Bodhisatwa sekalian, waktu berlalu dengan sangat cepat. Kita melatih diri di dunia dengan harapan memperoleh kedamaian batin dan terbebas dari penyesalan setiap hari. Demikianlah pelatihan diri. Menjalani kehidupan dengan datar dan tenang, itu sudah cukup. Jika bisa demikian, saya merasa bahwa ini juga termasuk kenikmatan hidup.
Saat menginventarisasi kehidupan sendiri, setengah tahun terakhir ini seakan-akan termasuk kenikmatan hidup. Namun, apakah saya menikmatinya? Saya merasa khawatir setiap hari. Setiap hari, saya mengkhawatirkan banyak hal. Akan tetapi, apa yang bisa saya lakukan? Setiap hari, saat senja, saya baru mengakhiri pertemuan dengan orang-orang.
Saat akan memasuki ruangan saya, saya selalu memikirkan apa yang telah saya lakukan hari itu dan merasa tidak berdaya karena tetap ada banyak hal yang saya khawatirkan. Saya merasa bahwa telah melakukan banyak hal hari itu, tetapi saat dilihat secara keseluruhan, yang saya lakukan tidaklah banyak. Pada akhirnya, saya hanya bisa berkata pada diri sendiri, “Saya sungguh tidak berdaya.”
Ketidakberdayaan yang saya rasakan hari itu membuat saya menaruh harapan pada keesokannya. Karena itulah, setiap pagi, saya selalu dipenuhi harapan. Pada pukul 18.00, saya selalu melihat jam dan berkata, “Dari 4 x 6 jam dalam sehari, kita telah melewati 3 x 6 jam.” Jadi, jika dihitung-hitung, waktu kita tidaklah banyak. Waktu terus bergulir. Namun, di dunia ini, ada banyak orang yang selalu terbelenggu oleh berbagai hal. Hati mereka dipenuhi kerisauan sehingga kegelapan batin mereka makin menumpuk.
Dalam melatih diri, ada dua hal yang harus kita lakukan, yaitu memperbaiki kehidupan kita dan jangan menyinggung orang lain. Inilah yang disebut pelatihan diri. Jika tidak, kita mungkin akan berpikir, “Dia bersalah pada saya. Saya harus membalas perbuatannya.” Jadi, saat melihat orang tersebut mengalami hal yang tidak menyenangkan, kita merasa sukacita, seakan-akan kehidupannya yang penuh kesulitan merupakan harapan kita yang terwujud. Jika demikian, karma buruk kita akan bertambah.
Jika kita bersukacita atas penderitaan orang lain, tanpa disadari, akan tercipta karma dan jalinan jodoh buruk. Jadi, kita tidak memperbaiki diri ataupun mengikis karma dan jalinan jodoh buruk, malah menambahnya. Janganlah kita berbuat demikian.
Kita harus segera mengingatkan diri sendiri untuk berbelas kasih terhadap orang lain. Meski orang itu pernah bersalah pada kita, tetapi saat melihatnya dilanda penderitaan, kita hendaknya merasa tidak tega dan berusaha untuk menolongnya. Dengan demikian, tanpa disadari, kita mengikis karma buruk. Jika bisa demikian, keburukan akan berkurang dan kebaikan akan bertambah.
Jangan terus memikirkan keburukan masa lalu. Berjalanlah ke arah yang bajik dan manfaatkanlah waktu yang ada untuk menciptakan berkah bagi masyarakat. Dengan demikian, kita akan sangat sibuk. Aksara Mandarin “sibuk” terdiri atas aksara “hati” dan “mati”. Saat sibuk, kita akan melupakan ketidakgembiraan dalam hati kita. Dengan adanya berbagai kesibukan, kita melupakan semua perselisihan kita dengan orang lain. Kita hanya membangkitkan belas kasih saat melihat orang lain menderita.
Saat melihat orang lain mengalami kesulitan, kita berbelas kasih terhadap mereka. Jika bisa demikian, kita hendaknya mendoakan diri sendiri, “Kini, saya berada dalam pelatihan diri. Tekad pelatihan diri ini senantiasa ada dalam hati saya. Semua perbuatan saya adalah perbuatan baik. Saat membuka mulut, saya juga bertutur kata baik.” Kita bertutur kata baik, berpikiran baik, dan berbuat baik. Semuanya tentang kebaikan. Demikianlah kita memupuk berkah.
Dengan adanya tekad dan ikrar yang baik, niat kita untuk menciptakan berkah akan makin teguh tanpa mundur sedikit pun. Meski kita belum melakukannya, tetapi niat kita akan makin teguh dan mendorong kita untuk segera menolong sesama. Berhubung ada orang yang menderita, kita pun membangkitkan niat untuk bersumbangsih dan menciptakan berkah bagi masyarakat.
Ladang pelatihan kita terdapat di tengah masyarakat. Setiap orang merupakan ladang pelatihan kita. Bagaimana sikap orang-orang dan bagaimana sikap kita terhadap mereka? Pikirkanlah, setiap orang adalah ladang pelatihan kita. Kita hendaknya bersyukur ada ladang pelatihan seperti ini yang mendukung pencapaian kita.
Saat kita bertemu seseorang dan memberikan kesan yang baik padanya, berarti kita telah menjalin jodoh baik dengannya dan mendukung pelatihan dirinya. Jadi, Saudara sekalian, setiap orang adalah ladang pelatihan kita dan setiap tempat bisa menjadi tempat kita melatih diri. Manfaatkanlah waktu, ruang, dan hubungan antarmanusia. Inilah yang saya katakan pada kalian setiap hari. Di mana pun, dengan siapa pun, dan kapan pun, kita harus berusaha untuk menumbuhkan jiwa kebijaksanaan kita.
Mari kita lebih bersungguh hati. Janganlah kita melupakan hal-hal baik. Kita juga harus senantiasa menghapus hal-hal buruk dan jangan menyimpannya di dalam hati. Ini disebut menyucikan hati manusia. Saya melakukan perjalanan untuk menyucikan hati manusia. Karena itu, saya harus selalu mengingatkan diri sendiri untuk menyucikan hati diri sendiri. Jika tidak menyucikan hati diri sendiri, bagaimana bisa saya menyucikan hati orang lain?
Jika saya tidak mempraktikkan kebajikan, bagaimana bisa saya melihat orang lain mempraktikkan kebajikan? Jadi, kita juga harus melakukan hal yang sama. Demikianlah dunia ini. Jadi, mari kita menggenggam waktu, memanfaatkan hubungan antarmanusia, dan berdiri dengan mantap di ruang kita berada. Mari kita selalu bersungguh hati.
Memperoleh kedamaian batin dan menginventarisasi kehidupan sendiri
Menggenggam setiap detik dan menit untuk melenyapkan kegelapan batin
Menyucikan hati dan berbelas kasih untuk mengikis karma buruk
Membina berkah dan kebijaksanaan hingga selamanya dengan mempraktikkan Dharma