Kali ini, bencana melanda Taiwan Selatan. Saya sangat berterima kasih kepada anggota Tzu Cheng yang bergerak dengan begitu cepat dan tepat waktu. Semuanya menyatukan niat dengan tulus dan segera terjun untuk bersumbangsih. Saya sering berkata bahwa kalian, saya, dan bahkan mereka yang tidak hadir di sini pernah berada dalam kelompok Bodhisatwa di kehidupan lampau.
Kita semua memiliki cinta kasih. Kita telah mempraktikkan cinta kasih ini dengan nyata, tetapi masih ada sekelompok orang berhati baik yang tidak tahu tentang aksi kita dan tidak memiliki jalinan jodoh. Hendaknya kita membuat cinta kasih dan welas asih mereka terbangkitkan untuk bersama-sama mendedikasikan diri.
Kita memiliki begitu banyak orang yang baik hati. Selama kita memiliki niat untuk berbuat baik, semua orang akan mendukung dengan sukacita. Saya sangat berharap agar semuanya dapat membawa semangat dan nilai-nilai Tzu Chi dalam mencurahkan perhatian, merawat, dan menghibur para korban bencana. Selain itu, kita harus memperhatikan kondisi kehidupan dan menginspirasi mereka. Inilah yang disebut jalinan jodoh.
Dengan jalinan jodoh, kita dapat menginspirasi mereka untuk bergabung dengan Tzu Chi. Dengan demikian, orang-orang baik dan perbuatan bajik dapat berjalan beriringan bersama kita. Di masa depan, hingga jauh ke masa yang akan datang, dunia ini akan selalu membutuhkan orang baik yang tekun dan bersemangat.
“Saya sangat berterima kasih atas semua upaya relawan selama 2 bulan terakhir ini. Hari ini, para relawan yang hadir berasal dari berbagai tim, termasuk tim survei, tim administrasi, tim dokumentasi, dan tim koordinasi,” kata Wu Zong-hua, relawan Tzu Chi.
“Kami mulai bekerja pada tanggal 6 Juli dan selesai tepat pada tanggal 6 September, genap 2 bulan. Selama proses itu, semua kami lakukan sesuai prosedur, mulai dari segi bahan, pelaksanaan kerja, hingga tahap penunjukan kontraktor dan pemeriksaan hasil akhir. Semua dijalankan sesuai dengan aturan,” kata Pan Ji-li, relawan Tzu Chi.
“Yang paling penting bagi kami ialah membuat warga merasa bahagia dan puas. Oleh karena itu, kami sangat berharap bahwa bahan dan metode kerja bisa seragam, begitu pula bentuk dan tampilannya harus seragam. Ketua badan misi amal, Yan Bo-wen, berkata, ‘Bahkan, dalam hal budaya humanis pun kita harus seragam.’ Jadi, kita semua berjalan di jalur yang sama,” lanjut Pan Ji-li.
“Contoh hasil pekerjaan yang bisa kita lihat kali ini, kami letakkan di pusat pelayanan. Saya berharap bahwa apa yang kita kerjakan untuk membantu warga bisa diketahui dengan jelas oleh mereka. Mereka pun bisa melihat dan menyentuhnya secara langsung sehingga yakin dan percaya,” pungkas Pan Ji-li.
Kalian benar-benar melaksanakan setiap hal dengan sangat teliti.
“Kali ini, kami sangat berterima kasih kepada Master atas sumbangsih dan bantuan yang diberikan untuk desa kecil kami di Xiliao. Desa nelayan kami kebanyakan dihuni oleh para lansia. Jadi, ketika tim Tzu Chi datang membantu perbaikan, warga menjadi tenang. Kami sungguh berterima kasih kepada Master, juga kepada semua relawan atas kerja kerasnya. Kami benar-benar berterima kasih,” kata Ke Sheng-qiang, Lurah Xiliao.
Semuanya benar-benar bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus. Saya sering mengatakan bahwa kita harus menggunakan hidup ini untuk menjalankan Tzu Chi. Kalian tidak memikirkan usia yang sudah lanjut atau kondisi tubuh yang mulai lemah. Tidak ada yang memperhitungkan hal itu. Selama ada teman, kalian tetap berangkat bersama dan melakukannya dengan penuh sukacita.
“Setiap hari, saya melihat Ayah bolak-balik antara Kaohsiung dan Tainan yang jaraknya sekitar 200 kilometer. Biasanya, sampai di rumah sudah lewat pukul 11 malam, baru bisa tidur. Namun, sekitar pukul 2 atau 3 dini hari, saya mendengar suara dari kamarnya. Ia sudah bangun dan langsung memeriksa pesan untuk memastikan kondisi di daerah bencana, mengecek kemajuan pekerjaan, metode pengerjaan, dan bahan-bahan yang digunakan,” kata Pan Geng-mei, relawan Tzu Chi.
“Setiap hal kecil pun perlu ia tangani sendiri. Melihat sosok Ayah seperti itu, saya merasa tidak sampai hati. Matanya makin lama tampak makin merah. Namun, ketika saya memintanya untuk beristirahat, ia hanya berkata ingin terus melanjutkan pekerjaannya. Sebagai keluarga, kami tentu harus mendukung apa yang ia lakukan,” lanjut Pan Geng-mei.
“Jadi, saat saya menemaninya di daerah bencana, kebetulan pada masa itu bertepatan dengan Hari Ayah. Meski berada di lokasi bencana, banyak relawan Tzu Chi yang saling mendukung layaknya keluarga sendiri. Kami pun merayakannya bersama-sama,” pungkas Pan Geng-mei.
Saya sangat berterima kasih atas kekuatan cinta kasih yang kalian berikan, terutama tim dokumentasi. Kalian sudah melakukan peliputan dengan sangat baik dan berita-beritanya pun sudah tayang karena saya sempat melihatnya. Setiap kali melihat cuplikan itu, saya sungguh berterima kasih dari lubuk hati yang paling dalam.
Hari demi hari saya dipenuhi rasa syukur karena kalian melayani dengan kekuatan cinta kasih. Dua bulan ini, kalian terus bekerja tanpa lelah sejak pagi-pagi sekali di tengah cuaca yang begitu panas. Namun, justru di sanalah letak kebahagiaannya. Kalian tahu bahwa kebahagiaan yang saya maksud ialah ketika kalian benar-benar bersumbangsih. Dengan bersumbangsih, kalian telah menciptakan nilai dalam kehidupan dan sungguh merasakan kebahagiaan. Inilah kebahagiaan yang sejati.
Saya berharap bahwa semua orang bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Biarlah anak-anak kelak dapat berkata, “Ayah dan ibu kami di masa lalu telah berbuat banyak hal untuk Taiwan bersama dengan Tzu Chi.” Jadi, mewariskan permata keluarga bukan untuk memamerkan diri, melainkan agar generasi berikutnya tahu bahwa orang tua, kakek, dan nenek mereka pernah bersumbangsih bagi dunia bersama dengan keluarga besar Tzu Chi. Inilah permata keluarga.
Hari ini, saya ingin kembali menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada kalian semua. Saya tidak tahu bagaimana harus membalasnya, hanya bisa berharap setiap orang dapat meninggalkan jejak sejarah. Usia saya sudah lanjut. Saya sungguh berharap kita semua dapat terus mendorong hal ini agar jejak Bodhisatwa terus ada di dunia dan dapat diwariskan dari generasi ke generasi. Hanya dengan begitu, dunia akan damai.
Oleh karena kita semua berharap dunia damai, yang perlu kita lakukan ialah menciptakan berkah. Energi berkah dapat mengurangi bencana. Ketika semua orang menciptakan berkah, energi berkah akan terbentuk dan dapat mengurangi banyak bencana dan penderitaan. Jadi, kita harus terus berbuat baik untuk menciptakan berkah. Yang terpenting ialah generasi mendatang juga harus meneruskan semangat ini.
Kini, perubahan iklim makin nyata. Para ilmuwan pun terus mengungkapkan hal ini. Saya merasa sangat khawatir. Namun, Saudara sekalian, belakangan ini, saya terus mengingatkan diri sendiri bahwa khawatir itu tidak ada gunanya. Melihat kalian bersumbangsih dengan tulus, hati saya menjadi tenang. Namun, saya berharap kalian terus melakukannya.
Usia saya memang sudah lanjut dan semuanya juga bertambah tua, tetapi kita harus menyiapkan jalan bagi masa depan. Saya sering berkata bahwa kehidupan saya di masa mendatang bergantung pada jalan yang kalian bentangkan. Saya telah membentangkan jalan untuk kalian tapaki. Kalian juga harus membentangkan jalan agar saya dan generasi mendatang dapat kembali melanjutkan misi ini sehingga Jalan Bodhisatwa terus berkembang.
Jalan Agung yang lapang masih terbentang luas dan rata. Saya akan melanjutkannya lagi, bukan hanya seorang diri, tetapi bersama kalian semua. Di kehidupan berikutnya, kita semua bisa melanjutkan perjalanan ini. Jadi, hendaknya semuanya menapaki Jalan Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan.
Bergerak dengan cepat dan bersumbangsih dengan cinta kasih
Menghargai jalinan jodoh untuk membawa manfaat dengan cinta kasih dan welas asih
Mewariskan permara keluarga dalam mencurahkan perhatian dan membimbing semua makhluk
Melanjutkan misi Bodhisatwa di Jalan Agung