“Tim relawan Singapura berharap dapat makin baik dalam mencurahkan perhatian dan menginspirasi para Bodhisatwa. Oleh karena itu, kami membentuk 3 tim pendampingan,” kata Ma Qing-hua, Wakil Ketua Tzu Chi Singapura.
“Tim pertama kami sebut sebagai ‘Tim Pembibitan’ yang bertugas menginspirasi dan mencurahkan perhatian kepada relawan baru. Tim kedua adalah tim pendamping pelatihan yang sebenarnya sudah ada sejak lama, tetapi kini kami ingin memperkuat pelaksanaannya dan menjalankannya dengan perencanaan lebih matang. Tim ketiga adalah tim pendampingan saudara se-Dharma,” lanjut Ma Qing-hua.
“Dalam beberapa hari terakhir, kami menemukan hal-hal berharga dari Yunlin, Chiayi, dan Tainan tentang bagaimana mencurahkan perhatian kepada saudara se-Dharma dengan lebih baik,” pungkas Ma Qing-hua.
“Master berkata bahwa kita harus merawat yang tua dan menginspirasi yang muda. Kami benar-benar mendengarkan ajaran ini dan melakukannya dengan baik. Semua murid Jing Si Singapura memusatkan perhatian untuk hal ini, yaitu bagaimana menjaga keberlangsungan, bagaimana meningkatkan kualitas, dan bagaimana mengajak lebih banyak orang bergabung menjadi murid Master. Kami telah melakukan banyak upaya dengan tekun,” kata Liu Rui-shi, Ketua Tzu Chi Singapura.
“Demi ajaran Buddha, kami bersedia. Demi semua makhluk, kami bersedia. Demi silsilah Dharma Jing Si dan mazhab Tzu Chi, kami memikul tanggung jawab. Kami akan menjadi murid-murid yang membuat Master merasa tenang.”
Saya merasa sangat bersyukur. Ketulusan dalam mewarisi silsilah Dharma ini begitu menyentuh hati saya. Mendengar laporan kalian, semuanya dipenuhi dengan kebahagiaan dan keharmonisan. Terlebih lagi, terlihat jelas bagaimana kalian membina Bodhisatwa baru sehingga jiwa kebijaksanaan mereka tumbuh dengan kokoh.
Sebagai insan Tzu Chi, kita sering berbicara tentang memelihara bibit. Sesungguhnya, bibit itu berasal dari benih yang telah bertunas. Benih itu sudah ada dari generasi ke generasi. Jadi, benih itu sebenarnya adalah pohon yang telah ada sejak lama. Hanya saja, kita melihatnya seolah-olah berasal dari ketiadaan, padahal sebenarnya memang sudah ada. Inilah yang disebut dengan eksistensi ajaib.
Kita mungkin tidak melihat dan tidak membayangkan tentang dari mana benih itu berasal. Tentu saja, benih itu berasal dari pohon yang kuat, berbunga, berbuah, dan menghasilkan benih lagi. Oleh karena itu, benih yang kita terima adalah kelanjutan dari kehidupan itu sendiri. Diperlukan adanya lingkungan yang mendukung agar benih bisa terus bertumbuh. Benih bisa tumbuh menjadi hutan yang dapat menjaga kesuburan tanah dan menyeimbangkan iklim. Inilah yang disebut daya hidup.
Manusia tidak bisa hidup tanpa pohon dan pohon tidak bisa tumbuh tanpa tanah. Tanah dan pohon pun membutuhkan sinar matahari dan sinar matahari perlu disertai dengan kadar air. Semuanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Inilah yang disebut sebab dan kondisi yang terhimpun.
Bodhisatwa sekalian, lihat dan dengarkanlah hal ini. Semua orang pada dasarnya memiliki hakikat kebuddhaan. Dengan menapaki Jalan Bodhisatwa, kita bisa mengenali keindahan batin di jalan ini. Dalam perjalanan yang panjang dan terus berlanjut ini, kekuatan batin kita bergantung pada diri sendiri, yaitu bagaimana kita membentangkan jalan di dalam hati. Terlebih lagi, dengan adanya jalinan jodoh antara Anda, saya, dan dia, apa yang bisa kita capai?
Membentangkan sebuah jalan menjadi hutan yang rindang memerlukan upaya kita semua. Namun, saya harus memberi tahu semuanya bahwa jalan ini tidak mudah untuk dilalui. Tanpa sumbangsih dan jerih payah, tidak akan ada kesempatan untuk menjadi Bodhisatwa. Untuk menjadi Bodhisatwa, kita harus sadar dan sabar. Setiap orang memiliki pandangan, pemikiran, dan kebiasaan yang berbeda-beda. Menyatukan semua orang untuk berhimpun dan saling bersyukur bukanlah hal yang mudah.
Saya sering berkata pada diri sendiri bahwa kita harus berterima kasih pada diri sendiri karena kita mampu bersabar. Jika tidak terus mengingatkan diri untuk bersabar, kita akan mudah merasa tidak cocok dengan orang lain. Jadi, kita harus saling memaklumi dan berlapang dada. Kita juga harus bersabar karena itulah cara untuk membina diri menjadi orang baik di dunia. Jika kita sendiri tidak bertekad dan menempa diri, bagaimana bisa menjadi orang baik?
Hendaknya setiap orang melatih diri sendiri, memaksa diri untuk mendukung pencapaian orang lain, dan mendorong diri untuk bersatu dengan orang lain. Bukan menuntut orang lain yang menyesuaikan diri dengan kita, melainkan kitalah yang harus berupaya mendekati mereka. Jika tangan orang lain di sini, tangan kita juga harus terulur untuk menyambutnya. Ketika orang lain sudah di sini, kitalah yang harus menjalin hubungan dengan mereka.
Kita ingin menciptakan lingkungan yang harmonis. Ketika ada seseorang di sini, kita harus mendekatinya. Jika tidak ada yang saling menggandeng, kita tidak akan pernah mendekat satu sama lain. Berdiri seorang diri akan merasa kesepian. Bila 2 orang bersatu dan saling mendekat, ini disebut dengan kesatuan. Hanya dengan bersatu barulah kita memiliki kekuatan. Kekuatan itu akan masuk ke dalam batin dan menciptakan kekuatan hati.
Hendaknya semua orang menyatukan hati untuk menciptakan kekuatan kesatuan. Hanya dengan itulah, Jalan Bodhisatwa dapat benar-benar hadir di dunia untuk melepaskan semua makhluk dari penderitaan. Kita sendiri juga termasuk makhluk hidup. Kita adalah makhluk awam yang tengah belajar menjadi Bodhisatwa. Hati manusia yang awam dan polos ini harus melewati Jalan Bodhisatwa untuk dapat melihat jalan sejati.
Kita harus melalui proses melihat dan tersadarkan. Kita harus melihat, memahami, menyadari, dan tercerahkan. Dengan begitu barulah kita bisa sampai pada akhir Jalan Bodhisatwa, yaitu kebuddhaan. Sebab itulah dikatakan bahwa semua orang pada dasarnya memiliki hakikat kebuddhaan. Semua makhluk dan Buddha itu setara. Jadi, kita semua juga setara.
Hendaknya semua orang bersatu dan menapaki Jalan Bodhisatwa. Ketika berbicara tentang “jalan”, kita memang membutuhkan kata-kata lewat mulut. Namun, kita juga harus memimpin semua orang untuk melaluinya. Bahkan, kita harus menggandeng tangan mereka dan menggenggam jalinan jodoh yang ada.
Membina tunas baru dan tekun menginspirasi
Terus berlatih mengembangkan kelapangan hati dan kesabaran
Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan kesatuan hati
Sadar lewat pembelajaran dan melihat kebenaran