Bodhisatwa sekalian, kalian harus menjadikan saya sebagai teladan untuk tidak menyia-nyiakan waktu serta memanfaatkan setiap detik untuk terus berkarya. Karena saya selalu menggenggam waktu dan jalinan jodoh, barulah selama setengah abad ini, jejak langkah Tzu Chi terus meluas hingga ke 120-an negara di dunia. Ini sama dengan lebih dari separuh jumlah negara di dunia.

Kita perlu mengambil langkah pertama. Yang ditakutkan ialah kalian tidak mau melangkah. Asalkan bisa memulai langkah, Anda dapat berjalan selangkah demi selangkah dengan mantap dan sungguh-sungguh. Berapa pun langkah yang harus diambil, selama kita bersungguh hati pada langkah kaki kita, setiap langkah akan dapat diambil dengan mantap.

Saat menoleh ke belakang, kita dapat melihat masa lalu yang dilewati dengan bermakna. Kita juga dapat melihat segala yang telah kita tanam. Siapa yang menggarap ladang berkah, dialah yang menuai berkah. Ya, dalam lebih dari 50 tahun ini, kita bagaikan petani yang menggarap ladang.

Di setiap musim, kita tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Saat tiba waktunya, baik musim semi, panas, gugur, maupun dingin, kita menanam benih yang sesuai. Baik menanam semai, menanam benih kacang, maupun tanaman lainnya, kita pernah melakukannya dan memanen hasilnya.

Dahulu, saya berkata bahwa berkah bukan semata-mata diucapkan ataupun diminta. Ibarat sepetak sawah, jika kita malas dan tidak giat mengolahnya, sawah ini akan terbengkalai. Yang tumbuh pada lahan itu hanyalah rumput liar. Jika kita membangkitkan tekad dan mengerahkan tenaga, secara alami tanah yang telah dibajak dan ditanami dapat membuahkan hasil yang tak terhingga.

Tzu Chi adalah sepetak ladang berkah yang besar. Saya sangat berharap di mana pun insan Tzu Chi berada, saat mengingat saya, semua orang hendaknya tekun dan bersemangat menapaki Jalan Bodhisatwa dan bersumbangsih bagi semua makhluk yang menderita. Dengan demikian, jiwa kebijaksanaan akan terus berlanjut dari kehidupan ke kehidupan. Sebab yang ditanam di masa lalu menentukan kondisi dan jalinan jodoh masa kini.

Kita harus memanfaatkan jalinan jodoh ini untuk menanam benih bagi masa depan serta mempererat jodoh antara guru dan murid dari kehidupan ke kehidupan. Siapa yang lahir atau meninggal lebih dahulu, kita tidak dapat memastikannya. Kita tidak dapat mengetahuinya lebih dahulu. Namun, panjang pendeknya kehidupan kita bukanlah yang terpenting.

Sudahkah kita memanfaatkan setiap waktu yang ada? Waktu yang kita manfaatkan, itulah usia kita sesungguhnya, karena di dalam waktu kehidupan ini, kita bersumbangsih bagi dunia. Ini adalah sesuatu yang bernilai. Inilah sejarah kehidupan yang harus kita wariskan.

Bodhisatwa sekalian, saya begitu beruntung karena memiliki banyak murid yang baik. Jadi, saya sangat berharap ketika saya berseru, seluruh dunia dapat merespons.

Ajaran Buddha bersifat abadi. Kita harus mewariskan cinta kasih kepada dunia. Hubungan antarmanusia harus dipenuhi kasih sayang. Kita berada di jalan menuju Bodhi. Di jalan menuju Bodhi ini, kita menyadari ketidakkekalan dunia. Kita telah mengetahuinya. Kita harus segera bertekad untuk memasuki Jalan Bodhi yang lurus ini dan mempraktikkan Jalan Bodhisatwa. Jadi, kita harus memahami ketidakkekalan.

Contohnya, pada masa-masa ini, hati semua orang diliputi ketidaktenangan karena ketidakselarasan empat unsur. Unsur tanah, air, api, dan angin tidak selaras, ditambah lagi pandemi yang terjadi. Ini disebut energi penyakit.

Di tengah pandemi yang terjadi ini, kita harus sungguh-sungguh meningkatkan kewaspadaan. Kita harus segera sadar. Inilah obat yang paling mujarab. Kita harus menyadari ketidakkekalan hidup. Kita harus sadar; mengasihi, melindungi, dan membebaskan makhluk hidup. Inilah cinta kasih yang utuh dan menyeluruh.

Belakangan ini, saya terus berkata bahwa kita harus melindungi kehidupan. Kita yang berharap untuk hidup sehat haruslah melindungi dan membebaskan makhluk hidup. Kita harus membuka jalan bagi hewan untuk bertahan hidup. Baik manusia maupun hewan memiliki dunia masing-masing untuk bertahan hidup.

Umat manusia, ada yang hidup dalam kelimpahan, ada pula yang hidup dalam kemiskinan dan menderita bagaikan berada di neraka. Mereka menderita hingga tak memiliki makanan bagaikan setan kelaparan. Kondisi seperti ini sungguh banyak.

Intinya, kita hidup di dunia ini dengan berbagai suka duka yang bercampur. Ada yang hidup berkelimpahan, ada yang hidup kekurangan. Jadi, kita harus menyerukan orang-orang yang mampu untuk membantu orang lain.

Saya sungguh bersyukur karena telah menggarap ladang berkah dan menuai berkah. Saat saya berseru, seluruh dunia merespons. Di sini, saya hendak memberi seruan sekali lagi kepada kalian semua. Kalian yang mendengarkan secara daring saat ini hendaknya sungguh-sungguh tekun dan bersemangat.

Saya tidak tahu ada berapa banyak keluarga yang membukakan pintu rumah mereka untuk saya singgah, memberikan doa, menyebarkan ajaran Buddha, dan menyucikan hati. Untuk itu, saya harus benar-benar memanfaatkan waktu. Terima kasih.

Semua orang hendaknya saling menyemangati dan saling mendoakan. Kini, saya juga ingin mendoakan para Bodhisatwa di seluruh dunia. Saya juga ingin mendoakan semua orang di dunia. Semoga dunia senantiasa tenteram dan empat unsur selaras.

Saya juga berharap setiap orang sadar, melihat kebenaran, dan melangkah maju di Jalan Bodhi yang lapang ini. Inilah yang paling saya harapkan saat ini.

Bodhisatwa sekalian, kita harus bersatu hati. Ini bukan tidak dapat dilakukan. Dengan adanya tekad, kita dapat mengerahkan kekuatan yang kita miliki. Kita menyatukan kekuatan untuk mencapai tujuan.

Pandemi kali ini juga merupakan sejarah. Ia membuat orang-orang di dunia merasa takut dan tidak tenang. Saat ini, kita semua harus segera menghimpun kekuatan untuk mengimbau orang-orang untuk bervegetaris dan mengembangkan semangat cinta kasih. Cinta kasih ini dapat meredam bencana. Tanpa cinta kasih, manusia tak mengerti untuk menciptakan berkah. Tanpa adanya berkah, bencana akan terus terjadi.

Jadi, hanya dengan menciptakan berkah, barulah kita dapat meredam bencana. Untuk menciptakan berkah, kita harus tulus. Ketulusan ini juga berpulang pada cinta kasih, yaitu cinta kasih terhadap semua makhluk. Kita hendaknya tidak membunuh, melainkan melindungi kehidupan. Untuk itu, kita harus bervegetaris.

Menggarap ladang berkah dan menanam benih kebajikan
Menuai berkah dan kembali menanam benih bagi masa depan
Menyerukan agar semua orang menyucikan hati dan bervegetaris
Menjalankan welas asih, kebijaksanaan, ikrar, dan praktik demi mencapai Bodhi

Ceramah Master Cheng Yen tanggal 01 Oktober 2021
Sumber: Lentera Kehidupan – DAAI TV Indonesia
Penerjemah: Hendry, Karlena, Marlina, Devi
Ditayangkan tanggal 03 Oktober 2021