“Kakak Yi-bing merupakan pelopor kendaraan daur ulang di Taichung. Bukan hanya Kakak Yi-bing yang mendedikasikan diri sebagai relawan daur ulang, istrinya, Kakak Lian-qing, juga melakukan daur ulang bersamanya. Dahulu, saat Master memberikan ceramah di pagi hari, beliau selalu naik sepeda pagi-pagi untuk menghirup keharuman Dharma. Beliau juga berbagi pengalaman dengan kami dalam kegiatan bedah buku. Beliau membagikan sukacita Dharma dalam melakukan daur ulang dan pemahaman dalam menjalankan Tzu Chi selama bertahun-tahun ini,” kata Li Yong-qing relawan Tzu Chi.

“Beliau berbagi semuanya dengan kami. Beliau juga melakukan survei kasus dan memperhatikan saudara se-Dharma bersama kami. Beliau sering berkata bahwa sumbangsihnya di kehidupan sekarang belum cukup. Saya lalu menyemangatinya dengan berkata, ‘Tidak apa-apa, kita bisa terus bersumbangsih di kehidupan berikutnya.’ Beliau berkata, ‘Bukan hanya kehidupan berikutnya, kita harus mengikuti langkah Master dari kehidupan ke kehidupan’,” pungkas Li Yong-qing.

Beliau adalah teladan. Teladan adalah orang yang menggenggam waktu untuk bersumbangsih secara nyata. Saya telah mendengar tentang beberapa relawan senior kita. Dahulu, saat pembangunan RS Tzu Chi Hualien rampung, kita sungguh sangat membutuhkan relawan untuk menunjukkan semangat Tzu Chi serta membantu para dokter dan perawat menghibur pasien. Jiwa kebijaksanaan dan filosofi Tzu Chi telah diteruskan dengan baik dari saat itu hingga sekarang.

Relawan pada masa-masa awal sangat berjasa dalam hal ini. Mereka sungguh merupakan teladan. Yang memprihatinkan ialah usia kehidupan yang terus berkurang seiring berlalunya waktu. Kelebihan dari waktu yang terus berlalu ialah kita memiliki ingatan tentang apa yang telah kita lakukan. Dengan bersumbangsih bersama, kita akan memiliki jalinan kasih sayang yang erat.

“Sejak RS Tzu Chi Hualien diresmikan, Kakak Zeng Yi-bing terus bersumbangsih sebagai relawan rumah sakit. Saat RS Tzu Chi Taichung membentuk tim pemerhati pasien kanker, beliau juga bergabung untuk mencurahkan perhatian,” kata Liu Yu-zhu relawan Tzu Chi.

“Papa Zeng bersumbangsih sejak RS kami diresmikan hingga kini. Sungguh, kami tidak bisa tanpanya. Beliau merupakan pejuang senior kami. Belakangan, karena kondisi kesehatannya, kami meminta Papa Zeng untuk membantu menulis kartu ucapan saja. Jika ada pasien yang meninggal di ruang perawatan paliatif, kami akan menulis kartu ucapan dan mengirimkannya kepada keluarga pasien,” kata Lin Yi-jia Kepala bagian pelayanan sosial RS Tzu Chi Taichung.

“Papa Zeng bertanggung jawab untuk menulis kalimat di atas kartu ucapan ini, termasuk alamat. Jadi, Papa Zeng dapat terus bersumbangsih sebagai relawan dengan cara yang berbeda. Di ruang perawatan paliatif, kami juga memiliki tempat untuk menyalin Sutra. Papa Zeng juga mendampingi keluarga pasien untuk menyalin Sutra,” pungkas Lin Yi-jia.

Jadi, dengan cinta kasih berkesadaran, semua orang menapaki Jalan Bodhisatwa bersama. Di antara kalian, terdapat jalinan kasih sayang dan persahabatan. Kini, saat berbagi tentang masa lalu, kita bisa menyebutkan siapa, kapan, dan apa yang telah kita lakukan bersama. Dengan adanya waktu, ruang, dan hubungan antarmanusia, terbentuklah jalinan kasih sayang yang sangat berharga.

Buddha sering mengulas tentang berkalpa-kalpa tak terhingga yang lalu. Belakangan ini, saya terus merenungkan hal ini dan menghayatinya secara mendalam. Tanpa jalinan jodoh dari berkalpa-kalpa tak terhingga yang lalu, bagaimana kita bisa memiliki jalinan kasih sayang yang begitu kuat dan mendalam? Meski ada sebagian relawan yang telah lanjut usia, kalian memperhatikan mereka dengan penuh cinta kasih dan segera membawa mereka ke sini untuk menemui saya saat saya berkunjung. Saya yakin bahwa kalian terkadang juga mengunjungi relawan kita yang telah lanjut usia.

Sebagai saudara se-Dharma yang memiliki guru dan jalan yang sama, jalinan kasih sayang di antara kalian sangatlah erat. Saya merasa bahwa ini sangat berharga. Dalam hidup ini, berapa banyak orang yang bisa kita kenal? Bergabung dengan Tzu Chi sangatlah baik karena kita dapat mengenal banyak insan Tzu Chi. Yang paling berharga ialah kita dapat bersama-sama menjalankan Tzu Chi.

Kini, saat mengenang masa lalu, kalian bisa berkata, “Saat kami masih muda atau paruh baya, Master membangun rumah sakit. Saat rumah sakit baru beroperasi, kami semua bersumbangsih sebagai relawan.” Sesungguhnya, relawan adalah orang yang bertekad dan berikrar. “Misi Tzu Chi merupakan bagian dari kehidupan saya. Inilah nilai kehidupan saya. Saya bersedia dan berikrar untuk bersumbangsih.” Karena itulah, insan Tzu Chi juga disebut relawan Tzu Chi.

Para relawan kita menjalankan misi amal, bersumbangsih sebagai relawan rumah sakit, membantu masyarakat, menyalurkan bantuan bencana internasional, dan menjalankan misi pelestarian lingkungan. Semua ini dilakukan tanpa pamrih. Para relawan kita bertekad dan berikrar untuk bersumbangsih dari lubuk hati mereka. Jadi, bersumbangsih sebagai relawan adalah bagian dari kehidupan kita.

Kita bertekad dan berikrar untuk bersumbangsih atas inisiatif diri sendiri. Inisiatif untuk bersumbangsih ini berasal dari lubuk hati kita. Saat bersumbangsih, kita dipenuhi sukacita dalam Dharma. Kita bukan terpaksa atau diupah. Orang yang diupah akan berhenti bergerak begitu jam kerjanya berakhir. Sebagai relawan, kita bersumbangsih siang dan malam dengan sukarela. Karena itu, kita bisa merasakan kemanisan dan sukacita Dharma dari lubuk hati. Insan Tzu Chi sering berkata, “Lakukan dengan sukarela, terima dengan sukacita.” Dengan demikian, kita bisa merasakan kemanisan. Singkat kata, saya sangat bersyukur pada kalian.

Saat ini, sesama relawan harus dekat satu sama lain. Kalian hanya bisa memiliki beberapa saudara yang seayah dan seibu. Di Tzu Chi, kita memiliki semangat Tzu Chi dan menumbuhkan jiwa kebijaksanaan. Saudara-saudara kalian memiliki bisnis masing-masing dan tujuan yang berbeda-beda, sedangkan sesama relawan memiliki tujuan yang sama dari kehidupan ke kehidupan.

“Saat baru pergi ke rumah perawatan, saya bahkan tidak memiliki tenaga untuk menarik selimut pada malam hari. Saya tidak bisa merasakan kedua kaki saya. Saya tidak memiliki tenaga sedikit pun. Saya berpikir bahwa jika saya tidak bisa berjalan, saya tidak bisa menapaki Jalan Bodhisatwa. Berhubung memiliki tujuan, saya pun sungguh-sungguh menjalani fisioterapi. Jika fisioterapis memberikan target untuk berjalan 5 putaran, saya akan berjalan 10 putaran,” kata Zhou Zhao-zi relawan Tzu Chi.

“Setiap hari Selasa dan Kamis, ada fisioterapis yang memberi kami latihan khusus. Saya selalu pergi setengah jam lebih awal. Saya merasa bahwa saya harus sangat giat berlatih agar kaki saya bisa berjalan. Kondisi saya pulih dengan baik. Kakak Ming-yue berkata, “Kakak Zhao-zi, Anda bisa menjadi relawan tetap di pusat penitipan lansia.” Jadi, saya tetap bisa bersumbangsih sebagai relawan di sana. Sehari bersumbangsih sebagai relawan, saya akan selamanya bersumbangsih sebagai relawan,” pungkas Zhou Zhao-zi.

Dalam perjalanan saya, saya terus mendengar dan melihat tentang pencurahan perhatian bagi saudara se-Dharma. Saya merasa bahwa di kehidupan sekarang, inilah yang membuat saya paling sukacita. Melihat semua orang bersumbangsih dengan sukarela dan sesama saudara se-Dharma begitu dekat, saya sungguh sangat bersyukur. Saat menginventarisasi kehidupan sendiri, saya juga merasa bahwa kehidupan saya bernilai.

Meneruskan jiwa kebijaksanaan dan membangun keteladanan
Menapaki jalan yang sama dengan kasih sayang tak berujung dan cinta kasih tak terbatas
Bertekad dan berikrar untuk bersumbangsih
Dipenuhi sukacita dalam Dharma setelah bersumbangsih tanpa pamrih