Sungguh, kita hendaknya takut terhadap bencana alam. Kekuatan alam sungguh sangat besar. Karena itulah, saya selalu berkata bahwa kita harus menghormati langit dan mengasihi bumi. Dalam keseharian, kita juga harus tulus menciptakan jalinan jodoh berkah. Ketiga hal ini harus selalu ada dalam pikiran kita setiap detik dan menit.

Kita harus selalu menghormati langit, mengasihi bumi, dan memperhatikan sesama manusia untuk menciptakan jalinan jodoh berkah. Setelah bersumbangsih, kita juga harus bersyukur dengan tulus. Jadi, setiap orang hendaknya senantiasa melakukan ketiga hal ini, yakni menghormati langit, mengasihi bumi, dan memupuk jalinan jodoh berkah. Antarmanusia hendaknya saling memotivasi untuk menciptakan berkah bagi dunia.

Bencana di Guangfu kali ini sungguh menunjukkan bahwa bumi sangat rentan dan kehidupan tidak kekal. Kita harus mengingat hal ini. Kita hendaknya selalu ingat dan mengerti bahwa kehidupan tidaklah kekal. Hubungan antarmanusia tidak kekal, perasaan manusia tidak kekal, teman bisa berubah menjadi musuh, fisik dan batin juga terus mengalami perubahan. Selain ketidakkekalan atau bencana karena ulah manusia, juga ada bencana akibat ketidakselarasan empat unsur alam.

Buddha telah mengingatkan kita untuk waspada terhadap ketidakkekalan hidup. Akibat bencana kali ini, Guangfu penuh dengan lumpur yang sulit dibersihkan. Pada saat seperti ini, warga setempat sungguh tidak berdaya. Namun, kita bisa melihat keindahan dan ketulusan masyarakat Taiwan.

Lihatlah, dalam waktu singkat, ada begitu banyak orang yang datang ke Hualien serta bergerak dengan tertib dan cepat. Semua orang bergerak bersama untuk membantu. Jadi, saya sangat bangga terhadap Taiwan. Warga Taiwan sungguh penuh cinta kasih. Sebagai insan media yang berbudaya humanis, kita hendaknya mengagumi semangat budaya humanis kita.

“Sebelumnya, ibu saya berkata pada saya bahwa beliau akan pergi ke Hualien untuk ‘bermain lumpur’. Mereka menyebut upaya pembersihan dengan ‘pergi ke Hualien untuk bermain lumpur’. Berhubung tengah meliput berita di daerah bencana, saya memutuskan untuk menemui ibu saya. Mencarinya sungguh tidak mudah karena setiap rumah penuh lumpur,” kata He Ren Jia-zhen, Wakil direktur Pusat Penyiaran Berita Da Ai TV.

“Setelah saya mengarungi lumpur dan akhirnya berhasil menemuinya, ibu saya sama sekali tidak memedulikan saya karena dirinya tengah sibuk membantu. Meski ibu saya telah berusia 73 tahun, punggungnya sangat tegak dan kakinya sangat kuat. Biasanya, jika diajak untuk berbelanja, beliau selalu berkata bahwa lututnya sudah tidak kuat. Namun, saat menjalankan Tzu Chi, terlebih membantu pembersihan, beliau bergerak lebih cepat dari yang lain. Saya hanya bisa berfoto bersamanya,” lanjut He Ren Jia-zhen.

“Ada banyak relawan yang sama seperti ibu saya. Mereka memiliki jalinan jodoh dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan Tzu Chi. Kita juga memiliki jalinan jodoh dan bersungguh-sungguh untuk menyiarkan berita tentang Tzu Chi dengan harapan dapat menyebarkannya ke seluruh dunia,” ujar He Ren Jia-zhen.

Dia juga datang dari Taitung?

“Benar, mereka datang dengan naik kereta api. Ibu saya telah datang dua kali,” jawab He Ren Jia-zhen.

Saya sangat bersyukur. Bencana kali ini termasuk bencana besar di Taiwan Timur. Lumpur kali ini sangat lengket. Jika kaki kita terjebak di dalam lumpur, sangat sulit untuk menariknya keluar. Karena itulah, dalam Sutra Buddha dikatakan bahwa jika terjebak di dalam lumpur, sulit untuk menyelamatkan diri. Sutra Buddha terus mengingatkan akan hal ini.

Saat kaki kita terbenam di dalam lumpur, menariknya keluar sangatlah sulit. Kini, kalian telah menyaksikannya sendiri. Jika menyentuhnya, kalian akan menyadari bahwa lumpur itu sangat lengket. Ia bukan hanya lengket, tetapi juga sangat berat. Kalian semua telah melihatnya. Sebagai insan media, kalian hendaknya mengambil lumpur itu secara langsung dan bersungguh hati menghayatinya. Dengan merasakan beratnya, hendaknya kalian dapat mengetahui besarnya kekuatan alam.

Kita harus memahami budaya humanis dengan kebijaksanaan. Memahami budaya humanis membutuhkan kebijaksanaan, bukan sekadar pengetahuan. Saat melihat sesuatu, kita harus menyerapnya ke dalam hati dan memahaminya. Inilah kebijaksanaan. Di Da Ai TV, tanggung jawab kita ialah membangkitkan kebijaksanaan orang-orang. Ini harus dimulai dari sumbernya, yaitu kita. Setelah memperoleh pemahaman dari pengalaman, barulah kita bisa mendeskripsikannya.

Kita hendaknya berusaha mendeskripsikannya agar bisa dipahami dengan mudah oleh orang-orang. Jadi, kita harus menggenggam kesempatan ini untuk membimbing orang-orang di seluruh dunia memahami penderitaan dari ketidakkekalan hidup. Kita harus menganalisis bencana ini dan mendeskripsikannya dengan baik agar orang-orang yang tidak hadir di lokasi juga dapat merasakan besarnya kekuatan alam lewat liputan atau artikel kita.

Kekuatan alam sangatlah besar dan tidak bisa dihentikan oleh manusia. Namun, semua orang tetap harus berdoa dengan tulus.

“Banyak orang di media sosial yang sama sekali tidak tahu apa yang terjadi. Ada banyak orang di Taiwan yang tidak tahu bahwa orang-orang di daerah bencana begitu bekerja keras. Ada sebuah video yang mengimbau orang-orang untuk kembali menjangkau daerah bencana. Video ini ditonton oleh sekitar 770 ribu orang. Jika kita melakukan tugas kita dengan baik hingga menyentuh hati orang lain, mereka akan terinspirasi untuk melakukan hal yang sama. Kami berharap orang-orang dari media sosial ini dapat berpartisipasi dalam kegiatan kita berikutnya,” kata Huang Ying-feng, Direktur Pusat Strategi Pengaruh Da Ai TV.

“Selama beberapa waktu ini, kita telah menerima respons yang sangat positif di internet. Saya merasa bahwa membuat makin banyak orang memahami hal-hal yang Tzu Chi lakukan, ini sangatlah penting,” kata Xiao Yi-jun, Penanggung jawab utama Pusat Misi Budaya Humanis Tzu Chi.

Jika ajaran kita dapat meresap ke dalam hati orang-orang, mereka akan tahu bagaimana berbuat baik, bagaimana mengasihi diri sendiri, dan bagaimana mengasihi lingkungan. Janganlah membuang sampah sembarangan.

Saya sungguh merasa bahwa dalam Empat Misi dan Delapan Jejak Dharma Tzu Chi, menggunakan kedua tangan yang bertepuk untuk melakukan daur ulang adalah imbauan yang sangat sederhana. Imbauan ini sudah tersebar luas. Seluruh insan Tzu Chi tahu bagaimana saya mengimbau orang-orang untuk melakukan daur ulang dengan kedua tangan yang bertepuk.

Konsep pelestarian lingkungan hendaknya diserap ke dalam hati dan dipraktikkan secara nyata. Semua orang hendaknya mengulurkan kedua tangan untuk melakukan daur ulang. Kita harus mengendalikan nafsu keinginan dan mengenal rasa puas. Hanya dengan mengendalikan nafsu keinginan dan mengenal rasa puas, barulah kita dapat menjaga kelestarian lingkungan.

Baik, hal yang disyukuri sangatlah banyak. Saya tidak bisa menceritakannya satu per satu karena keterbatasan waktu. Kita selalu menjalankan misi kita dengan kesatuan hati. Kini adalah waktunya kita mendedikasikan diri. Demikianlah kita mengembangkan nilai kehidupan.

Bumi sangat rentan dan bencana sulit dihentikan
Senantiasa takut terhadap kekuatan alam dan menciptakan jalinan jodoh berkah
Misi budaya humanis menyadarkan dan menyebarkan kebajikan
Mengendalikan nafsu keinginan, mengenal rasa puas, dan menjaga kebersihan dari sumbernya