Kita melihat cuplikan tayangan peristiwa yang sedang terjadi di tempat lain di dunia kita pada detik ini. Negara dan kehidupan mereka berada di tengah bencana akibat ulah manusia yang disebabkan oleh ketidakseimbangan pikiran. Betapa memilukannya dunia ini.
Ketidakselarasan pikiran manusia telah mengobrak-abrik cinta kasih satu sama lain dan menimbulkan penderitaan yang sangat memilukan. Namun, di antara orang-orang yang menderita, ada pula orang-orang yang penuh berkah.
Orang-orang yang penuh berkah itu merupakan para pengungsi yang melarikan diri hingga tiba di tempat pengungsian yang penuh cinta kasih sehingga mereka dapat memperoleh tempat bernaung. Mereka membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi. Mereka telah menghadapi begitu banyak rintangan.
Turki merupakan negara yang menampung para pengungsi. Para pengungsi boleh tinggal di Turki. Orang dewasa mengalami kesulitan mencari pekerjaan, sedangkan anak-anak lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Pekerja anak ini harus bekerja selama 13 jam dalam sehari.
“Setelah tiba di sini, semuanya berubah. Saya harus pergi bekerja. Setiap pukul 7 pagi, saya berangkat dari rumah dan tiba di rumah pada pukul 07.30 malam. Beban kerja saya sangat berat dan sulit. Saya sungguh sangat lelah. Saya tiba di rumah pukul 07.30 malam. Setelah makan malam, saya langsung pergi tidur,” kata Shawa anak pengungsi Suriah.
“Saya ingin bersekolah. Saya sangat ingin kembali ke Suriah. Saya merasa tertekan di sini,” kata Ali anak pengungsi Suriah.
“Saat bekerja, saya hampir tidak merasa saya masih hidup. Dahulu, saat bersekolah di Suriah, saya selalu mendapat ranking pertama. Saat itu, saya pikir saya akan memiliki masa depan yang cerah. Setelah tiba di Turki, saya hanya bisa bekerja. Saya pun merasa saya telah mencapai titik terendah dalam hidup. Berkat bantuan Tzu Chi, kami dapat mengembalikan senyum di wajah kami. Ini merupakan hal yang indah. Saya akan berusaha keras untuk belajar dan terus meraih ranking pertama,” kata Abdulaziz anak pengungsi Suriah.
Jika kita tidak memberi mereka kesempatan untuk mengenyam pendidikan seperti yang kita lakukan sekarang dan tidak memberi mereka kehangatan cinta kasih, mungkin saja yang mereka pikirkan hanyalah merebut apa yang mereka inginkan dengan paksa dan bertikai satu sama lain. Mungkin mereka akan berpikir bahwa itulah cara hidup yang benar. Itu tidak benar.
Kita harus membimbing mereka ke arah yang benar. Karena itulah, kita harus mencurahkan cinta kasih kepada anak-anak itu agar mereka dapat merasa diperhatikan, dikasihi, dilindungi, serta dapat merasakan kebahagiaan. Kita juga harus membimbing mereka untuk menjadi orang baik dan berbuat baik demi membantu sesama.
Kini, kita melihat anak-anak itu telah mempraktikkan semangat celengan bambu. Asalkan memiliki uang, mereka akan menyumbangkannya untuk membantu sesama. Saat melihat bagaimana orang dewasa bersumbangsih bagi masyarakat, anak-anak itu pun belajar dari mereka untuk melakukan hal yang sama. Mereka terus belajar untuk menggapai cita-cita mereka.
“Cita-cita saya ialah menjadi seorang dokter gigi,” kata Samih putra bungsu dari keluarga penerima bantuan Tzu Chi.
“Wah, menjadi seorang dokter gigi. Luar biasa sekali,” kata salah seorang relawan Tzu Chi.
“Ini juga merupakan harapan ibu saya pada saya. Menurut saya, Anda adalah orang yang sangat baik. Saat besar nanti, saya juga ingin menjadi orang baik seperti Bapak Hu yang membantu sesama,” pungkas Samih.
Di Turki, ada Bapak Hu, Bapak Yu, beserta sekelompok relawan setempat yang telah membangun fondasi organisasi kita di sana. Mereka telah banyak mengulurkan tangan. Bukan hanya sepasang atau dua pasang tangan, mereka mengulurkan puluhan ribu pasang tangan. Mereka merangkul dan menghibur anak-anak.
Benih Tzu Chi telah tertanam di sana serta terus bertumbuh dan menghasilkan banyak benih. Jadi, sebatang pohon dapat menghasilkan benih yang tak terhingga. Saat benih ditanam, ia akan tumbuh menjadi hutan rimbun yang dapat melindungi banyak orang.
Saya yakin bahwa setelah bertahun-tahun, banyak pengungsi yang telah menetap di tempat mereka tinggal saat ini. Di negara mana pun mereka berada, kemungkinan besar mereka telah mewujudkan impian mereka. Seiring meningkatnya jumlah pengungsi, kita juga memiliki banyak pengalaman mengenai cara untuk membantu mereka.
Kini, kita bisa membantu dan menyediakan tempat bernaung bagi para pengungsi dengan mantap. Berkat tekad awal kita untuk terus membina dan menghimpun cinta kasih, barulah kita dapat memperoleh kekuatan yang lebih besar.
Beberapa hari yang lalu, saya berpesan kepada staf kita, “Jalankan saja dengan tenang. Di masa bencana seperti saat ini, kita harus segera menyediakan kebutuhan para korban.” Bagaimana kita memberi tempat bernaung bagi para pengungsi?
Berhubung kita masih dapat bernapas di lingkungan yang baik, hendaklah kita sungguh-sungguh bersyukur dan menggenggam jalinan jodoh. Di mana pun bencana terjadi, kita dapat menjadi pendukung bagi relawan kita sehingga mereka dapat tenang melakukan apa yang harus mereka lakukan.
Kita memiliki rasa syukur dan cinta kasih. Namun, saat tak bisa mengulurkan tangan langsung ke daerah bencana, kita dapat membantu orang-orang yang tengah bergerak di garis depan. Inilah yang disebut estafet. Kita menghimpun kekuatan bersama untuk membantu orang-orang yang menderita di dunia.