“Tahun lalu, berkat dorongan dari istri saya, saya mulai berpartisipasi dalam kegiatan Tzu Chi. Melalui beberapa kegiatan, pemahaman saya akan Tzu Chi makin bertambah. Di perkebunan teh Sanyi, saya melihat bagaimana Tzu Chi memperlakukan tanah dengan baik. Saya juga melihat bagaimana ketekunan relawan dalam melakukan daur ulang. Di Depo Daur Ulang Neihu, sumber daya yang telah dipilah dapat digunakan kembali. Hal ini mengingatkan kita untuk sungguh-sungguh menghargai sumber daya alam. Saya merasa bersalah,” kata Wu Zhu-ming pengusaha.
“Saya merasa tidak melakukan banyak hal dalam kegiatan daur ulang. Saya akan berusaha lebih keras untuk mengurangi sampah dengan memilah barang daur ulang. Saya berikrar untuk memulainya dari perusahaan saya. Saya sangat berterima kasih kepada Tzu Chi yang telah memberi saya kesempatan untuk menginstropeksi diri dan belajar,” pungkas Wu Zhu-ming pengusaha.
Kali ini, saya melihat banyak orang dari bidang pendidikan, pengusaha, dan relawan daur ulang. Intinya, masyarakat yang utuh adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai kalangan, seperti halnya bumi yang memiliki pohon besar, tetapi juga memerlukan bunga-bunga kecil. Dengan adanya keragaman, dunia akan menjadi indah dan inilah arah yang baik dalam hidup kita. Prinsip kebenaram ini tidak habis dijelaskan dengan kata-kata. Apa yang kalian dengar adalah prinsip yang tidak boleh tidak ada dalam masyarakat. Intinya, semua hal berkembang seiring berjalannya waktu.
Setiap orang memiliki impian dan cara pandang sendiri sehingga membentuk kesuksesan yang berbeda-beda. Sama halnya dengan pendidikan. Memikirkan Afrika Selatan, saya melihat keindahan mereka. Sangat banyak hal yang mudah terlupakan oleh saya. Namun, lingkungan dan cara hidup insan Tzu Chi di Benua Afrika, selamanya tersimpan dalam hati dan pikiran saya. Mereka menunjukkan keindahan. Demi menghadiri kelas pelatihan, mereka harus berjalan jauh, bahkan sejak malam hari, untuk mengikuti kelas di esok paginya. Mereka mulai berjalan di sore hari hingga malam hari.
Setelah tiba, mereka tidur di lantai pada malam hari dan menunggu kelas di keesokan harinya. Saya sangat tersentuh mendengar hal ini. Tentu saja, ada juga relawan dari kelas atas. Mereka datang dengan pesawat pribadi mereka. Untuk memarkir pesawat satu malam, mereka harus mengeluarkan dana hingga lebih dari seribu dolar AS (15 juta rupiah). Semuanya sama-sama menunjukkan ketulusan hati. Mereka yang memiliki uang, bersedia melakukan perjalanan khusus ke Taiwan dengan pesawat pribadi mereka. Saya sangat tersentuh.
Saya juga melihat mereka yang memakai sandal jepit. Mereka bergadang sepanjang malam. Setelah tiba, mereka tinggal di kantor Tzu Chi untuk menunggu pagi hari. Ketika matahari belum terbit, mereka tetap tidur di lantai dan menunggu esok hari. Semuanya sama-sama memiliki ketulusan. Kesenjangan antara mereka yang miskin dan kaya sangatlah besar. Namun, kelas pelatihan Tzu Chi sungguh-sungguh menunjukkan keindahan dan kesetaraan. Ini sungguh menyentuh.
Untuk memasuki tempat pelatihan, relawan yang berkecukupan pun perlu melepas sepatu mereka. Relawan yang kurang mampu dan memakai sepatu usang juga harus melepaskan sandal dan sepatu mereka. Ketika di luar, sebuah tali akan dijadikan sebagai pembatas dan setiap orang harus melepas sepatunya, baik sepatu yang mahal maupun sandal jepit. Sesampainya pada batas tali itu, siapa pun harus melepas sepatu. Tidak peduli Anda kaya atau miskin, prinsip kebenaran yang tulus itu adil dan setara. Melihat keindahan dalam kesetaraan, saya merasa sangat tersentuh. Inilah keindahan dunia yang sesungguhnya.
“Dalam satu tahun ini, seluruh komisaris kehormatan Taiwan Utara telah memberikan dukungan kepada Tzu Ching, anak muda di pedesaan, dan pertukaran budaya dengan Turki. Kami semua bekerja di belakang layar dengan memberi mereka pendampingan, materi, dan tenaga. Kami juga mendorong anak muda mendedikasikan diri dalam memasukkan selimut ke dalam kontainer untuk bantuan bencana internasional dan pengiriman alat bantu ramah lingkungan,” kata Gao Da-zheng relawan Tzu Chi.
“Saya selalu hadir dalam seluruh kegiatan Tzu Chi. Sebagai orang yang mengenalkan Tzu Chi pada mereka, jika saya sendiri tidak terlibat dalam kegiatan, saya tidak akan tahu tugas apa yang akan diberikan kepada relawan yang baru. Setiap orang memiliki keahlian masing-masing. Jadi, saya selalu berusaha untuk terlibat dalam segala kegiatan yang ada,” pungkas Gao Da-zheng relawan Tzu Chi.
“Saya sungguh merasakan suatu hal yang berbeda dari pementasan adaptasi Sutra. Saya sangat tersentuh dengan kekuatan 50 sen Tzu Chi. Ketika pergi ke pasar di pagi hari ini, saya mengingat bahwa pasar adalah tempat kita memulai kisah 50 sen. Saya merasa bahwa ketika semua orang memiliki tujuan yang sama, keyakinan yang sama, dan melakukan hal yang sama, kita akan menciptakan kekuatan yang besar. Saya sangat tersentuh. Meski tidak terlibat pada masa awal Tzu Chi, saya ingin belajar lebih banyak dari orang yang mengikuti Master sejak awal agar saya dapat bertumbuh dan kebijaksanaan saya dapat bertunas,” kata Qiu Guo-wen Pengusaha.
Komisaris kehormatan dan Bodhisattva sekalian, tidak semua komisaris kehormatan adalah orang yang berada. Ada pula yang bekerja sangat keras untuk berdonasi. Saya sungguh mengasihi mereka. Saya akan memegang tangan mereka dan berkata, “Tangan Anda sangat besar.” Tangan-tangan seperti ini satu-satu akan terkikis dan menjadi kasar. Inilah tangan ibu dan nenek. Mereka sangat cantik. Dengan kedua tangannya, seorang ibu mampu membesarkan anak-anaknya.
Ketika anaknya telah membangun keluarga dan memiliki karier yang sukses, seorang ibu akan tetap tinggal di pedesaan dan tinggal di rumahnya yang sudah lama. Meski anak-anaknya telah sukses, para ibu tetap melakukan daur ulang. Suatu hari, saya memegang tangan seorang relawan dan dia berkata, “Master, tangan saya tidak indah.” Saya memberi tahunya, “Ini adalah tangan yang sangat indah. Tangan ini telah membuat anak-anak Anda sukses. Melihat bagaimana Anda masih tinggal di sini dan melakukan daur ulang, saya sangat mencintai kedua tangan ini.”
Pikiran dan tindakan yang indah sungguh layak untuk kita apresiasi. Bagi orang-orang yang memiliki orang tua lansia, ketika Anda punya waktu, hubungilah mereka atau kembalilah ke desa untuk melihat mereka. Inilah sifat manusia yang paling indah. Ketika memiliki anak yang sukses, orang-orang akan berkata, “Anda sangat beruntung. Putra Anda sangat berbakti. Saya sering melihatnya datang untuk bertemu Anda.” Orang tua akan bangga dengan anak-anak yang sukses dan tetap berbakti. Intinya, keindahan dunia terletak pada cinta kasih, yaitu menghargai barang-barang, mengasihi sesama, apalagi terhadap orang tua kita. Inilah prinsip dari cinta kasih.
Terutama bagi relawan pelestarian lingkungan, mereka tidak pernah memandang status sosial ketika mendedikasikan diri dalam tim ini. Inilah nilai terbesar dalam kehidupan manusia. Waktu dapat mengakumulasi segalanya. Jika tidak memanfaatkan waktu dengan baik, berarti kita telah menyia-nyiakannya. Saya mendoakan kalian semua. Bertindak dengan kebaikan dan cinta adalah kehidupan yang paling indah. Saya mendoakan semuanya. Terima kasih.
Tekun dan bersemangat tanpa membedakan status sosial
Mencari Dharma dengan tulus dan tidak membeda-bedakan
Menghargai sumber daya alam dengan melakukan daur ulang
Menciptakan dunia yang indah, bajik, dan adil