Saya sangat bersyukur. Tiga aksara Mandarin “orang” membentuk aksara Mandarin “kelompok” atau “kumpulan”. Orang-orang yang tak terhitung jumlahnya bersama-sama beranjali dengan hati yang tulus. Ketulusan hati mereka menjangkau para Buddha, Bodhisatwa, dan makhluk pelindung Dharma. Dengan ketulusan hati yang sama, semua orang mengikuti prosesi dengan kesungguhan hati dan cinta kasih.
Kita harus mengingat bagaimana perasaan dan ketulusan hati yang dibangkitkan saat ini. Harap semua orang mengingatnya dari waktu ke waktu agar kebijaksanaan dan pikiran kita selalu jernih, bagai air jernih yang tidak ternoda oleh setitik debu pun atau cermin yang selalu merefleksikan apa pun yang ada di hadapannya.
Bodhisatwa sekalian, selain mengajarkan apa yang harus kita lakukan, Buddha juga mengajarkan prinsip kebenaran. Melakukan hal baik berarti menabur benih baik. Analisis Buddha tentang benih telah meresap ke dalam hati orang-orang. Beliau juga mengajari kita secara mendalam tentang lima indra dan lima objek.
Konfusius pernah berkata, “Jangan melihat hal-hal yang tidak sesuai dengan tata krama.” Artinya, segala hal yang tidak sesuai dengan tata krama, kita tidak boleh melihatnya. Segala hal yang tidak sesuai dengan tata krama, kita tidak boleh mendengarnya ataupun membicarakannya. Janganlah kita membicarakan hal-hal yang tidak baik. Inilah hal yang diajarkan Konfusius kepada kita. Konfusius telah memberi tahu kita hal apa yang tidak boleh dilakukan dan kita memahaminya dan mempraktikkannya. Namun, Buddha mengajari kita apa sebab kita tidak boleh melihatnya.
Ketika kita melihat hal buruk terjadi, kita harus menganalisisnya dengan baik. Jika kita menyerap hal-hal yang tidak baik ke dalam hati, apa yang akan terjadi kepada kita? Kita akan mulai menciptakan karma buruk. Dengan menciptakan karma atau benih buruk, kita akan menuai buah yang buruk pula. Siklus ini menyebabkan banyak karma buruk tercipta.
Ajaran Buddha sangat komprehensif. Ajaran-Nya mencakup ilmu psikologi dan ilmu penalaran dan logika. Ilmu ini mengajarkan kepada kita untuk memahami berbagai sebab musabab. Sekarang, saya ingin memberi tahu semua orang bahwa kondisi kehidupan dan tabiat kita di kehidupan ini berkaitan dengan kehidupan lampau kita. Jika kita memiliki tabiat buruk, selagi kita masih memiliki jalinan jodoh di kehidupan ini, kita harus segera memperbaikinya. Demikianlah pelatihan diri.
Untuk mengatasi tabiat buruk, kita harus melatih diri dan menahan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan. Kita harus mempertahankan kebiasaan ini. Jika tidak, kita akan mudah terpengaruh oleh kondisi luar. Jika tabiat buruk di masa lalu tidak dilenyapkan, kita akan mudah terpengaruh oleh kondisi luar.
Kondisi luar bagaikan gelembung. Ketika air hujan jatuh ke dalam guci atau air dituangkan ke dalam guci, gelembung-gelembung akan terbentuk dan tidak lama kemudian akan pecah. Ketika masih ada gelembung di atas permukaan air, kita dapat melihat gelembung ini berwarna-warni dari berbagai sudut. Sesungguhnya, gelembung tersebut kosong dan akan pecah hanya dengan satu sentuhan ringan. Warna-warni yang kalian lihat dari berbagai sudut di bawah pantulan cahaya matahari hanyalah ilusi.
Dalam meneladan Buddha, kita harus senantiasa meneladan hati, pikiran, dan kebijaksanaan Buddha. Jadi, kita harus sering mempraktikkan samadhi agar kita tidak mudah terpengaruh kondisi luar dan tersesat. Ketika tersesat, kita mudah melupakan tempat semula kita berada. Jadi, kita hendaknya senantiasa mengingat ajaran baik. Dengan mengadakan upacara pemandian rupang Buddha, kita berharap dapat mewariskan ajaran Buddha dari generasi ke generasi dan dari kehidupan ke kehidupan.
Saya sangat berterima kasih atas upacara pemandian rupang Buddha di Balai Peringatan Chiang Kai-shek, Taipei. Beberapa hari sebelum upacara, para anggota Tzu Cheng melakukan segala persiapan dengan memanjat perancah, memasuki celah-celah yang sempit, memasang tali pada katrol, dan mencari cara untuk menurunkan tali dengan rapi. Intinya, pada hari upacara diadakan, di hadapan hampir 20.000 orang, mereka perlahan-lahan menaikkan lukisan Buddha. Itu tidaklah mudah. Jadi, kita tidak seharusnya berpikir bahwa para anggota Tzu Cheng hanya perlu berupaya lebih dari satu jam untuk upacara ini. Tidaklah seperti itu.
Selama beberapa hari, mereka dengan segenap hati dan tenaga memanjat naik dan turun untuk melakukan persiapan. Mereka telah bekerja keras dan sangat bersungguh hati. Dengan tulus, mereka bersumbangsih tanpa pamrih. Mereka hanya berharap dapat menampilkan sebuah ladang pelatihan yang agung dalam upacara pemandian rupang Buddha. Demikianlah semangat Tzu Chi.
Dengan menapaki Jalan Bodhisatwa dan meneladan hati Buddha untuk membimbing semua makhluk, para anggota Tzu Cheng telah melakukan praktik nyata untuk menciptakan ladang pelatihan yang agung. Tanpa adanya sumbangsih dari para anggota Tzu Cheng, bagaimana ladang pelatihan yang agung ini dapat tercipta?
Selain persiapan dalam skala besar, kita juga melantunkan bab Sifat Luhur dari Sutra Makna Tanpa Batas tahun ini. Para insan Tzu Chi harus terus-menerus melantunkan liriknya. Tidak hanya insan Tzu Chi, para donatur juga harus menghafal lirik yang akan dilantunkan. Saya benar-benar dipenuhi rasa sukacita. Inilah penyebaran Dharma yang sesungguhnya.
Terlebih lagi, bukankah orang-orang yang lewat bagaikan membasuh diri dalam aliran Dharma di setiap sesi latihan selama beberapa hari ini? Mereka dapat menikmati alunan melodi dan membaca lirik yang ditampilkan di layar. Dengan membaca lirik Sutra sambil berjalan, mereka telah memupuk pahala.
Memuja dengan ketulusan hati hingga terdengar oleh para Buddha dan Bodhisatwa
Mengembangkan kebijaksanaan yang jernih tak bernoda
Memperbaiki tabiat buruk dan memahami hukum sebab akibat
Menghimpun pahala dan membasuh diri dalam aliran Dharma