“Saya sangat bersyukur kepada Kakak Ju-zhu yang mengajak para muda mudi untuk membersihkan rumah penerima bantuan. Saat kami tiba di rumah penerima bantuan, berhubung rumah tersebut penuh dengan barang yang sudah tertumpuk bertahun-tahun, saya sangat khawatir mereka akan mundur. Tidak disangka, mereka menggulung lengan baju mereka dan berinisiatif untuk memulai pembersihan. Cuaca hari itu sungguh sangat panas. Semua orang bermandi keringat, tetapi tidak ada satu pun yang berhenti membersihkan rumah,” kata Chen Xing-tong relawan Tzu Chi.

“Para relawan Tzu Chi menghabiskan waktu dua bulan untuk berkomunikasi dengan pemilik rumah. Jadi, saya sungguh bisa merasakan budaya humanis Tzu Chi. Mereka memandang setara semua orang dengan hati yang murni dan tanpa gentar. Mereka sama sekali tidak merasa bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang luar biasa. Selain itu, mereka selalu bisa berpikir di posisi orang lain,” kata Zheng Ting-zhi relawan muda mudi.

Waktu terus bergulir. Satu hari terdiri atas 24 jam, tidak lebih dan tidak kurang. Dari generasi ke generasi, orang-orang terus berinteraksi. Dalam proses ini, cinta kasih selalu ada.

“Empat tahun lalu, saya datang ke Taiwan dari Vietnam. Saat baru datang, karena kendala bahasa, saya selalu sangat takut saat melakukan segala sesuatu. Saya juga tidak memiliki tujuan hidup. Kemudian, saya bertemu dengan Bibi Xiu-ying. Beliau memberi saya banyak saran dan memotivasi saya untuk mengikuti aktivitas Tzu Chi. Mereka selalu memberi tahu saya untuk meneruskan kekuatan dan cinta kasih saya kepada orang lain,” kata Li Qing-shui penerima beasiswa Tzu Chi.

“Saya sangat suka melihat mereka mengenakan seragam biru putih untuk menolong orang lain. Saya berharap kelak, setelah terjun ke masyarakat, saya juga bisa mengenakan seragam ini untuk menolong orang lain,” pungkas Li Qing-shui.

Buddha datang ke dunia demi mengajarkan praktik Bodhisatwa. Bodhisatwa sekalian, kalian semua adalah Bodhisatwa. Di Tzu Chi, kalian semua membasahi batin dengan cinta kasih. Setiap niat baik kita merupakan tetes demi tetes cinta kasih. Tetes-tetes cinta kasih ini membasahi batin kita. Dengan cinta kasih yang murni dan tanpa pamrih ini, kita bersumbangsih tanpa mengharapkan balasan. Demikianlah insan Tzu Chi bersumbangsih hingga kini.

Hampir 60 tahun yang lalu, saya membangkitkan sebersit niat. Saat itu, saya masih sangat muda. Saat itu, saya berpikir, “Sesungguhnya, apakah tujuan kita datang ke dunia ini?” Apakah yang terdalam dalam hidup ini? Apakah pengetahuan? Bukan, yang terdalam ialah hati manusia yang tidak mengenal rasa puas. Ini akan membuat kita sangat menderita. Yang seharusnya kita kejar ialah cinta kasih.

Cinta kasih ini harus berlandaskan kesadaran. Kita harus tersadarkan dan memperluas wawasan kita. Wawasan kita juga harus berlandaskan kebijaksanaan. Kita memperluas wawasan kita untuk melihat kondisi dunia ini.

“Empat tahun lalu, ayah saya tiba-tiba meninggal dunia karena kanker. Namun, pada masa-masa sulit ini, Tzu Chi muncul dalam hidup saya. Saat itu, Bibi Shu-mei mengunjungi kami secara berkala. Beliau bukan hanya membawakan bantuan materi, tetapi juga memberi kami perhatian tanpa pamrih dan kehangatan,” kata Cai Yi-cheng Peserta Program Pembinaan Muda Mudi Tzu Chi.

“Bibi Shu-mei menyarankan saya untuk mengikuti Program Pembinaan Muda Mudi Tzu Chi. Lewat pembelajaran interaktif dan pelayanan relawan, saya membina kekuatan lunak diri sendiri. Yang lebih penting, saya bisa memahami nilai dan makna dari kontribusi tanpa pamrih,” pungkas Cai Yi-cheng.

“Memberi perhatian kepada para kakek di rumah veteran merupakan tantangan yang paling berkesan bagi saya. Berhubung pendengaran mereka kurang baik, kami harus berbicara dengan lantang di dekat mereka agar mereka dapat mendengarnya. Namun, saat berinteraksi dengan mereka, saya mendapati bahwa banyak peserta Program Pembinaan Muda Mudi Tzu Chi yang dapat berkomunikasi secara baik dengan mereka,” kata Cai Cheng-xun Peserta Program Pembinaan Muda Mudi Tzu Chi.

“Saya pun mulai belajar dari peserta-peserta itu hingga akhirnya bisa dengan gembira berbincang-bincang dengan mereka. Hari ini, saya ingin berterima kasih kepada Tzu Chi yang memberi saya kesempatan ini. Pengalaman yang berharga ini sulit untuk didapatkan di sekolah,” pungkas Cai Cheng-xun Peserta Program Pembinaan Muda Mudi Tzu Chi.

Selain menjenguk kaum lansia di Rumah Veteran Fanglan, relawan kita juga mengajak kaum muda untuk mengunjungi penerima bantuan kita agar mereka dapat melihat beragam kondisi kehidupan di dunia. Buddha berkata bahwa kehidupan penuh penderitaan. Penderitaan merupakan kebenaran sejati. Lahir, tua, sakit, dan mati juga merupakan penderitaan. Saat seseorang menua dan jatuh sakit, yang paling ditakutkan ialah kematian.

Usia tua termasuk penderitaan. Kini, kita bisa melihat bahwa tubuh yang sudah menua tidak bisa bergerak dengan leluasa. Sekaya apa pun seseorang, dia tetap tidak bisa menghentikan penuaan. Hari ini, saya melihat banyak anak muda yang memiliki jalinan jodoh dengan Tzu Chi. Saya berharap kaum muda dapat lebih bersungguh hati mendedikasikan diri. Di Tzu Chi, kalian dapat melihat kebenaran di dunia. Ini merupakan jalinan jodoh yang sangat baik.

Saya ingin memberi tahu kalian bahwa kalian sungguh dipenuhi berkah. Kalian jangan sekadar melihat-lihat, lalu melupakannya. Setelah melihat sesuatu, kalian harus mengerjakan tugas. Saat melihat kaum lansia, tugas kalian ialah memikirkan mengapa manusia bisa menua. Kalian harus memikirkan saat seseorang menua, bagaimana kondisi kehidupan dan batinnya. Berhubung belum mencapai usia seperti itu, kalian tidak bisa memahaminya. Akan tetapi, setiap orang akan mengalami penuaan. Ini adalah hal yang baik karena menandakan bahwa hidup kita aman dan tenteram.

Dari fase lahir hingga tua, butuh waktu yang cukup lama. Dalam rentang waktu ini, bagaimana perubahan dunia dan kondisi luar? Kita tidak tahu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok. Intinya, kita tidak dapat menghentikan waktu.

Dahulu, kita sangat beruntung. Kelak, kehidupan seperti apakah yang ingin kita jalani? Setiap orang memiliki dunia yang berbeda. Setiap orang memiliki dunia masing-masing. Akan tetapi, setiap orang juga memiliki dunia yang sama. Kita hendaknya berusaha untuk mengubah dunia kita menjadi dunia tempat semua orang hidup tenteram dan bahagia. Untuk mewujudkan dunia yang damai dan masyarakat yang harmonis, kita membutuhkan waktu.

Saat ini, saya berharap semua orang aman dan tenteram. Saya berharap kaum muda yang diajak para relawan untuk bergabung dapat berinisiatif untuk mencari tahu seperti apakah dunia Tzu Chi. Dengan demikian, kalian akan tahu apa arti Bodhisatwa dalam ajaran Buddha dan mengapa kami menyebut satu sama lain Bodhisatwa.

Singkat kata, kita harus terus mencari tahu. Inilah kekuatan cinta kasih yang melampaui batasan agama dan negara. Intinya, bersumbangsih saja dengan cinta kasih yang tulus. Saya bersyukur dan mendoakan kalian semua. Mari kita lebih tekun dan bersemangat untuk mendedikasikan diri dan memahami Tzu Chi.

Nafsu keinginan tak berujung menyelimuti sifat hakiki
Bersumbangsih dengan cinta kasih berkesadaran
Empat fase dari tiga fenomena menunjukkan kebenaran
Menapaki Jalan Bodhisatwa dengan cinta kasih agung