Kita memperingati 30 tahun Asosiasi Guru Tzu Chi. Bapak dan Ibu Guru sekalian, Asosiasi Guru Tzu Chi telah berdiri selama 30 tahun. Berpikir tentang 30 tahun lalu, saat itu saya sendiri baru berusia 50-an tahun. Tiga puluh tahun telah berlalu. Kita dapat melihat bahwa dalam kehidupan, waktu terus berjalan. Waktu yang kita lewati di masa lalu sungguh berharga.
Bencana Gempa 921 pada tahun 1999 dan Topan Morakot pada tahun 2009 membuat saya benar-benar sibuk. Apa kesibukan saya? Menggarap Proyek Harapan. Proyek pembangunan kembali sekolah membuat saya merasa kehidupan menjadi lebih berharga. Selama masa rekonstruksi, saya mengunjungi langsung setiap lokasi pembangunan. Saya terlibat dalam setiap tahap pembangunan, termasuk dari tahap awal desain sekolah.
Setiap sekolah didirikan dengan sangat kukuh. Dalam proses pembangunan, kita membangun fondasi dengan menggali jauh ke dalam tanah. Kita dapat melihat tiang-tiang yang berdiri di atas fondasi. Saya bahkan mencoba menggoyangkannya. Saat itu, adukan semen belum dituang dan besi beton masih terikat. Meski besi-besi itu masih berupa rangka kosong, saya tetap menggoyangkannya dengan tangan. Jika ia tidak bergerak, saya merasa tenang.

Bapak dan Ibu Guru sekalian, kalian adalah insinyur abadi yang membimbing setiap murid. Melihat sekolah mengingatkan saya pada saat itu. Saya mengatakan kepada diri sendiri, “Saya bersyukur.” Saya tidak pernah menyesal dalam kehidupan kali ini. Sepanjang kehidupan saya, saya tidak pernah menyesal. Saya malah bersyukur. Saya bersyukur telah menjalin jodoh baik dengan banyak orang. Ketika saya memberikan seruan, insan Tzu Chi di seluruh dunia menghimpun tetes-tetes dukungan sehingga saya bisa terus melangkah sepenuh hati tanpa perlu khawatir. Dukungan mereka membuat saya dapat berfokus pada apa yang harus dilakukan tanpa perlu khawatir.

Setiap langkah yang kita ambil tidaklah mudah, tetapi setiap langkah ini benar-benar mantap. Walau bertemu kesulitan, kita tetap bergerak maju dan berhasil mengatasinya. Ini karena banyak orang dengan hati penuh cinta kasih yang terus mendukung saya. Para relawan juga menghibur saya, “Master, jangan khawatir. Kami akan mengusahakan yang terbaik.” Satu demi satu perkataan mereka menyemangati saya sehingga hal yang ingin saya lakukan bisa terwujud. Jalinan jodoh baik menuntun kita kepada pekerjaan dan misi yang baik serta penuh harapan. Demikianlah kita mewujudkannya. Sungguh, masih banyak hal yang patut disyukuri.

Kita harus terus bergerak maju dan ingat bahwa dengan kedua kaki kita, kita membuat jejak baru setiap harinya. Manfaatkanlah setiap menit dan detik yang ada. Para guru memiliki hati Bodhisatwa. Kalian memilki hati seorang guru, saya juga demikian. Kalian dipanggil “guru“, sedangkan saya dipanggil “Master“. Keduanya sama-sama memiliki arti “pembimbing“. Jadi, saya berharap jalinan jodoh di antara kita terus berlanjut dan tidak terputus. Untuk itu, kita harus berikrar dan bertekad.
Pada kehidupan sekarang, yang kita lakukan ialah menjalin jodoh baik dan berbuat kebajikan. Kelak, ketika bertemu kembali di kehidupan berikutnya, kita bisa terus menapaki Jalan Bodhisatwa. Nilai yang ditanam pada kehidupan sekarang tidak akan berhenti pada kehidupan sekarang saja, melainkan akan berlanjut ke kehidupan berikutnya. Perbuatan kita di kehidupan sekarang menentukan jalinan jodoh kita pada kehidupan berikutnya.

Ketika memikirkan hal ini, saya sendiri merasa gembira karena telah mengenal banyak guru yang telah mengajar dengan keteladanan yang nyata. Mereka semua sangat berarti bagi kehidupan saya. Jadi, hati kita semua saling terhubung. Bodhisatwa sekalian, kekuatan cinta kasih harus terus diteruskan tanpa henti untuk menghubungkan hati semua orang setiap saat.