Kemarin, saya bertemu dengan para relawan yang merupakan anggota Tzu Ching pada 30 tahun lalu. Seseorang hendaknya mandiri pada usia 30 tahun, terbebas dari keraguan pada usia 40 tahun, dan memahami hukum alam pada usia 50 tahun.

Pada usia 50 tahun, seseorang hendaknya telah memiliki arah yang jelas dan membangun fondasi yang kukuh dalam hidupnya. Dalam pertemuan kemarin, saya mendengar mereka berbagi pengalaman hidup mereka. Ada yang telah menjadi guru atau dosen di sekolah atau perguruan tinggi tertentu. Mereka juga telah berkeluarga. Jadi, seiring berjalannya waktu, manusia terus mengalami perubahan.

Meski telah berusia 40-an tahun, mereka tetap mempertahankan kemurnian hati mereka dan berkata kepada saya bahwa hati mereka tidak berubah sejak masa kanak-kanak. Selain itu, anak mereka pun telah menjadi Bodhisatwa dan menapaki Jalan Bodhisatwa. Hati mereka tidak akan berubah hingga selamanya dan mereka akan mewariskan semangat Tzu Chi. Saya yakin pada mereka. Karena itu, saya merasa tenang dan sukacita.

Sungguh, saat jalinan jodoh matang, hidup kita akan dipenuhi rasa sukacita. Namun, kita harus tahu untuk menggenggam kehidupan kita agar kehidupan kita bernilai. Jika tidak, hidup kita akan berlalu sia-sia. Jika tidak berhati-hati dan ternoda, hidup kita akan menjadi sangat kompleks.

Jadi, setiap orang hendaknya menuju arah yang benar untuk menapaki jalan kebajikan dan terus bersungguh hati untuk membentangkan jalan ini hingga makin lapang dan rata. Akan tetapi, jalan yang lapang dan rata tidaklah berguna jika tidak ada yang menapakinya. Karena itu, kita harus menggalang Bodhisatwa secara luas.

Kalian hendaknya sering mengajak anak cucu dan kerabat kalian untuk kembali ke Griya Jing Si. Jalan Tzu Chi dapat bertahan hingga selamanya jika kalian dapat membimbing generasi penerus kalian untuk menapaki Jalan Bodhisatwa. Kalian juga hendaknya berbagi tentang Tzu Chi dengan teman dan kerabat kalian. Sutra Bunga Teratai mengajari kita untuk mendengar, mewariskan, dan menyebarkan Dharma dari generasi ke generasi hingga generasi ke-50. Ini merupakan misi semua orang.

Kemarin, saya juga melakukan telekonferensi dengan seorang relawan yang merupakan alumnus Tzu Ching. Beliau baru berusia 50-an tahun. Kini, beliau dirawat di ruang perawatan paliatif di RS Tzu Chi Taichung. Dalam telekonferensi itu, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan untuk menghiburnya.

Saat mendengarnya berbicara, saya terus memikirkan setiap kunjungan mereka sebelumnya. Beliau selalu terlihat sehat dan penuh pencapaian. Putranya lebih tinggi darinya dan juga merupakan anggota Tzu Ching. Saya baru saja membahas tentang Tzu Ching dari generasi ke generasi. Janganlah kita melupakan tahun itu. Semoga generasi penerus kalian juga bisa menjadi anggota Tzu Ching. Putranya telah bergabung menjadi anggota Tzu Ching.

Mengenai kondisinya kali ini, saat melihatnya, saya terus memikirkan apa yang bisa saya katakan untuk menghiburnya. Namun, tidak ada kata-kata yang dapat menghiburnya. Saya hanya bisa mengingatkannya, “Anda harus menyerap Dharma ke dalam hati. Dahulu, saya sering berkata bahwa hidup manusia tidaklah kekal dan bumi pun rentan. Terlebih lagi, unsur tubuh bisa tidak selaras dan manusia mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Ini semua merupakan hukum alam.”

Setelah memahami kebenaran, setiap orang hendaknya menginventarisasi diri sendiri. Genggamlah kehidupan untuk melakukan hal yang dapat dilakukan. Jika pernah melakukan kekeliruan di masa lalu, kita harus segera bertobat dan memperbaikinya. Saya yakin para insan Tzu Chi senior, baik anggota Tzu Ching, komite, maupun Tzu Cheng, makin senior dan makin banyak mempelajari Dharma, maka kalian makin bisa memahami kebenaran tentang hidup dan mati.

Kita tidak ingat bagaimana kita lahir. Namun, saya terus mengingatkan orang-orang bahwa itu sangat menyakitkan, bagai disayat oleh pisau angin. Saat bayi didorong keluar dari rahim ibunya dan tubuhnya yang telanjang bersentuhan dengan udara, rasa sakit yang dirasakannya seakan-akan menusuk ke dalam tulang dan merangsang saraf di seluruh tubuhnya. Rasa sakit inilah yang membuatnya menangis. Namun, kita semua telah melupakan rasa sakit itu. Kini, orang-orang hanya takut mati. Namun, takut mati pun percuma.

Selagi kita masih hidup dan sehat, kita harus memanfaatkan tubuh serta hati dan pikiran yang sehat ini untuk bertutur kata baik, mengimbau orang-orang berbuat baik, dan menyebarkan Dharma demi manfaat semua makhluk. Hendaklah kita segera melakukan hal yang dapat kita lakukan.

Kita hendaknya memanfaatkan tubuh dan kehidupan kita untuk memperkaya kebijaksanaan kita. Dengan adanya benih kebijaksanaan, kita tidak akan tersesat. Setelah kesadaran kita meninggalkan tubuh ini, jangan biarkan ia diliputi kegelapan batin sehingga tidak tahu ke mana harus pergi.

Kita harus memastikan bahwa setelah kesadaran kita meninggalkan tubuh ini dengan damai dan tenang, ia mengikuti jalinan jodoh baik. Dengan demikian, di kehidupan mendatang, kita dapat menapaki jalan yang sangat lapang, yakni Jalan Bodhisatwa.

Perubahan dan ketidakkekalan terjadi seiring berjalannya waktu
Mewariskan kebajikan dan ajaran benar dari generasi ke generasi
Benih berkah dan kebijaksanaan senantiasa menyertai kesadaran
Terus menapaki Jalan Bodhi dengan damai dan tenang