“Saat saya berlutut, hati saya menjadi tenang dan saya pun membungkukkan badan. Pada momen itu, saya berdoa dengan tulus semoga dunia terbebas dari bencana,” kata Zhan Yue-e relawan Tzu Chi.

“Setelah mengikuti ritual namaskara, saya merasa lega dan kaki saya pun tidak sakit,” kata Zhao Hui-zhen relawan Tzu Chi.

“Saya semula sudah berencana untuk mengikuti ritual namaskara kali ini. Akan tetapi, ketidakkekalan datang sehingga saya terkena strok dan harus menjalani operasi karena terdapat gumpalan darah di otak saya. Saya sendiri tahu bahwa saya tidak mungkin makin lama makin muda. Usia saya hanya akan terus bertambah. Karena itu, dapat berpartisipasi dalam ritual namaskara hari ini, saya harus menggenggam kesempatan ini,” kata Chen Mei-yun relawan Tzu Chi.

Bodhisatwa sekalian, sungguh, waktu terus bergulir. Di luar, kita bisa melihat dua batang pohon plum yang tidak pernah berbunga. Saya sering berjalan-jalan di sana. Setiap hari, saat saya memiliki waktu luang dan kondisi tubuh saya memungkinkan untuk pergi ke luar, saya akan berjalan-jalan di sana pada pagi hari. Saya sering berdiri di sana untuk melihat kedua batang pohon plum itu. Ada pula dua pohon lainnya yang salah satunya agak jauh di belakang.

Di ruang yang kecil ini, saat saya menatap beberapa batang pohon ini, berbagai ingatan terus muncul dalam benak saya. Jadi, semua ingatan itu muncul dalam benak saya setiap hari. Ingatan itu terus tersimpan dalam benak saya, tetapi sesuai hukum alam, usia kehidupan saya terus berkurang. Pohon pun terus menua, apalagi manusia. Intinya, seiring berlalunya waktu, kehidupan makin rapuh. Namun, jalinan jodoh sepanjang perjalanan saya selama ini membuat saya merasa bahwa kehidupan saya bermakna.

Belakangan ini, saya selalu berkata bahwa dengan tidak menyia-nyiakan waktu, kehidupan kita akan sangat bernilai. Saya berharap setiap orang dapat memanfaatkan kehidupan masing-masing. Mari kita menggenggam waktu untuk mempelajari kembali sejarah-sejarah kita. Baik kisah-kisah penting, gagasan yang selalu ada dalam pikiran saya, maupun kata-kata yang pernah saya katakan, semua yang telah mendukung pencapaian di dunia hendaknya dipelajari kembali dan dirapikan. Baik Almanak Tzu Chi maupun buku lain yang telah diterbitkan, saya sering membuka untuk membacanya dan sangat tersentuh. Jadi, ini demi membalas kebaikan seluruh insan Tzu Chi.

Saya juga menantikan buku seri tentang para anggota komite kita yang kini tengah dikerjakan. Semua ini harus kita wujudkan satu per satu. Contohnya, para Bodhisatwa dari Malaysia dan Singapura yang terus mendengar saya berkata bahwa saya berharap dapat membawa manfaat bagi tanah kelahiran Buddha.

“Tema pemandian rupang Buddha kami tahun ini adalah ‘Bertemu dengan Buddha’. Kami sangat bersyukur memiliki kesempatan untuk datang ke Lumbini, tanah kelahiran Pangeran Siddhartha. Kami tidak hanya bertemu dengan Buddha, tetapi juga menyertai Buddha,” kata Chen Ji-min Wakil ketua Tzu Chi Malaysia.

“Di sini, Tzu Chi telah banyak memberikan bantuan. Karena itu, warga datang ke sini untuk mengikuti acara tahunan Tzu Chi ini. Para relawan dapat menginspirasi orang-orang di sekeliling mereka. Mereka bagaikan sebuah pelita yang dapat menyinari orang-orang di sekeliling mereka,” kata Bhiksu Ming Le.

Buddha telah menemukan jalan agung menuju pencerahan. Setelah Buddha mencapai pencerahan, ajaran-Nya telah diwariskan dari generasi ke generasi selama lebih dari 2.500 tahun hingga sekarang. Intinya, saya sangat bersyukur kepada para Bodhisatwa dari Singapura dan Malaysia yang telah mengembangkan potensi besar di sana.

Kita berharap dan memahami ajaran Buddha tentang pengetahuan benar, pandangan benar, dan ajaran benar. Kita harus kembali pada pengetahuan benar, pandangan benar, dan ajaran benar. Kita bisa melihat insan Tzu Chi di seluruh dunia mengadakan upacara pemandian rupang Buddha. Mereka berusaha untuk mengadakan upacara yang agung agar orang-orang dapat memperoleh Dharma dalam upacara tersebut.

Insan Tzu Chi di berbagai wilayah mengadakan upacara pemandian rupang Buddha yang sangat agung. Kita telah memperagung ladang pelatihan. Baik di taman, di plaza yang disediakan oleh pemerintah, atau di Aula Jing Si yang memiliki ruang yang luas, kita selalu harus mempersiapkan lokasi. Kita membersihkan dan mempersiapkan lokasi dengan sepenuh hati. Lingkungan yang dibersihkan untuk upacara sungguh dapat menyucikan jiwa dan raga orang-orang. Dengan ketulusan, lingkungan yang bersih dapat menyucikan hati orang-orang. Sesungguhnya, pemandian rupang Buddha bertujuan untuk menyucikan hati diri sendiri.

Satu-satunya doa tulus orang-orang dalam upacara ini adalah dunia tenteram dan terbebas dari bencana. Namun, agar dunia benar-benar terbebas dari bencana, yang paling dibutuhkan ialah membimbing orang-orang menuju arah yang bajik. Saya berharap kita dapat terus-menerus saling memuji dan melihat bagaimana insan Tzu Chi di berbagai wilayah bersungguh hati mengadakan pemandian rupang Buddha. Semua ini menunjukkan cinta kasih insan Tzu Chi.

Baik di ruang yang besar, menengah, maupun kecil, insan Tzu Chi selalu sangat bersungguh hati. Inilah yang disebut ketulusan. Tanpa memandang skala upacara, baik besar, menengah, maupun kecil, semua orang dengan tulus berdoa semoga dunia tenteram dan iklim bersahabat. Inilah harapan kita. Kita hendaknya mempertahankan ketulusan ini setiap waktu.

Saya sangat tersentuh oleh kesungguhan hati insan Tzu Chi di seluruh Taiwan. Baik mempersiapkan maupun membersihkan lokasi upacara, semuanya dilakukan dengan hati yang tulus. Hendaklah kita mempertahankan ketulusan ini setiap hari. Setiap hari, kita harus menjadikan ajaran Buddha sebagai landasan dan mempraktikkannya untuk membimbing semua makhluk. Jadi, Dharma selalu ada dalam hati kita. Kita selalu berpikir demi kepentingan semua makhluk dan bersumbangsih bagi dunia.

Mencatat kisah kehidupan dan menulis sejarah
Mengenang keluhuran Buddha dalam upacara pemandian rupang Buddha yang agung
Mempraktikkan ajaran Buddha di jalan menuju pencerahan
Menjadikan Dharma sebagai landasan dengan tulus