“Kita membuat ini sebagai instrumen penyebaran Dharma, Konsep pembuatan instrumen ini dimulai dari sebuah bola permata yang melambangkan kekuatan 50 sen. Ia bergulir melewati garis waktu perkembangan Empat Misi Tzu Chi dan Delapan Jejak Dharma. Dunia Tzu Chi dimulai dari himpunan donasi 50 sen melalui celengan bambu. Uang 50 sen yang berwujud dan terlihat itu sebenarnya mengandung cinta kasih yang tak berwujud. Uang 50 sen ini membuat kekuatan cinta kasih terus berlanjut serta menginspirasi orang-orang untuk memperluas, menggabungkan, dan menghimpun hati mereka semua,” kata Chen Li-fen relawan Tzu Chi.

“Awal dari kekuatan 50 sen ini sebenarnya berasal dari welas asih, kekuatan ikrar, dan kebijaksanaan Master. Jadi, ia sungguh bagaikan bola permata yang berharga. Kakak Pei-shu menyarankan agar memasukkan konsep lintasan bola permata ini ke dalam halaman kitab Sutra Makna Tanpa Batas. Ketika bola ini sedang bergulir ke tulisan ‘misi amal’, akan muncul cerita representatif yang memperlihatkan aktivitas amal kita. Begitu pula ketika bola itu menggelinding ke tulisan ‘misi kesehatan’ ataupun ke Delapan Jejak Dharma,” pungkas Chen Li-fen.

Saya percaya bahwa setiap orang di sini punya banyak hal yang ingin diungkapkan dari hatinya karena setiap orang yang duduk di sini hari ini berasal dari tempat Tzu Chi bermula. Tzu Chi dimulai di Hualien. Orang-orang dan kekuatan pendorongnya juga berasal dari Griya Jing Si, dengan semangat celengan bambu yang dimulai saat itu. Singkat kata, tetes-tetes air yang kecil itu telah membasahi tanah dan memelihara tempat ini.

Berkat adanya tetesan air yang terus turun ini, sebidang tanah ini pun menjadi basah. Air yang turun membasahi tanah tidak hanya setetes. Ia bagaikan embun pagi yang tidak terlihat, tetapi dapat melembapkan tanah dan alam ini. Sama halnya dengan niat baik kita, meskipun wujud dari niat baik ini tidak terlihat, tetapi semuanya bertindak dan mengerahkan tenaga dengan kesungguhan hati. Kita memang selalu ingin memulainya, tetapi jika tidak ada orang-orang yang bersedia bergerak, kekuatan kita tidak akan bisa keluar.

Setiap hari yang kita jalani akan menjadi sejarah. Sejarah terbentuk dari setiap menit dan detik yang berjalan. Mengenai waktu, satu hari terdiri atas 86.000 detik. Setiap hari, saya menghitung tiap detik yang saya lewati. Dalam setiap detiknya, terdapat Dharma sejati di kehidupan ini karena fase lahir, tua, sakit, dan mati tidak pernah lepas dari hitungan detik dan detik demi detik ini terus berjalan.

Dalam kehidupan kita, kita sendirilah yang menentukan apakah setiap detiknya akan menjadi berkah atau bencana. Jika kita menggunakan setiap detik untuk menciptakan berkah, berkah itu akan terakumulasi. Namun, jika pikiran kita menyimpang, yang akan terakumulasi ialah bencana. Apabila kita berpeluang menciptakan berkah, tetapi memilih untuk tidak bertindak, meskipun tidak melakukan hal buruk, kita tetap saja melewati waktu kita dengan sia-sia. Ini disebut sebagai proses kehidupan.

Dari ketiga pilihan tadi, yang manakah yang kita pilih? Tentu saja, kita tidak memilih untuk melakukan hal buruk, juga tidak memilih untuk melewati waktu dengan sia-sia. Hanya tersisa satu pilihan, yakni menciptakan berkah dengan sungguh-sungguh. Jika kita menciptakan berkah dengan sungguh-sungguh, kita sendirilah yang akan memperoleh manfaatnya.

Berkat jalinan jodoh yang kita miliki, kita berkesempatan untuk sungguh-sungguh menciptakan berkah. Tanpa adanya jalinan jodoh ini, meskipun berada dekat dengan ladang berkah, kita tidak bisa melakukan apa-apa. Inilah yang disebut tidak memiliki jalinan jodoh.

Saudara sekalian, ketahuilah bahwa kita berada di tempat Tzu Chi bermula. Tzu Chi dimulai dari tempat ini. Dari sinilah, kita mengembangkan aktivitas amal kita ke seluruh dunia. Relawan Tzu Chi tidak hanya berkontribusi bagi negara sendiri saja. Saat terjadi bencana di negara tetangga mereka yang tidak memiliki relawan Tzu Chi, mereka bersedia melakukan perjalanan ke negara tersebut untuk menunjukkan kepedulian mereka dan memberikan bantuan bencana.

Jadi, walaupun bencananya terjadi di tempat yang jauh, semangat mereka untuk melakukan pekerjaan Tzu Chi tetaplah sama. Dengan cara seperti inilah, cinta kasih Bodhisatwa dapat terpupuk. Kita sedang berada di tempat kelahiran Tzu Chi. Saya sangat berharap relawan Tzu Chi di Hualien bisa lebih menyatu lagi. Saya harap para relawan segera menghimpun kekuatan dan menjadi lebih solid dalam praktik dan semangat Tzu Chi.

Kita hendaknya mewujudkan semangat kita yang awalnya tidak berwujud menjadi praktik nyata yang terlihat di dunia. Namun, dunia ini tak lepas dari waktu. Segala hal yang berkondisi di dunia ini memang tidak akan bisa dipisahkan dari waktu. Beberapa puluh tahun silam, kalian baru saja lahir. Kini, setelah melewati beberapa puluh tahun, kita menjadi diri kita yang sekarang. Apakah kita masih akan berubah lagi? Ya, karena kita masih terikat oleh waktu dan kehidupan masih terus berlanjut.

Berbicara tentang nilai kehidupan yang berlanjut ini, kelak kita akan menjadi seperti apa? Apa yang akan kita lakukan? Saya berharap kalian tidak hanya merekrut relawan dari luar, tetapi kalian juga bisa berkembang ke dalam dengan meneruskan nilai dan semangat Tzu Chi ke keluarga dan generasi penerus kalian masing-masing. Kita hendaknya tidak sekadar mengajak orang luar untuk menjadi Bodhisatwa dunia, tetapi juga meneruskan kebajikan kita kepada keluarga kita sendiri. Inilah berkah yang sesungguhnya bagi anak-anak kita.

Lihatlah Bodhisatwa cilik itu. Sebenarnya, di SD dan SMP Tzu Chi kita, kita memiliki Ayah Tzu Cheng. Kita juga bisa membimbing anak-anak di sekolah kita untuk menyelami Dharma.

“Sutra Makna Tanpa Batas bab ‘Sifat Luhur’. Demikianlah yang telah kudengar, suatu ketika, Buddha berdiam di Puncak Burung Nasar di Rajagrha bersama kumpulan besar bhiksu yang berjumlah 12.000 orang,” kata Guo Cheng-zhi murid dari TK Cinta Kasih Hualien.

Lihatlah, meski masih begitu kecil, dia mampu menghafal Sutra. Dia juga bisa menjadi guru kita. Dia pun membuktikan bahwa semua orang memiliki hakikat kebuddhaan. Dia tidak kehilangan arah ketika dilahirkan kembali.

Pada kehidupannya sebelumnya, dia telah dibesarkan dan dibina di lingkungan Tzu Chi. Setelah kehidupannya yang sebelumnya berakhir, dia segera lahir kembali dengan kondisi ingatan dan kesadaran yang masih segar. Jadi, Sutra yang tadi dia lantunkan juga pernah dia hafalkan pada kehidupan lampaunya sehingga ingatan tentang itu sudah ada dalam kesadarannya. Cukup dengan mengulang atau diingatkan sebentar, memori yang dimilikinya langsung muncul. Inilah yang disebut kesadaran.

Segala sesuatu tidak dapat dibawa serta, hanya karma yang terus mengikuti. Kesadaran karma akan terus mengikuti perjalanan kita. Segala yang tersimpan dalam kesadaran kedelapan kita akan terus mengikuti kita. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, segala aktivitas kita berkutat pada enam kesadaran, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran. Inilah enam kesadaran. Dengan fungsi enam kesadaran ini, kita memunculkan pikiran untuk berbuat baik dan buruk.

Adakalanya, kita tidak mampu mengendalikan diri. Insan Tzu Chi memiliki jalinan jodoh untuk senantiasa mendengarkan Dharma. Hendaknya kita selalu memperhatikan kesadaran pikiran dan arah hidup kita. Kita harus berjalan di jalan yang lurus tanpa menyimpang. Jalan yang kita tapaki ini lapang dan lurus. Pada saat ini, bagaimana kita membuka jalan ini? Selama masih memiliki jalinan jodoh, kita harus sungguh-sungguh memperluas Jalan Bodhisatwa ini karena tujuan utama Buddha datang ke dunia ialah untuk mengajarkan praktik Bodhisatwa.

Setiap menit dan detik tidak lepas dari Dharma sejati
Giat menciptakan berkah seperti tetesan embun pagi
Cinta kasih Bodhisatwa menjangkau seluruh dunia
Mewariskan kebajikan dan cinta kasih dalam keluarga