Bodhisatwa sekalian, usia kehidupan kita terus berkurang seiring berlalunya detik demi detik. Seiring berlalunya setiap detik dan hari, usia kehidupan kita juga terus berkurang. Jadi, usia kehidupan kita berkurang seiring berlalunya waktu. Kita bagaikan seekor ikan di dalam guci yang terdapat sedikit kebocoran. Seiring waktu, air di dalam guci terus berkurang. Begitu air kering, ikan itu tidak bisa bertahan hidup. Jadi, usia kehidupan kita terbatas, bagaikan ikan di dalam guci yang bocor.
Ikan yang hidup di dalam air sangat sukacita. Bagaimana agar hidup kita juga penuh rasa sukacita? Kita harus memanfaatkan waktu dengan baik. Bagaimana hendaknya kita memanfaatkan waktu? Manfaatkanlah waktu kita untuk berbuat baik dan bersumbangsih bagi dunia. Daripada terpaku pada terbatasnya usia kehidupan, lebih baik kita menggenggam waktu untuk mengembangkan nilai kehidupan.
Saya sangat bersyukur di Yunlin dan Chiayi, para insan Tzu Chi sangat tekun dan bersemangat. Di sini, kita juga memiliki ladang pelatihan, klinik, dan rumah sakit. Kita telah memanfaatkan sumber daya yang ada untuk membalas kebaikan warga setempat serta melindungi kehidupan dan kesehatan dengan cinta kasih. Berhubung telah melakukan hal yang benar, kita harus mempertahankannya.
Para relawan Tzu Chi juga memberikan dukungan kepada badan misi kesehatan kita. Setiap hari, mereka bersumbangsih di rumah sakit dan membawa kehangatan bagi para staf medis kita. Singkat kata, setiap kali teringat bagaimana kita membangun rumah sakit di Dalin, saya merasa sangat takjub. Di atas lahan bekas ladang tebu, kita mendirikan sebuah rumah sakit besar di tengah sawah. Semua orang tahu bahwa tebu terasa manis. Di atas lahan bekas ladang tebu ini, rumah sakit kita menyebarkan kemanisan dan keindahan bagi warga setempat.
Selama pembangunan rumah sakit, ayah dan ibu mertua A-jing memasak teh setiap hari dengan pucuk tebu. Mereka menyediakannya setiap hari. Dari dimulainya pembangunan rumah sakit hingga rumah sakit resmi beroperasi, mereka terus menyediakan teh. Mereka bahkan masih menyediakan teh hingga sekarang. Saya sungguh bersyukur pada mereka.
Dengan mempertahankan cinta kasih yang dibangkitkan, mereka telah menciptakan pahala yang tak terhingga. Mereka telah bersumbangsih tanpa pamrih selama bertahun-tahun dan tetap rendah hati. Mereka saat itu masih begitu muda. Tanpa disadari, kini mereka telah lanjut usia. Ini bisa dilihat dari tampilan fisik. Begitu pula dengan saya.
Sebelum berjalan ke sini, saya harus melakukan persiapan terlebih dahulu. Saya berpikir, “Bisakah saya menegakkan badan dan melangkah dengan mantap?” Mengenai usia kehidupan, saya perlahan-lahan menghayatinya lewat tubuh sendiri. Sesuai hukum alam, usia kehidupan kita terbatas. Di usia tua, semua terasa seperti naik perosotan.
Saya mengingatkan diri sendiri untuk tidak berhenti karena setiap menit dan detik sangat berharga. Saya bahkan lebih bersungguh-sungguh untuk melakukan lebih banyak hal dengan menganggap satu detik sebagai dua detik. Jadi, jika saya beristirahat satu detik, berarti saya menyia-nyiakan dua detik; jika saya beristirahat satu jam, berarti saya menyia-nyiakan dua jam. Jika menyia-nyiakan waktu, saya merasa bersalah pada langit dan bumi.
Sejak lahir di dunia ini, saya telah mengonsumsi banyak sumber daya alam. Tanpa tanaman pangan, bagaimana tubuh saya memperoleh gizi yang cukup? Tanpa dilakukannya pembangunan di atas bumi ini, bagaimana kita memiliki ladang pelatihan? Jadi, apa pun yang kita lakukan, kita hendaknya senantiasa bersyukur.
Saya telah berusia lanjut, tetapi saya tidak menyerah. Meski kini energi saya terbatas, saya tetap tidak menyerah. Demikianlah saya menggenggam waktu. Dengan menggenggam waktu untuk melakukan sesuatu yang bermakna, kita dapat mengembangkan nilai kehidupan kita. Baik mengikuti pelatihan relawan, mendengar Dharma, berpartisipasi dalam pembagian bantuan, maupun bersumbangsih dan membawa manfaat bagi masyarakat, semuanya dapat mengakumulasi nilai kehidupan kita. Seluruh tindakan dan ucapan insan Tzu Chi selalu terarah dan bernilai.
Saya sangat bersyukur melihat praktik celengan bambu. Berkat semangat celengan bambu, kita dapat membangun Empat Misi Tzu Chi. Kita harus menstabilkan Empat Misi Tzu Chi dan terus mewariskannya hingga selamanya. Semangat Tzu Chi juga harus terus diwariskan. Untuk itu, kini kita harus meneruskan langkah yang mantap ke arah yang benar.
Saya bersyukur kepada Bodhisatwa sekalian yang telah menggalakkan praktik celengan bambu di berbagai toko sehingga toko-toko itu menjadi toko cinta kasih. Inilah pewarisan cinta kasih dan Dharma. Demikianlah kita mewariskan Dharma hingga selamanya. Apakah kalian mengerti? (Mengerti.) Terima kasih, Bodhisatwa sekalian. Mari kita tulus menciptakan berkah setiap waktu. Semoga di tahun yang baru, kita tetap hidup tenteram dan cinta kasih makin tersebar luas.
Menggenggam waktu untuk melakukan hal yang bermakna
Membalas kebaikan warga setempat dan menyebarkan kemanisan
Meneguhkan pikiran dalam usia kehidupan yang terbatas
Menciptakan berkah bersama untuk membawa manfaat bagi dunia