“Kami selalu memikirkan bagaimana cara membina generasi muda. Generasi pertama alumni Tzu Ching telah berada di Tzu Chi selama lebih dari 20 tahun. Namun, hati mereka tidak pernah berubah,” kata Liu Rui-shi Ketua Tzu Chi Singapura.
“Kami berikrar untuk menjadi perwujudan Master di luar negeri. Kami bersedia. Kami bersedia untuk berpegang teguh pada tekad, menjalankan yang sulit dijalankan, meneruskan estafet cinta kasih dari relawan senior, dan memikul bakul beras bagi dunia. Kakek Guru, hati anak-anak kami tidak pernah berubah. Tidak berubah selamanya.”
“Tzu Chi Singapura telah beroperasi selama 30 tahun. Baik silsilah Dharma maupun mazhab Tzu Chi, semuanya telah berakar kuat dan berkembang. Murid Jing Si Singapura akan meneruskan silsilah Dharma dan mazhab Tzu Chi selamanya,” kata Liu Rui-shi Ketua Tzu Chi Singapura.
Tiga puluh tahun adalah waktu yang sangat panjang. Jalinan jodoh Singapura dan Tzu Chi telah berjalan selama 30 tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Hal yang membahagiakan sangatlah banyak, tetapi ada pula hal-hal yang disesali karena adanya hukum alam dalam kehidupan, yaitu lahir dan mati. Begitulah kehidupan manusia.
Fase lahir, tua, sakit, dan mati adalah proses dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari. Setiap materi juga mengalami fase terbentuk, berlangsung, rusak, dan hancur. Hal yang terpenting ialah pikiran kita mengalami fase timbul, berlangsung, berubah, dan lenyap. Hendaknya kita sungguh-sungguh memahami prinsip ini. Fase lahir, tua, sakit, dan mati adalah hal yang pasti terjadi pada tubuh manusia.
“Tujuh tahun yang lalu, Kakak Xi-zhou mengajak saya bergabung di Tzu Chi. Bertahun-tahun sudah berlalu. Pada awalnya, saya berpikir hanya untuk membantu saja di sini. Hingga ketika Kakak Xi-zhou meninggal dunia, saya perlahan-lahan menyadari bahwa kehidupan ini penuh dengan perubahan. Saya juga merasa bahwa selama masih memiliki tubuh yang sehat, kita harus berkontribusi bagi Masyarakat,” kata Lin Jian-fa relawan Tzu Chi.
“Kakak Xi-zhou adalah mitra bisnis saya. Saya pernah berjanji kepadanya bahwa jika dia bergabung dengan Tzu Chi, saya juga akan bergabung. Setelah dia meninggal dunia, saya sangat menyesali ketidakkekalan hidup ini. Waktu sangatlah singkat. Saya berterima kasih kepada Master yang telah mendirikan Tzu Chi sehingga kita memiliki tempat yang sangat baik untuk dapat berkumpul dan bersama-sama mempraktikkan kebajikan,” kata Shi Han-qiu relawan Tzu Chi.
Inilah hukum alam. Namun, hal yang perlu kita miliki ialah sukacita dalam Dharma. Rasa sukacita datang ketika kita menghirup Dharma. Ketika mendengarkan Dharma, hati kita semua akan bersatu di jalan yang agung. Dengan demikian, semangat kita semua dapat terhimpun dalam ajaran yang benar untuk mempraktikkan kebajikan di jalan yang benar pula. Dengan begitu, ketika berkumpul bersama, kita akan merasakan sukacita dalam Dharma. Ketika kita duduk bersama-sama, pembicaraan kita tidak terlepas dari kebajikan sehingga hati kita merasa tenteram.
Ketika melihat kondisi dunia saat ini, saya sering berkata bahwa saya merasa sangat khawatir. Namun, ketika melihat insan Tzu Chi mempraktikkan ajaran Tzu Chi di dunia, hati saya kembali merasa tenang. Dengan jumlah insan Tzu Chi yang makin banyak dan jalinan jodoh yang makin luas, tidak dapat dihindari bahwa kita akan terus mendengar adanya hukum alam yang terjadi.
Selalu ada yang berkembang dan ada yang gugur. Sama halnya dengan Xi-zhou. Semua orang sangat mengasihinya. Saya merasa terhibur, tetapi juga merasa tidak rela. Namun, hidupnya sangatlah bernilai. Ada sekelompok Bodhisatwa yang akan terus mengingatnya karena hidupnya sangat bernilai. Bagaimanapun kita merindukannya, saya selalu berpikir bahwa kita harus merelakannya untuk berada di keluarga lain yang akan menyayanginya.
Setelah meninggal dunia, beliau akan terlahir kembali di keluarga yang memiliki jalinan jodoh baik dengannya. Beliau akan dikasihi dan dibesarkan hingga kelak dirinya kembali mendengar dan menerima ajaran Tzu Chi. Hendaknya kita mendoakannya. Beliau adalah teladan yang baik bagi Bodhisatwa dunia. Saya berharap kita semua juga dapat menjadi teladan bagi generasi selanjutnya.
Kita juga dapat melihat remaja yang turut menjalankan Tzu Chi bersama ayahnya. Begitulah cara kita menjadi teladan di dalam keluarga kita sendiri. Saya percaya bahwa setiap Bodhisatwa di sini juga memiliki keluarga yang dapat bekerja sama dengan harmonis dan satu hati untuk menyucikan hati manusia di tengah masyarakat. Inilah yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Hendaknya semua orang bersatu.
Pemikiran dan pengajaran Buddha pada lebih dari 2 ribu tahun yang lalu telah diwariskan hingga saat ini. Tzu Chi telah menunjukkan ajaran Buddha bagi semua makhluk di dunia. Hendaknya kita percaya bahwa diri kita telah membawa nilai dalam hidup ini. Hendaknya kita mewariskan semangat Tzu Chi dari generasi ke generasi hingga 50 generasi. Demi Buddha, kita memikul tanggung jawab ini di dunia. Inilah yang disebut praktik Bodhisatwa.
Tujuan utama Buddha datang ke dunia ialah menjalin jodoh baik untuk mengajarkan praktik Bodhisatwa. Kalian semua telah menjalankannya. Janganlah kita menyimpang dari hal yang benar. Hendaknya kita terus berada di jalan yang benar, yaitu Jalan Mulia Beruas Delapan. Kalian semua telah memulainya dan telah berjalan di jalan yang benar. Saya telah melihat dan merasakannya serta menjadi saksi bagi kalian. Ya, kalian telah berjalan di arah yang benar. Teruslah berjalan lurus.
Hendaknya semua orang saling menyemangati. Dengan begitu, saya akan merasa tenang. Saya mendoakan kalian semua. Semoga ajaran dan semangat Tzu Chi dapat kalian wariskan dalam keluarga dari generasi ke generasi, keluarga kalian senantiasa harmonis, dan semua orang dapat saling menyemangati untuk berjalan di Jalan Bodhisatwa. Saya mendoakan kalian semua.
Mempraktikkan ajaran Tzu Chi di seluruh dunia
Menjalin jodoh baik secara luas dengan kasih sayang Bodhisatwa
Mempraktikkan Jalan Mulia Beruas Delapan
Menjadi teladan di dalam keluarga demi mewariskan Kebajikan