“Kakak Li-xue tiga kali pergi ke Yuli untuk mendokumentasikan proses rekonstruksi. Beliau sempat terjatuh di sana,” kata Zhang Cui-e relawan Tzu Chi.

Kamu jatuh di mana?

“Terjatuh ke dalam selokan,” jawab Zhang Cui-e relawan Tzu Chi.

Bagaimana keadaanmu?

“Saya baik-baik saja,” kata Chen Li-xue relawan Tzu Chi.

Kamu harus menjaga diri dengan baik. Masih banyak hal yang harus dikerjakan.

“Saya pergi ke unit gawat darurat, lalu menjalani perawatan akupunktur dan perawatan luka. Saya pergi ke unit gawat darurat untuk memastikan bahwa saya tidak mengalami patah tulang. Jika demikian, saya akan menyelesaikan tugas saya. Setelah itu, saya pergi ke Yuli untuk ketiga kalinya,” kata Chen Li-xue relawan Tzu Chi.

Kamu sangat berani dan telah memupuk banyak pahala. Kamu harus mendokumentasikan semua ini. Pascagempa di Hualien kali ini, apa yang kalian lakukan di sana?

“Berhubung Yuli adalah wilayah kecil, maka kami merasa mungkin di sana akan kekurangan relawan dokumentasi. Jadi, dalam setiap tim yang pergi ke sana juga terdapat relawan dokumentasi yang bertugas untuk melakukan dokumentasi,” kata Cai Mou-cheng relawan Tzu Chi.

“Berhubung tidak mengalami patah tulang, saya pun melanjutkan tugas saya. Berhubung saya tidak bisa membungkukkan badan, maka relawan lain pun berinisiatif berlutut untuk memakaikan sepatu dan kaus kaki saya serta membantu saya dalam banyak hal yang harus dilakukan sambil membungkukkan badan,” kata Chen Li-xue relawan Tzu Chi.

“Pada saat itu, saya mengatakan bahwa saya seperti wanita bangsawan yang selalu dilayani oleh pelayan. Namun, saya lebih memilih menjadi pelayan daripada wanita bangsawan. Sebenarnya, saya menderita karena rasa sakit ini. Berhubung masih banyak hal yang harus dikerjakan, saya berharap dapat segera sembuh sehingga bisa kembali menjalankan Tzu Chi,” pungkas Chen Li-xue.

Benar, lebih baik memberikan pelayanan. Terima kasih. Setelah bencana gempa yang terjadi pada 18 September, saya merasa sangat khawatir. Saya mendengar bahwa para relawan Tzu Chi dari Kaohsiung, Taichung, dan Taiwan Utara berangkat ke daerah bencana. Melihat kalian bergerak dan menjangkau korban bencana, saya sungguh tersentuh.

“Ada sebagian warga yang meragukan kami benar-benar datang dari seluruh Taiwan. Kami mengatakan bahwa ada yang datang dari Taipei, Taoyuan, Tainan, Kaohsiung, dan Pingtung. Mereka masih tidak percaya. Mereka menanyakan apakah kami pernah bekerja bersama sebelumnya. Saya mengatakan, ‘Belum pernah. Dia adalah seorang guru, dia adalah pengusaha kosmetik, dan dia adalah insinyur.’ Meski memiliki profesi yang berbeda-beda dan banyak di antara kami yang bukan ahli di bidang konstruksi, kami dapat menyelesaikan pekerjaan satu minggu dalam satu hari,” kata Zeng Zhao-xi relawan Tzu Chi.

“Warga tidak percaya bahwa kami begitu kompak dan dapat menyelesaikan pekerjaan dengan begitu cepat. Mereka melihat kami bekerja sama dengan harmonis dan berusaha untuk saling melengkapi sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Saya merasa ini seperti mempraktikkan Sutra Makna Tanpa Batas dan Sutra Teratai,” lanjut Zeng Zhao-xi.

“Setelah mengetahui tentang bencana gempa ini, relawan Tzu Chi di seluruh Taiwan berangkat ke daerah bencana untuk meringankan kerisauan para korban bencana dan mengembalikan senyuman mereka. Bukankah kita seperti Bodhisatwa Avalokitesvara yang melenyapkan penderitaan dan membawa kebahagiaan? Meski para relawan harus mengeluarkan biaya sendiri serta mengesampingkan pekerjaan atau bisnis mereka untuk membantu di Yuli, mereka tetap bersumbangsih dengan sukacita,” pungkas Zeng Zhao-xi.

Mereka telah berupaya sepenuh hati dalam melakukan pekerjaan rekonstruksi. Mereka saling bekerja sama untuk memperbaiki dinding yang retak, atap yang rusak, dan lain-lain. Mereka bahkan membawa peralatan ke sana. Saat di Changhua, saya mendengar bahwa mereka membawa peralatan ke sana karena mereka akan membantu pekerjaan rekonstruksi. Para relawan benar-benar bersumbangsih dengan tulus dan tanpa mengharapkan imbalan.

Saya sering mengatakan bahwa kita harus bersumbangsih tanpa pamrih dan selalu mengungkapkan rasa syukur. Dengan melakukan hal yang bermanfaat bagi masyarakat, kita telah menciptakan satu lagi perbuatan baik dalam sejarah hidup kita. Saya dengan sungguh-sungguh berharap kalian semua dapat turut menulis sejarah Tzu Chi. Ini bukanlah mengeklaim jasa. Sejarah ini memuat kapan gempa terjadi di Taiwan dan kerusakan apa yang ditimbulkannya. Bencana gempa ini menunjukkan bahwa ketidakkekalan dapat terjadi kapan saja.

Buddha sering membahas tentang ketidakkekalan hidup. Saya berharap kalian dapat berbagi dengan orang lain bahwa gempa bumi adalah contoh dari ketidakkekalan hidup. Tiada seorang pun yang dapat memprediksi kapan gempa akan terjadi. Intinya, ketika terjadi gempa, kita sekali lagi menjadi saksi kekuatan alam.

“Mengapa saya membantu pekerjaan rekonstruksi di Yuli? Karena saya juga membantu dalam pekerjaan rekonstruksi saat Gempa 921 di Taichung. Sekarang saya sudah berusia 80 tahun. Master juga sering mengatakan untuk menginventarisasi kehidupan kita. Saya tidak tahu berapa banyak pekerjaan yang masih bisa saya lakukan. Jadi, saya mendaftarkan diri untuk membantu di Yuli. Awalnya saya ingin mendokumentasikan kegiatan di sana, tetapi sudah dikerjakan oleh relawan lain. Jadi, saya membantu membersihkan dinding pagar. Saya membantu di sana selama tiga hari. Saya merasa sukacita,” kata Shi Jiao-yan relawan Tzu Chi.

Dalam keluarga besar Tzu Chi, setiap orang memiliki potensi kebajikan dan bersumbangsih dengan cinta kasih yang tulus. Kita saling bekerja sama serta memiliki tekad dan arah yang sama karena kita berada dalam sebuah kelompok besar. Jika seorang diri, kita tidak bisa berjalan dengan cepat. Dengan berjalan bersama orang lain, kita baru bisa mengerahkan kekuatan untuk melangkah maju dengan sungguh-sungguh. Jadi, Tzu Chi adalah kelompok besar. Yang mengagumkan ialah semuanya merupakan orang baik. Berhubung memiliki tekad yang sama, kita bersumbangsih dengan cinta kasih tanpa pamrih serta segenap hati dan tenaga. Organisasi kita sangatlah indah.

Sebagai relawan dokumentasi, kalian memiliki tanggung jawab untuk menyusun sejarah Tzu Chi. Dengan sebuah pena, kalian dapat menulis banyak kisah yang menyentuh hati, termasuk cerita tentang mereka yang patut dihormati. Contohnya kisah para relawan. Mereka mengesampingkan usahanya atau mengambil cuti untuk membantu di daerah bencana.

Lihatlah, Li-xue menjangkau para korban bencana meski dirinya tidak leluasa bergerak. Jika kalian melihat dia yang tetap bersumbangsih dengan sepenuh hati meski usianya sudah tua dan tidak leluasa bergerak, kalian akan termotivasi untuk terus bekerja keras. Namun, saya tetap harus mengingatkan kalian untuk menjaga kesehatan diri sendiri.

Kalian bisa bertanya kepada mereka yang selalu mendampingi saya. Setelah masuk ke kamar saya yang tidak besar, saya akan berjalan ke sana kemari. Saya melakukannya karena saya berharap kaki saya bisa berjalan. Saya juga mengingatkan diri sendiri agar berjalan dengan tegak dan jangan membungkuk. Jika tidak, saya akan terlihat tua. Saya tidak menyerah pada usia tua. Anak muda dapat menjaga badannya tetap tegak, saya juga bisa melakukannya. Jadi, saya sama seperti anak muda. Kita harus berpikir seperti ini.

Saya sangat senang karena ternyata, sangat mudah untuk menjadi Bodhisatwa dunia dan berjalan di Jalan Bodhisatwa. Dengan berjalan satu langkah, lebar jalan ini akan bertambah satu inci. Jadi, jalan ini akan makin lapang. Mari kita menggandeng lebih banyak orang untuk melangkah di jalan yang mulus dan lapang ini.

Bersumbangsih tanpa pamrih dan menuliskan sejarah
Terjadinya bencana alam menunjukkan ketidakkekalan
Saudara se-Dharma menyatukan hati untuk mengemban misi
Berjalan di Jalan Bodhi dan menyambut cahaya Mentari