Bodhisatwa sekalian, janganlah kita meremehkan kekuatan cinta kasih. Meski hanya satu titik kecil, tetapi akumulasi titik-titik kecil ini dapat membentuk pahala besar. Saat orang-orang sangat membutuhkan, yang terpenting bukanlah sumbangsih dalam jumlah besar, melainkan sumbangsih yang tepat waktu. Inilah yang menciptakan pahala terbesar.

Umat Buddha sering berkata, “Pahalamu sungguh tak terhingga.” Sungguh, ini terdengar sangat masuk akal. Dengan bersumbangsih tepat waktu, kita telah menciptakan pahala. Kita muncul pada waktu yang tepat untuk menolong orang-orang yang sangat menderita. Saat melihat orang-orang menderita, kita ingin menangis, tetapi tidak ada air mata. Jika seseorang masih bisa menangis, berarti kondisinya tidak terlalu buruk. Namun, ada sebagian orang yang tidak bisa menangis.

Kini, saat mendengar kabar buruk, saya pun sangat sulit untuk meneteskan air mata. Meski mendengar hal yang sangat memilukan, saya sulit untuk menangis karena terlalu sedih dan tidak berdaya. Dunia ini penuh dengan penderitaan. Kita sungguh harus menggenggam waktu yang ada. Mendengar suara saya, kalian hendaknya pun menyadari bahwa dibandingkan dengan sebelumnya, kini makin sulit bagi saya untuk berbicara. Saya bagaikan matahari yang perlahan-lahan terbenam.

Di kehidupan berikutnya, barulah saya bisa kembali menjadi matahari terbit. Jadi, saya harus menggenggam kehidupan sekarang. Meski kekuatan saya sangat kecil, saya tetap harus berusaha untuk mengerahkannya. Intinya, saya bersyukur kepada Empat Misi Tzu Chi yang telah bersatu untuk menyalurkan berbagai jenis bantuan bencana.

Sungguh, kita harus menggenggam kesempatan yang ada. Mengenai jalinan jodoh Tzu Chi, bagaimana kita menempuh perjalanan selama lebih dari 50 tahun ini? Tim penyaluran bantuan internasional kita pernah menjangkau Ekuador untuk membagikan bantuan pascabanjir. Berhubung waktunya berdekatan dengan Hari Waisak, kita pun mempersiapkan pemandian rupang Buddha di sebuah gereja.

Pastor gereja tersebut juga terjun secara langsung untuk membantu persiapan di gereja. Kita telah melampaui batasan agama. Semua orang melapangkan hati dan tidak memandang perbedaan agama. Mengenai kelapangan hati pastor tersebut terhadap Tzu Chi pada tahun itu, saya sungguh sangat tersentuh. Ingatan seperti ini sering muncul dalam benak saya.

Dalam masa-masa upacara pemandian rupang Buddha, kita hendaknya mengumpulkan kisah-kisah yang berkaitan. Meski sudah berlalu sangat lama, itu tidak menjadi masalah. Yang penting, kita tahu waktu kejadian dan apa yang Tzu Chi lakukan saat itu. Semua ini merupakan kisah-kisah bersejarah. Sungguh, hal yang saya syukuri sangatlah banyak.

Hari ini, kita mengenang sejarah tentang TIMA Filipina, termasuk baksos yang diadakan. Konferensi Tahunan TIMA berawal dari relawan di Filipina. Ada sekelompok dokter dari Filipina yang merupakan anggota TIMA Filipina kembali ke Taiwan setiap tanggal 15 bulan 8 Imlek. Itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Kita hendaknya mengenang sejarah ini dan mencari tahu kapan tepatnya tradisi ini dimulai.

Berhubung mereka kembali setiap tahun untuk memperingati Festival Kue Bulan bersama saya, Konferensi Tahunan TIMA pun diadakan bertepatan dengan Festival Kue Bulan. Jadi, Konferensi Tahunan TIMA diadakan pada Festival Kue Bulan setiap tahunnya dan hingga kini pun masih demikian. Semua ini ada sejarahnya.

Kita mendengar para relawan kita melaporkan tentang apa yang mereka lakukan sejak dahulu hingga kini. Kita bisa melihat banyak orang yang kekurangan dan jatuh sakit terus menerima bantuan dan perawatan dari relawan Tzu Chi dan anggota TIMA Filipina. Jadi, hal yang perlu disyukuri sangatlah banyak.

Saya mendengar banyak relawan yang berkata bahwa selama 30 tahun, tekad mereka tak pernah mundur. Mereka bergabung sebelum berusia paruh baya. Kini, mereka telah berusia paruh baya, bahkan memasuki usia lanjut yang sangat krusial. Mereka mengambil setiap langkah dengan mantap untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Kehidupan mereka sangat bernilai.

Mari kita menginventarisasi nilai kehidupan. Kita berharap mereka juga dapat menginventarisasi nilai kehidupan diri sendiri dan mencatatnya. Kita berharap para relawan di Filipina dapat menulis sejarah kehidupan masing-masing dan mengirimkannya kepada kita agar kita dapat membantu menyuntingnya.

Saya sering berkata bahwa tak ada yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan para relawan kita. Saya berharap kebajikan yang mereka lakukan dapat menjadi warisan keluarga mereka. “Apakah yang kakek saya lakukan di Tzu Chi pada puluhan tahun lalu? Apakah yang ayah saya lakukan?” Kisah-kisah mereka hendaknya diwariskan dari generasi ke generasi. Demikianlah kita membalas kebaikan mereka, mewariskan kisah mereka dari generasi ke generasi. Ini adalah salah satu harapan saya.

Dahulu, saya memiliki banyak harapan. Kini, ini adalah harapan terakhir saya. Namun, ini merupakan harapan besar. Saya berharap setiap insan Tzu Chi dapat menjadikan kisah mereka sebagai warisan keluarga. Saya berharap kisah kehidupan insan Tzu Chi dapat tercatat lengkap tanpa ada yang terlewatkan. Kita hendaknya memulainya dari relawan senior.

Saya bersyukur atas kesungguhan hati dan cinta kasih kalian semua. Saya juga bersyukur atas waktu yang ada. Dengan adanya waktu dari pagi hingga malam, barulah kita dapat meningkatkan vitalitas dan belajar menapaki Jalan Bodhisatwa untuk membawa manfaat bagi masyarakat. Kita hendaknya bersyukur atas semua ini.

Antarumat beragama hendaknya saling mendukung dan mengasihi. Saya juga berharap kita dapat menggenggam jalinan jodoh untuk menyatukan orang-orang yang berbeda agama dengan cinta kasih. Bumi ini bulat. Semoga Bumi selalu bulat sempurna dan segala hal di dunia dapat harmonis.

Mengerahkan kekuatan untuk bersumbangsih tepat waktu
Mempertahankan ikrar bajik dan menjalankannya dengan langkah yang mantap
Membawa manfaat bagi masyarakat dan mencatatnya sebagai sejarah
Mewujudkan keharmonisan dengan cinta kasih dan mewariskan keluhuran dalam keluarga