“Chen Yan-jing dan suaminya memiliki 3 putri. Putri bungsunya menderita lupus sejak kecil hingga harus menjalani cuci darah jangka panjang. Sang suami, Ma Ya-wu, juga dua kali terkena strok parah sehingga mengalami kondisi vegetatif persisten dan hanya terbaring di ranjang. Yan-jing mengungkapkan bahwa dia sempat beberapa kali ingin mengakhiri hidupnya. Namun, berkat ajaran Master, kita akhirnya bisa menemani Yan-jing melewati hari-hari tergelap dalam hidupnya,” kata Yuan Tian-long relawan Tzu Chi.
“Pada bulan Mei 2017, puluhan relawan hadir untuk berdoa bagi Ma Ya-wu. Ini sangat menyentuh hati Yan-jing. Dia lalu memutuskan untuk mendaftarkan diri sendiri dan putrinya, Ming-xia, dalam pelatihan relawan Tzu Chi di tahun itu dan belajar membantu orang yang membutuhkan. Dia tidak mengerti cara mengendarai mobil. Jadi, dia menggunakan kedua kakinya untuk terjun ke masyarakat dan menghimpun donasi dari orang-orang. Yan-jing juga membuat saya mengerti tentang ketidakkekalan hidup dan menyadari berkah dengan melihat penderitaan,” lanjut Yuan Tian-long.
“Dahulu, saya sungguh tidak mengenal rasa puas. Saya selalu sibuk mencari uang setiap harinya. Saat ada hal-hal yang tidak berjalan sesuai keinginan saya, saya mudah merasa kesal setiap harinya. Namun, setelah mengetahui kondisi Kakak Yan-jing, saya akhirnya menyadari sesuatu. Sebenarnya, jika membandingkan kondisi saya dan kondisi Kakak Yan-jing, masalah-masalah saya ini sangatlah sepele. Dapat dikatakan bahwa saya sangat beruntung. Master berkata bahwa dengan menyadari berkah setelah melihat penderitaan, kita akan tahu berpuas diri,” pungkas Yuan Tian-long.
Saat kita menyelami kehidupan manusia, kita akan tahu bahwa kehidupan manusia dipenuhi dengan penderitaan dan kekosongan. Kita sering kali menceritakan tentang orang-orang yang kita cintai dan sayangi. Kita tentu berharap mereka bisa bersama kita selamanya. Namun, dalam hidup ini, terdapat banyak penderitaan akibat keinginan yang tidak tercapai karena segalanya berjalan sesuai hukum alam. Benih yang ditabur di atas tanah membutuhkan berbagai kondisi pendukung untuk bertunas. Semua benih demikian.
Umur tanaman pangan mungkin tidak panjang, tetapi mereka merupakan bahan pangan yang menopang kehidupan kita. Setelah ditabur, benih tanaman pangan pun bertumbuh menjadi biji-bijian yang kembali menghasilkan benih yang tak terhitung. Selain itu, ada pula benih pohon. Saat sebutir benih pohon ditanam di dalam tanah, ia bisa bertunas dan tumbuh menjadi pohon kecil, lalu bertumbuh menjadi pohon yang besar.
Setiap hari, saya teringat akan dua pohon besar di Griya Jing Si. Saat pohonnya masih kecil, mereka ditanam berdekatan. Sekarang, akar dari kedua pohon besar ini pun saling tumpang tindih. Jadi, meskipun diterjang topan yang dahsyat, saya tidak perlu mengkhawatirkan kedua pohon besar yang berdekatan dan menahan satu sama lain ini.
Setiap kali relawan senior kita kembali, saya selalu memikirkan bagaimana kalian mempertahankan keyakinan dan ikrar sehingga bisa memiliki kekuatan yang besar, seperti dua pohon besar yang akarnya sudah tertanam dengan stabil dan mendalam di tanah. Para relawan senior sering menggandeng tangan para relawan lainnya, lalu berkata, “Master, mereka adalah anak-anak ayam saya.” “Anak ayam” merupakan sebutan penuh kasih sayang yang diberikan oleh insan Tzu Chi.
Lihatlah bagaimana induk ayam mengerami telurnya. Ia selalu menjaga telurnya dengan ketat serta memberikan kehangatan dan cinta kasih hingga telurnya retak dan anak ayam yang menggemaskan menetas. Induk ayam juga terus melindungi anak ayam hingga mereka cukup kuat untuk bertahan hidup sendiri. Inilah semangat induk ayam menjaga anak ayam. Anggota komite ataupun Tzu Cheng senior juga memiliki semangat ini dan mewariskannya dari generasi ke generasi.
Kita harus terus menginspirasi orang-orang untuk bergabung dengan kita. Jangan berhenti karena sudah menetaskan anak ayam. Ada banyak orang yang memiliki jalinan jodoh dengan kita dan sedang menunggu kita mengepakkan sayap, memanggil, mendekati, dan membawa kehangatan bagi mereka. Ini hendaknya terus dilakukan hingga selamanya, bukan hanya di kehidupan sekarang. Kita perlu melakukannya dengan teguh. Saya yakin bahwa saya juga bersama dengan kalian di kehidupan lampau. Karena itu, pada kehidupan sekarang, begitu melihat saya, kalian semua langsung menghampiri saya. Ini berkat adanya jalinan jodoh.
Saya sangat senang melihat kalian kembali dari tempat yang jauh. Saya telah melihat kalian mempraktikkan Dharma serta membina kondisi batin yang indah dengan meringankan penderitaan di dunia. Mengapa orang-orang begitu menderita? Terkadang, itu karena hidup kita sangat singkat dan kita tidak bisa selalu bersama dengan orang yang kita kasihi. Mungkin mereka yang kehilangan kita atau kita yang kehilangan mereka. Intinya, orang yang kehilangan adalah orang yang paling menderita. Beruntung, kita telah menyelami ajaran Buddha.
Sebagai manusia, kita pasti mengalami penderitaan dan mengekspresikan kesedihan kita saat kehilangan orang yang kita sayangi. Meskipun kita bisa mengatakan bahwa kita sudah berpikiran terbuka dan merelakan, tetapi ingatlah bahwa kita hanya manusia biasa yang boleh mengungkapkan bahwa kita merasa tidak rela dan menderita. Namun, apa gunanya merasa menderita dan tidak rela? Kita hendaknya bisa melampauinya dengan belajar menapaki Jalan Bodhisatwa.
Penderitaan dan kekosongan dalam kehidupan adalah kebenaran sejati
Sulit untuk berpisah dengan orang yang dikasihi
Mengasah hati dan tekad untuk menapaki Jalan Agung
Merentangkan sayap untuk melindungi orang yang berjodoh