Dalam kehidupan ini, ada banyak hal yang tak habis untuk dipelajari. Banyak prinsip kebenaran yang tak habis dipelajari dari kehidupan ke kehidupan. Saat ini, kita akan membahas kembali hal yang berhubungan dengan kampung halaman Buddha, yaitu Nepal. Misi Tzu Chi dapat dimungkinkan di sana karena adanya tekad dan ikrar dari para relawan. Berkat jalinan jodoh, semuanya dapat berhimpun.

Saya sering berpikir bahwa saya harus berterima kasih kepada diri sendiri. Setiap orang yang duduk di tempat ini hendaknya berterima kasih pada diri sendiri karena pernah menjalin jodoh baik. Jalinan jodoh bukan diberikan oleh orang lain, melainkan diciptakan oleh diri kita sendiri. Jalinan jodoh terbentuk dari kehidupan masa lalu kita. Oleh adanya sebab masa lalu, barulah ada kondisi saat ini.

Dalam kehidupan saat ini, kita juga tengah menciptakan jalinan jodoh. Setiap pikiran yang timbul dan langkah yang kita ambil akan berdampak pada kehidupan kita esok hari dan seterusnya. Hendaknya kita menggenggam waktu saat ini. Saya sering mengatakan bahwa janganlah kita melupakan 86.400 detik dalam sehari. Setiap detik adalah ujian bagi kita, terutama bagi pikiran kita. Pikiran mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Inilah pikiran manusia.

Ketika mendengar sebuah kisah dan tersentuh, kita akan membangkitkan kekuatan untuk berbuat baik. Namun, apakah pikiran dan kekuatan itu akan tetap ada dalam hati kita? Apakah tekad dan ikrar yang kita bangun sungguh-sungguh terukir dalam hati kita? Jika ya, itulah tekad awal yang kita tanam dan akan menjadi landasan bagi segala yang kita praktikkan.

Saya sangat bersyukur karena telah membangun telah awal. Lihatlah Liu Ji Yu dan Jian Ci Lu. Saat itu, saya meminta mereka untuk menggarap ladang berkah di Malaysia dan membina insan berbakat di sana. Setiap orang memiliki ladang batin. Setiap ladang batin memerlukan hujan dan embun untuk melembapkannya, sama halnya dengan bumi ini.

Manusia hidup di bumi yang sama dengan jalinan jodoh yang berasal dari ladang batin. Ada benih sebab dan kondisi di dalam batin kita. “Sebab” bagaikan sebutir benih. Bagaimana dengan “kondisi”? “Kondisi” bagaikan tanah. Setelah benih ditabur di tanah, dibutuhkan adanya hujan dan embun sehingga benih dan tanah dapat menyatu. Selama benih itu matang dan terkondisi untuk menyatu dengan tanah, benih ini akan terus menghasilkan di tanah itu.

Ci Lu dan Ji Yu telah menerima ajaran saya dan menyerapnya ke dalam hati. Dengan Dharma yang ada di dalam hati, mereka dapat menginspirasi banyak orang. Mereka telah menerima ajaran saya dan membagikannya kepada semua orang. Tentunya, mereka juga mempraktikkannya. Jadi, mereka berdua bagaikan hujan dan embun yang selalu melembapkan ladang batin setiap orang.

Saat ini, banyak orang memiliki ladang batin yang sangat kering sehingga memerlukan hujan dan embun untuk melembapkannya. Begitulah prinsipnya. Mereka telah menyebarkan ajaran Tzu Chi di sana. Kalian semua adalah benih yang telah matang bagaikan pohon yang telah berbuah. Padi yang sudah siap dipanen awalnya adalah sebutir benih yang tumbuh menjadi tanaman padi.

Ji Yu dan Ci Lu selalu menggunakan kata-kata penuh cinta kasih untuk memuji semua orang, “Anda melakukannya dengan baik. Kami membutuhkan Anda.” Dengan demikian, orang-orang tetap bertahan. Selain bertahan, mereka juga membangkitkan kekuatan untuk turut menabur benih dan menghasilkan benih yang lain. Bagi benih-benih yang menjadi guru, mereka juga akan menghasilkan panen yang berlimpah. Hal ini sangatlah bernilai, bagaikan tanaman pangan dan biji-bijian yang tumbuh untuk mempertahankan kehidupan manusia. Kita telah memiliki panen yang berlimpah.

Hari ini, ketika melihat semuanya, saya merasa bahwa kalian semua telah memiliki benih yang baik di dalam batin. Benih yang telah berisi juga akan membuat hidup setiap orang penuh arti dan ajaran ini dapat diteruskan ke negara lain.

“Ketika memperkenalkan semangat celengan bambu kepada siswa di kelas 1 SD, saya juga membagikan tentang perencanaan keuangan melalui konsep tiga cangkir, yaitu cangkir masa depan, cangkir konsumsi, dan cangkir membantu orang lain. Saya berharap anak-anak dapat membangun kebiasaan baik untuk menabung dan dapat menggunakan uang sendiri untuk membantu orang lain,” kata Zhou Shu-fen Guru SD Internasional Tzu Chi.

“Saya sangat bersyukur karena mereka semua sangat bijaksana. Selain menyiapkan sendiri tiga celengan, mereka juga memasukkan uang yang diberikan orang tua ke dalam celengan. Mereka tahu bahwa dalam melakukan kebajikan, mereka tidak boleh ketinggalan. Jadi, mereka berusaha untuk mengajak keluarga, saudara, dan teman mereka untuk turut mempraktikkan kebajikan,” pungkas Zhou Shu-fen.

Lihatlah semuanya yang ada di sini. Usia 40 hingga 50 tahun adalah usia terbaik. Inilah yang disebut dengan usia emas. Saat ini, kalian sudah sangat dewasa. Hendaknya kalian dapat menggenggam jalinan jodoh dan waktu dengan sepenuh hati.

Saya sering mengakhiri pembicaraan saya dengan berkata, “Hendaknya semua bersungguh hati.” Jika tidak bersungguh hati pada saat ini, kita akan melewatkan jalinan jodoh yang ada. Jadi, hendaknya kita mendengarkan Dharma. Setelah mendengarkan, kita akan mengingatnya dan menyimpannya di dalam hati. Dengan hanya mengingat dan menyimpannya dalam hati, apakah ada gunanya? Tidak ada gunanya jika kita tidak mempraktikkannya.

Saya selalu memuji relawan Malaysia. Relawan Malaysia sangatlah tekun dan bersungguh-sungguh dalam mendedikasikan diri. Saya memiliki sekelompok murid di Malaysia yang sangat dekat dengan hati saya. Semuanya telah menginspirasi banyak orang dengan cinta kasih. Jika Dharma dapat diwariskan dari generasi ke generasi, akan ada lebih banyak orang yang terinspirasi. Sebutir benih dapat menghasilkan segenggam bulir padi; sebutir benih dapat tumbuh menjadi pohon besar yang berbunga dan berbuah setiap tahun. Jadi, sebutir benih sangatlah penting.

Menggenggam jalinan jodoh dan melewati tantangan di setiap detik
Membasahi tanah dengan tetesan embun dan membentuk hutan Bodhi
Meneruskan energi kehidupan tanpa batas
Menyerap Dharma ke dalam hati dan mempraktikkannya dengan tulus