“Master, kini populasi lansia di Taiwan sangatlah banyak. Banyak anggota lansia dalam organisasi keagamaan yang meninggal dunia satu per satu dan generasi muda belum tentu memiliki keyakinan atau mudah terpengaruh oleh berbagai faktor lain. Bagaimana pandangan Master tentang perkembangan Tzu Chi di masa mendatang?” kata Lin Xing-fei Wakil kepala editor CommonWealth Magazine.

Daripada perkembangan Tzu Chi, saya merasa bahwa lebih tepat disebut perkembangan umat manusia. Saat ini, kalian masih tergolong kaum muda atau kaum paruh baya. Sesungguhnya, beberapa tahun kemudian, kalian sudah termasuk kaum paruh baya atau kaum lansia. Waktu berlalu dengan sangat cepat. Jadi, yang mengkhawatirkan ialah perkembangan umat manusia di masa mendatang. Karena itu, kita harus menyebarkan kebajikan.

Di dunia yang penuh pergolakan ini, Buddha mengajari kita untuk membimbing semua makhluk. “Membimbing” di sini berarti menyeberangkan semua makhluk dari sisi yang buruk ke sisi yang baik dengan menerjang ombak. Untuk menyeberangkan semua makhluk, kita harus belajar menakhodai perahu. Jadi, kita harus memahami kebenaran terlebih dahulu, baru bisa menakhodai perahu dan melewati ombak dengan selamat. Demikianlah pemikiran saya.

Namun, kemampuan saya belum cukup. Karena itu, saya belum bisa menyeberangkan semua makhluk. Buddha mengajarkan demikian, tetapi saya belum bisa mewujudkannya. Jadi, kita harus memperhatikan arah angin dan ombak tinggi. Kita harus terlebih dahulu memperhatikan tindakan dan sikap diri sendiri agar bisa menuju arah yang benar.

Belakangan ini, saya sering berkata bahwa di antara “belajar” dan “sadar”, terdapat sebuah jalan yang merupakan jalan kebenaran. Dengan adanya tekad untuk belajar dan menapaki jalan, kita secara alami akan melihat pemandangan alam di sekitar kita.

Kini, kita melihat sekelompok Bodhisatwa di sini. Mereka telah datang beberapa hari dan saya selalu menyebut mereka “Bodhisatwa”. Untuk apakah para Bodhisatwa ini datang ke Hualien? Mereka datang untuk mencurahkan perhatian kepada para korban gempa di Hualien kali ini. Mereka telah berinisiatif untuk menjangkau banyak keluarga dan memberikan bantuan.

Selama beberapa hari ini, mereka telah membantu memperbaiki rumah warga yang mengalami kerusakan. Mereka tidak mengenal para korban bencana, tetapi tetap mencurahkan perhatian. Melihat rumah warga yang temboknya retak atau tiangnya bermasalah, mereka segera membawa peralatan sendiri untuk membantu memperbaikinya. Mereka melakukannya tanpa dibayar.

Para relawan kita datang dan pergi secara bergilir. Orang-orang menyebut mereka “relawan”, sedangkan saya menyebut mereka “Bodhisatwa”. Mereka datang untuk membantu tanpa diminta. Berhubung tahu bahwa insan Tzu Chi harus menjadi guru tak diundang yang membantu orang-orang yang membutuhkan, mereka selalu berinisiatif untuk bersumbangsih. Mereka selalu bersumbangsih tanpa pamrih. Inilah yang disebut “relawan”.

“Orang yang ahli menyemen sangat terbatas. Saya yang memiliki keahlian ini tentu harus datang untuk bersumbangsih. Meski ini sangat melelahkan, tetapi saya sangat gembira,” kata Pan Sheng relawan Tzu Chi.

“Pascagempa di Hualien, saya sangat ingin bersumbangsih dan mendaftarkan diri untuk gelombang pertama. Namun, saya tidak datang karena terkena flu. Kesempatan itu pun hilang begitu saja. Karena itu, kini saya menggenggam kesempatan ini,” kata Cai Su relawan Tzu Chi.

Para relawan kita bertekad dan berikrar untuk bersumbangsih. Tekad dan ikrar mereka sangatlah teguh. Para relawan kita telah membangkitkan hakikat kebuddhaan yang dimiliki oleh semua orang. Mereka sungguh merupakan Bodhisatwa dunia. Dahulu, mereka belum mempelajari Dharma. Kini, mereka telah mempelajari Dharma dan tahu bahwa mereka harus menapaki Jalan Bodhisatwa menuju kesadaran.

Belakangan ini, sebagian relawan yang kembali berkata pada saya, “Master, kami telah memahami pelajaran besar yang Master katakan.” Ini karena saya sering mengulas tentang pelajaran besar. Sungguh, gempa bumi kali ini telah mengajari kita bahwa bumi pun tidak kekal. Singkat kata, Buddha mengatakan bahwa segalanya bergantung pada perpaduan sebab dan kondisi. Yang terpenting, kita harus mempraktikkan cinta kasih tanpa pamrih. Inilah cinta kasih agung. Jadi, Da Ai TV harus menyiarkan kebenaran dan membimbing ke arah yang benar.

Insan Tzu Chi hendaknya mempraktikkan cinta kasih agung di dunia dengan pengetahuan benar, pandangan benar, dan perbuatan benar. Tindakan kita juga harus benar. Dengan pengetahuan benar, pandangan benar, dan perbuatan benar, kita dapat menciptakan energi positif. Untuk menciptakan energi positif, kita harus mengambil tindakan nyata.

Dalam mempelajari Dharma, kita harus memiliki kemurnian hati seperti anak-anak. Apakah yang kita pelajari? Jalan Bodhisatwa. Kita harus melakukan praktik nyata di Jalan Bodhisatwa. Para relawan yang tersadarkan telah menyaksikan kebenaran karena bersumbangsih secara langsung. Jadi, para Bodhisatwa kita telah memahami kebenaran dengan bersumbangsih secara langsung.

Pascagempa 921, bukankah para Bodhisatwa kita bermunculan dari berbagai wilayah? Pada hari terjadinya Gempa 921, begitu matahari terbit, para relawan Tzu Chi langsung menjangkau daerah bencana. Pada saat yang sama, kita juga menyediakan sarapan hangat bagi orang-orang di sana. Begitu pula di Taipei. Pagi-pagi, para insan Tzu Chi telah menyediakan roti dan sari kedelai. Para insan Tzu Chi bersumbangsih dengan tulus. Demikianlah kita menciptakan energi berkah dan energi positif. Di sinilah letak nilai kehidupan insan Tzu Chi.

Saya sering berkata bahwa kita harus menginventarisasi nilai kehidupan kita. Belakangan ini, saya selalu mengingatkan untuk menginventarisasi kehidupan masing-masing dan merenungkan apakah kehidupan kita bernilai. Jika kita bersumbangsih tanpa pamrih bagi dunia, berarti kehidupan kita bernilai. Jika kita menghasilkan uang sebesar 2.000 dolar NT (sekitar sejuta rupiah) per hari dan menghabiskannya, tidak ada yang tersisa. Namun, jika kita bersumbangsih tanpa pamrih, kita akan memiliki nilai kehidupan yang tak terhitung. Karena itulah, saya menyebut relawan kita “Bodhisatwa”.

Dengan belajar menapaki Jalan Bodhisatwa, kita akan memperoleh sukacita dari bersumbangsih. Dalam ajaran Buddha, kita menyebutnya dipenuhi sukacita dalam Dharma. Bersumbangsih hingga diri sendiri merasakan sukacita, ini disebut dipenuhi sukacita dalam Dharma.

Membimbing semua makhluk dengan menakhodai perahu dan menyebarkan kebajikan
Membangkitkan tekad untuk belajar dan menjadi makhluk berkesadaran
Menghimpun energi positif dengan hati yang murni tanpa pamrih
Teguh mempraktikkan Jalan Bodhisatwa hingga dipenuhi sukacita dalam Dharma