat keras. Di tengah-tengah, terdapat dua lapisan yang bersih dan kita gunting menjadi kantong pakan. Singkat kata, dahulu kita melakukan berbagai pekerjaan.
Kita juga membuat transom. Transom adalah jendela kecil di atas pintu. Itu adalah karya seni. De Ci sangat berbakat. Dia juga belajar mengukir. Kemudian, pekerjaan kita yang paling stabil ialah membuat kerajinan keramik. Hingga kini, kita masih membuatnya. Singkat kata, puluhan tahun ini, para bhiksuni di Griya Jing Si memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri dengan bercocok tanam dan membuat kerajinan tangan. Kini, ada banyak relawan yang kembali ke Griya Jing Si secara bergilir untuk membantu pekerjaan kita. Para relawan kita telah memberikan dukungan besar.
Saya sering berkata bahwa kita tidak menerima persembahan. Sesungguhnya, jika dipikir-pikir, saya telah menerima persembahan besar dari para relawan yang kembali untuk membantu pekerjaan para bhiksuni di Griya Jing Si. Saat insan Tzu Chi dari seluruh dunia kembali, saya selalu merasa penuh kehangatan.
Meneladan Buddha dan mewariskan ajaran dengan ketat
Mempraktikkan Dharma dalam setiap langkah
Berpegang teguh para tradisi Jing Si untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri
Melatih diri di ladang pelatihan Bodhisatwa untuk membimbing umat manusia