“Kami ingin melaporkan kepada Master hasil pengamatan kami di daerah bencana, proses penyaluran bantuan dan pemulihan, serta kesan dan rasa haru para mahasiswa kita,” kata Liu Yi-jun, Rektor Universitas Tzu Chi.

“Begitu tiba di Guangfu, yang pertama kami lihat ialah debu yang beterbangan dan orang-orang dari berbagai wilayah di Taiwan dan luar negeri yang membantu sebagai relawan di Guangfu. Kami juga bertemu banyak bhiksuni Griya Jing Si yang selalu mengingatkan kami untuk minum banyak air dan menjaga keselamatan diri,” kata Zheng Ya-zhu, Mahasiswi keperawatan.

“Pemandangan di daerah bencana sangat menggugah. Kehangatan di sana terasa lebih mendalam. Orang-orang berhimpun di Guangfu hanya demi membantu para korban bencana. Meski berasal dari wilayah yang berbeda-beda, semua orang bagaikan satu keluarga. Kebajikan dan cinta kasih telah menyatukan kami semua,” lanjut Zheng Ya-zhu.

“Kami bukan hanya melihat kekuatan dari kekompakan, tetapi juga merasakan secara lebih mendalam bahwa kehangatan bisa dibagikan dan diperbesar kala orang-orang mengalami kesulitan dan membutuhkan,” pungkas Zheng Ya-zhu.

“Saya merasa bahwa kita tidak bisa mengendalikan arah arus air, tetapi kita dapat menentukan arah tujuan untuk hati kita,” kata Jiang Jin-ling, Asisten profesor jurusan keperawatan.

“Pada tahun 2019 di Mozambik, kami juga diterjang siklon besar bernama Idai. Saat itu, keluarga kami kehabisan makanan. Lalu, saya melihat Tzu Chi datang ke daerah kami untuk membantu. Tadinya, saya adalah penerima bantuan Tzu Chi. Kini, saya datang ke sini untuk menuntut ilmu dan berkesempatan untuk mengikuti banyak aktivitas,” kata salah seorang mahasiswa jurusan bahasa asing.

“Sebelumnya, kami pergi ke Chiayi untuk membantu pembersihan. Kali ini, kami membantu pembersihan di Guangfu. Melihat orang lain menderita, kami juga berempati terhadap mereka. Berhubung kami sudah mengerti kondisi seperti ini dan pernah mengalaminya, setelah datang ke Taiwan, kami pun berinisiatif untuk menolong orang lain,” lanjutnya.

“Saat menolong orang lain, saya merasa bahwa diri sendiri dipenuhi berkah. Saya memiliki tubuh yang sehat dan dapat bersumbangsih bagi orang lain. Saya ingin berkata kepada para korban bencana bahwa kita memiliki cinta kasih Tzu Chi. Kami akan selalu ada bersama kalian,” pungkasnya.

“Kami semua menghimpun kekuatan untuk menjangkau daerah bencana. Ini lebih baik daripada pergi sendirian. Makin banyak orang, makin besar kekuatan kita. Kita semua adalah manusia super,” kata Zhang Chun-pu, Ketua Tim Pusat Medis Simulasi.

Sungguh, kita bersumbangsih dengan tulus. Saya sering berkata bahwa kita harus bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus. Kita telah melihat bahwa Taiwan sungguh adalah permata. Kali ini, kita telah melihat kekuatan dari kesatuan di Taiwan. Kesatuan adalah motivasi yang sangat baik. Semua orang bersumbangsih bersama dan saling bersyukur. Selain kesatuan, juga ada rasa syukur terhadap sesama. Para korban bencana juga merasakan bahwa orang-orang datang untuk membantu mereka.

Berhubung bencana terjadi di Hualien, Tzu Chi tentu harus mengemban tanggung jawab sebagai tim tuan rumah. Ada banyak orang yang datang untuk membantu di daerah bencana. Kita sudah seharusnya mendukung sebagai tim tuan rumah karena kita memiliki banyak relawan. Orang-orang datang dengan tulus untuk bersumbangsih. Berhubung semua orang bergerak dengan cepat dan bekerja sama dengan harmonis, jalan bisa dibersihkan dalam waktu singkat dan tidak terlihat seperti baru dilanda bencana.

Meski tidak terjun ke lokasi secara langsung, saya terus mengikuti perkembangan penyaluran bantuan. Bagaimanapun, dalam bencana di Hualien kali ini, kita bisa melihat kestabilan Taiwan. Semua orang bisa teguh melakukan hal yang seharusnya dilakukan dengan sukacita. Jika bisa bersumbangsih, kita melakukannya dengan sepenuh hati dan tenaga. Jika tidak bisa, kita juga tidak berkeluh kesah. Saya bisa merasakan doa orang-orang dan melihat tindakan orang-orang yang begitu tertib. Jadi, saya sangat bersyukur.

Singkat kata, Bencana ini boleh disebut sudah berlalu, tetapi kita akan terus mencurahkan perhatian, terlebih terhadap kehidupan para korban bencana. Saat korban bencana membutuhkan bantuan darurat, kita harus segera bergerak. Ketika masa darurat berlalu, kita harus mulai melakukan kunjungan kasih. Kita harus berkunjung untuk mencari tahu berapa keluarga yang membutuhkan dan apa saja bantuan yang mereka butuhkan.

Kita perlu kembali pada rutinitas misi amal kita dan menambahkan orang-orang yang membutuhkan ke dalam daftar penerima bantuan jangka panjang kita. Sebelumnya, mereka mungkin tidak mengalami masalah sehingga kita tidak tahu bahwa mereka membutuhkan bantuan. Kali ini, mereka telah timbul ke permukaan dan kita hendaknya menggenggam momen ini untuk berkunjung dari rumah ke rumah.

Jika kekurangan tenaga, kita juga bisa menggerakkan pekerja sosial kita dari daerah lain untuk segera melakukan pendataan terhadap warga lansia sebatang kara, orang yang jatuh sakit, dan sebagainya. Kita harus melakukannya dengan sungguh-sungguh. Ini sudah seharusnya kita lakukan. Singkat kata, kita sungguh dipenuhi berkah.

Berkah harus diciptakan dalam keseharian. Kita juga harus membina rasa syukur, bersikap penuh pengertian, dan berlapang hati. Jika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, kita hendaknya bisa berlapang hati dan mendoakan orang lain. Saat ini, kita harus segera menggerakkan para pekerja sosial kita. Jika masih kekurangan tenaga, Universitas Tzu Chi juga bisa membantu.

“Begitu kami menyerukan hal ini, ada banyak mahasiswa yang langsung bergabung dalam barisan relawan. Mereka memberikan pelayanan di sebuah tempat penitipan anak di sekitar Pabrik Gula Guangfu. Di sana, mereka mendampingi anak-anak yang dititipkan di sana dan berinteraksi dengan mereka. Meski tengah libur panjang, semuanya mendedikasikan diri bersama dan melakukannya dengan sukacita,” kata He Yun-qi, Wakil rektor Universitas Tzu Chi.

Genggamlah momen ini untuk belajar. Ini bagaikan bermagang di lapangan untuk memahami kondisi orang yang membutuhkan. Saya merasa bahwa ini hendaknya bisa kita lakukan.

Mengenai baksos kesehatan, kita perlu memberi tahu tim medis kita untuk meneruskan pelayanan medis selama beberapa waktu lagi. Saat ini, para korban bencana mungkin tidak memperhatikan kondisi kesehatan mereka. Mereka mungkin masih sibuk membersihkan rumah mereka.

Setelah pembersihan rampung, mereka mungkin baru menyadari sakit pada tubuh mereka. Karena itu, tim medis kita hendaknya terus memberikan pelayanan medis di pedesaan. Semua ini dapat kita lakukan. Mari kita tulus dan bersungguh hati membantu mereka. Saya sungguh sangat bersyukur. Kita sangat beruntung.

Belakangan ini, saya sering berkata bahwa kita sangat beruntung. Karena itu, kita harus bersyukur, juga harus mawas diri dan berhati tulus. Ketenteraman tidak datang dengan sendirinya. Kita sangat beruntung dan dipenuhi berkah. Karena itu, setelah bencana ini berlalu, kita sungguh harus bersyukur. Hidup aman dan tenteram, kita hendaknya bersyukur.

Saat ini, kita juga harus memikirkan kembali bagaimana seharusnya kita mendidik murid-murid kita. Kita harus mendidik anak-anak agar mereka memahami apa peran yang akan mereka mainkan di masyarakat kelak. Di saat seperti ini, kita mengajak mereka untuk melihat penderitaan dan menyadari berkah.

Jika mereka masih ingin pergi untuk membantu, selama penyaluran bantuan kita belum berakhir, mereka boleh pergi, tetapi harus mendaftar terlebih dahulu dan bergabung dengan pekerja sosial kita agar keselamatan mereka lebih terjamin. Jadi, mereka masih bisa berpartisipasi dalam upaya penyaluran bantuan selama beberapa waktu. Saya sangat bersyukur dan terhibur. Meski terjadi bencana, tetapi sebagian besar orang aman dan selamat.

Memberikan bantuan darurat dengan hati yang tulus
Bekerja sama untuk menyalurkan bantuan dan saling bersyukur
Terus memberikan pelayanan medis dan dukungan tenaga
Mawas diri dan menciptakan berkah